Memperkuat Hulu dan Hilir Industri Tekstil

Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, industri hulu mengalami penurunan permintaan karena faktor bahan baku. Di sisi lain, sektor hilir mendapat tekanan dari maraknya impor pakaian bekas.

Memperkuat Hulu dan Hilir Industri Tekstil

Kinerja industri pertekstilan mengalami tekanan dilihat dari kontraksi pada Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Oktober 2025 yang berada pada level 49,74 poin. Indikasi kontraksi juga tercermin dari data Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia Sublapangan Usaha Industri Tekstil dan Pakaian Jadi yang berada di bawah angka 50% di sepanjang triwulan II dan triwulan III-2025, masing-masing dengan angka 45,15% dan 48,29%.

Kontraksi ini mengindikasikan penurunan kinerja bisnis yang signifikan, khususnya di tengah isu "banjir impor" produk tekstil hilir, termasuk pakaian jadi. Kebijakan impor yang kurang ketat menjadi penyebab utama terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di beberapa pabrik tekstil besar seperti Sritex Group dan PT Bapintri. Yang terbaru, Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) melaporkan 5 prabrik produsen hulu tekstil resmi menghentikan oprasional produksi karena terus menurun.

Kontribusi industri tekstil dan pakaian jadi masih signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB) dengan perkembangan yang fluktuatif. Tahun 2022 nilainya Rp 139,326,50 miliar meningkat menjadi Rp 136,568,70 miliar pada tahun 2023, dan menjadi Rp 142,392,80 miliar pada tahun 2024 atau meningkat 4,26% (y-o-y).

Untuk meningkatkan produksi, industri hulu membutuhkan impor bahan baku, yang tidal saja ditujukan untuk kebutuhan domestik, tetapi juga untuk ekspor.

Pemerintah perlu menjalankan kebijakan yang dapat menyeimbangkan antara kelancaran pasokan bahan baku sektor hulu dan memperketat pengawasan impor produk hilir yang masuk melalui berbagai celah, termasuk kawasan berikat, impor borongan, dan barang ilegal. Upaya penertiban impor bertujuan untuk menciptakan persaingan sehat bagi industri tekstil nasional baik di pasar global maupun domestik.

Menghadapi tantangan ini, Kementerian Perindustrian akan fokus pada penguatan kapasitas industri dalam negeri dan penataan ulang mekanisme impor. Langkah-langkah yang dilakukan meliputi program restrukturisasi mesin dan peralatan, peningkatan produktivitas tenaga kerja, serta percepatan implementasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di sektor TPT. Kemenperin juga mendukung penuh upaya penertiban mafia impor tekstil ilegal, yang sejalan dengan arahan untuk tidak menutup arus perdagangan, tetapi menata ulang mekanismenya agar bahan baku tetap tersedia dan produk lokal terlindungi.

Upaya tersebut akan lebih optimal jika diperkuat dengan inovasi produk lokal mulai dari tingkat UMKM seperti produk jadi pakaian, mukena, topi, dan lain-lain. Daya saing produk harus ditingkatkan melalui diversifikasi. Industri tektil dan pakaian jadi Indonesia harus dapat merajut kembali kekuatannya, dengan menyeimbangkan kepentingan hulu dan hilir menuju pertumbuhan yang berkelanjutan.