Memajukan Daya Saing Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) telah menjadi instrumen kunci bagi negara-negara di ASEAN untuk menarik investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi, tidak terkecuali Indonesia. KEK Indonesia harus bisa sejajar, bahkan lebih unggul dibandingkan negara ASEAN lainnya.

Memajukan Daya Saing Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia

Daya tarik KEK penting bagi suatu negara untuk menggaet investor asing sehingga meningkatkan aliran modal di satu kawasan khusus. Investasi langsung asing (FDI) bisa menjadi salah satu indikator untuk melihat apakah suatu kawasan khusus memiliki daya tarik.

Data mengenai investasi ASEAN tahun 2023-2024 menunjukkan ASEAN menjadi pusat investasi global yang dinamis. Di kawasan ASEAN, Singapura memimpin dengan perkiraan FDI mencapai 143,4 miliar dollar AS pada tahun 2024. Hal ini menegaskan posisinya sebagai hub finansial utama lingkup regional.

Sedangkan Indonesia berada di urutan kedua, dengan capaian FDI 24,2 miliar dollar AS pada 2024. Diikuti oleh Vietnam dengan 20,2 miliar dollar AS. Negara-negara seperti Malaysia (11,4 miliar dollar AS) dan Thailand (10,6 miliar dollar AS) juga menunjukkan arus investasi yang signifikan. Capaian FDI ini tidak lepas dari kebijakan strategis yang diterapkan negara-negara anggota, di mana Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau SEZ telah menjadi kunci untuk menarik modal asing dan mengakselerasi pembangunan ekonomi.

Hingga kini, Indonesia tercatat telah membangun 24 KEK yang tersebar di wilayah seluas 20.912 hektar. Dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, jumlah ini masih tergolong kecil. Dengan Malaysia dan Vietnam, misalnya, negara yang luas wilayahnya lebih kecil dari Indonesia ini justru memiliki kawasan ekonomi khusus yang lebih besar.

Meski secara luasan wilayah masih tergolong kecil, kekuatan utama KEK Indonesia terletak pada ragam insentif fiskal yang ditawarkan. Indonesia memberikan beberapa insentif seperti Tax Holiday, Tax Allowance, pembebasan PPN, PPh, Bea Cukai, hingga Bea Masuk. Insentif ini sejajar dan bahkan dalam beberapa aspek lebih sederhana, dibandingkan paket insentif yang ditawarkan oleh Thailand (yang fokus pada Industry 4.0 dan teknologi maju) maupun Malaysia (dengan tunjangan investasi kembali/reinvestment allowance). 

Meski demikian, keunggulan insentif ini perlu diimbangi dengan perbaikan dalam kemudahan berusaha serta menjaga iklim investasi yang kondusif. Sebagai contoh, Filipina menawarkan Libur Pajak Penghasilan (ITH) yang jelas selama 4-7 tahun diikuti dengan PPh Badan Khusus 5% atau Pengurangan Tambahan. Hal ini memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi investor. Ketersediaan skema yang mudah dipahami dan proses perizinan yang efisien merupakan kunci untuk mengubah penawaran insentif yang kuat menjadi realisasi investasi yang masif.

KEK Indonesia memiliki fondasi daya tarik insentif yang cukup kuat. Tetapi, untuk bersaing secara efektif dengan raksasa SEZ di ASEAN, perlu dilakukan lompatan strategis dari sekadar menawarkan insentif menjadi menawarkan kemudahan eksekusi bisnis. Termasuk penerapan spesialisasi kawasan yang jelas dan percepatan birokrasi. Dengan demikian, KEK dapat bertransformasi dari sekadar lahan insentif menjadi mesin pendorong ekspor dan pencipta lapangan kerja yang andal, untuk memastikan Indonesia meraih manfaat maksimal.