Dibandingkan dengan sesama negara produsen beras lainnya di ASEAN, Indonesia belum sepenuhnya mampu mencukupi kebutuhannya sendiri. Namun, tren produksi beras mulai meningkat, sehingga diharapkan tidak lama lagi kemandirian pangan (beras) bisa diraih.
Agricultural Commodity Outlook (ACO) Desember 2024 menunjukkan, dari semua anggota ASEAN, rasio kemandirian pangan atau self-sufficiency ratio (SSR) Indonesia mencapai 99,11%. SSR diperkirakan meningkat di tahun 2025 yang mencapai 99,8%. Tak hanya membawa optimisme, ini sekaligus tantangan untuk terus meningkatkan performa produksi beras nasional.
Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia memang menunjukkan posisi yang dominan sebagai produsen beras terbesar. Tahun 2023, produksi beras Indonesia mencapai 34,33 juta ton, jauh melampaui negara-negara lain seperti Vietnam (28,27 juta ton) dan Thailand (21,86 juta ton). Kendati sempat turun hingga 600.000 ton di tahun 2024, produksi beras Indonesia diprediksi meningkat kembali di tahun 2025.
Meski demikian, data juga menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan domestik. Pada 2023, kebutuhan domestik Indonesia mencapai 36,97 juta ton, sehingga ada selisih negatif sebesar 2,64 juta ton. Kesenjangan antara produksi dan kebutuhan ini harus ditutup dengan impor beras sebanyak 3 juta ton. Jumlah ini untuk memenuhi kebutuhan secara agregat dari kebutuhan domestik, ekspor, hingga kebutuhan stok akhir.
Rasio kemandirian pangan (SSR) memberikan gambaran lebih jelas mengenai posisi Indonesia. Meskipun produksi beras Indonesia sangat besar, rasio kemandiriannya masih sekitar 99% di tahun 2024. Artinya, produksi beras Indonesia baru mampu memenuhi 99% dari total kebutuhan domestik.
Di tahun 2023, SSR Indonesia berada di angka 92,85%, lebih rendah dari negara-negara net-eksportir seperti Thailand (199,26%), Vietnam (133,84%), dan Kamboja (125,28%). Tahun 2024 dan prediksi untuk tahun 2025 menunjukkan perbaikan SSR meningkat menjadi 99,11% dan 99,8%, mendekati target 100%.
Proyeksi data untuk tahun 2025 membawa optimisme bagi tercapainya swasembada pangan (beras). Selisih negatif antara produksi dan kebutuhan domestik diperkirakan mengecil secara signifikan. Tahun 2024, selisih tersebut diproyeksikan menjadi -0,30 juta ton, dan pada 2025, menjadi -0,07 juta ton. Tren positif ini perlu terus dijaga untuk menciptakan kemandirian pangan seperti Thailand, Vietnam, dan Kamboja.
Tantangan pertanian padi yang dihadapi Indonesia tidaklah kecil, karena salah satu faktornya adalah lahan yang kian menyusut. Selain itu, isu keberlanjutan budidaya pertanian hingga kesejahteraan petani juga masih membayangi sektor ini. Dengan melihat tren positif, harapan untuk mencapai swasembada pangan sangatlah besar.
Tren positif produksi beras dan rasio kemandirian pangan (SSR) ini membawa harapan besar bagi Indonesia untuk mencapai swasembada pangan.
Jika swasembada pangan berhasil dicapai, hal itu akan menjadi transformasi fundamental bagi sektor pertanian Indonesia. Status Indonesia pun akan berubah dari negara pengimpor menjadi negara yang mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.
Langkah-langkah nyata yang bisa ditempuh termasuk investasi lebih lanjut dalam teknologi pertanian modern, sistem irigasi yang efisien, pengembangan bibit unggul, serta dukungan finansial dan pendampingan bagi petani dapat menjadi penentu transformasi tersebut.