Potensi Ekonomi Mikro Terganggu Jika Live TikTok Dibekukan

Pemerintah harus berhati-hati menerapkan kebijakan terkait pembekuan operasional TikTok dengan mempertimbangkan dampak riil terhadap roda perekonomian mikro. Pasalnya, TikTpk Shop jadi andalan UMKM yang telah menjadikan Indonesia pasar digital terbesar di Asia Tenggara.

Potensi Ekonomi Mikro Terganggu Jika Live TikTok Dibekukan

Keputusan pemerintah membekukan izin operasi TikTok di Indonesia yang dimulai pada Jumat, 3 Oktober 2025 kembali menciptakan ketidakpastian di sektor e-commerce nasional. Meski pembekuan telah dicabut sehari setelahnya, kejadian yang mengulang hal serupa pada akhir Agustus lalu ini berpotensi mengguncang ekosistem perdagangan digital yang kian digemari dan menjadi pilihan utama berbelanja. 

Kian berkembang pesat seiring dengan eksistensinya sebagai platform media sosial, TikTok Shop yang resmi diluncurkan pada 2021 kini bukan lagi pemain marginal. Di tahun 2024,  Gross Merchandise Value (GMV) atau nilai produk yang terjual di TikTok untuk kawasan Asia Tenggara (South East Asia) berhasil mengungguli Lazada dan Tokopedia, bahkan berada di posisi kedua setelah Shopee.

Peningkatan pangsa pasar ini cukup fantastis, yakni mencapai 22,6 miliar dollar AS di tahun 2024 dari 0,6 miliar dollar AS di tahun 2021. Pesatnya perkembangan penjualan di TikTok ini menjadikannya platform dengan pertumbuhan tercepat dan paling agresif di Asia Tenggara, khususnya Indonesia.

Indonesia memiliki peran penting bagi keberlangsungan bisnis TikTok Shop secara global. Berdasarkan data GMV half year atau paruh pertama 2025, Indonesia kini menjadi pasar terbesar TikTok Shop di dunia. Pada semester pertama tahun 2025, total GMV TikTok Shop di Indonesia mencapai 6 miliar dollar AS, melampaui Amerika Serikat yang mencatatkan 5,8 miliar dollar AS. 

Angka ini melonjak 107% dari 2,9 miliar dollar AS pada paruh awal 2024 menjadi 6 miliar dollar AS di paruh awal 2025. Besarnya angka ini membuktikan bahwa Indonesia tidak hanya menyediakan basis pengguna yang besar, tetapi juga merupakan pasar paling aktif dan menguntungkan. Oleh karena itu, pembekuan izin operasional tidak hanya berdampak pada pedagang lokal, tetapi juga menimbulkan kerugian signifikan pada salah satu mesin pendapatan utama perusahaan secara global.

Potensi terbesar TikTok Shop yang terletak pada model live commerce dan content-driven commerce-nya turut berperan membantu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Platform ini menawarkan saluran penjualan yang mudah diakses dan berbiaya relatif rendah. Daya tarik yang ditawarkan memungkinkan UMKM untuk memasarkan produk secara visual dan interaktif kepada jutaan pengguna platform tersebut. 

Di tengah semakin menurunnya minat masyarakat berkunjung dan menjelajah toko fisik dan pasar secara langsung, bagi banyak UMKM, TikTok Shop telah menjadi alternatif baru. Melalui platform tersebut mereka dapat melakukan penjualan dengan berinteraksi langsung dengan pelanggan (live), sekaligus membangun merek tanpa memerlukan investasi besar ala pemasaran tradisional. 

Situasi yang dialami TikTok Shop ini sangat kontras dengan kinerja platform e-commerce lama. Melalui laporan Momentum Works Insights, di lingkup Asia Tenggara, TikTok Shop melonjak melampaui platform seperti Lazada dan Tokopedia yang justru mengalami kontraksi GMV signifikan. Pertumbuhan GMV Tokopedia menurun sebesar -11,41% dan Lazada anjlok hingga -6.4% pada 2023 dibandingkan 2022. Di tahun 2024 GMV Lazada dan Tokopedia kembali merosot. Lazada mengalami penurunan -4,2% dan Tokopedia -21,5%, sementara TikTok Shop naik 38,65%. 

Meskipun Shopee masih memimpin dengan pertumbuhan positif 21,23% dan mengambil pangsa pasar lebih dari 50%, performa pesaing lain yang melemah menegaskan peran TikTok Shop sebagai katalisator pertumbuhan baru dan penyedia inovasi. Jika wacana-wacana hingga kebijakan pembekuan fitur Live TikTok Shop berlanjut, potensi bisnis yang hilang akan didistribusikan ke platform lain (terutama Shopee). Namun, yang menjadi korban utama adalah ribuan UMKM yang butuh waktuberadaptasi ke model bisnis dan algoritma platform yang berbeda.

Pembekuan fitur Live TikTok Shop, meskipun mungkin didasari alasan regulasi, akan menimbulkan kerugian ekonomi yang serius terutama bagi ekosistem UMKM yang sedang berkembang. Hal itu karena platform ini telah menjadi motor penggerak pertumbuhan e-commerce Indonesia, bahkan berhasil mendominasi posisi pasar global.

Pemerintah perlu berhati-hati menerapkan kebijakan dengan mempertimbangkan dampak riil terhadap roda perekonomian mikro. Seyogyanya solusi bukan dengan pembekuan total, melainkan penerapan regulasi yang ketat dan adil, yang memungkinkan inovasi social commerce tetap berjalan sambil memastikan kepatuhan terhadap hukum. Dengan demikian, potensi digital yang sudah terbangun subur di Indonesia tidak terhambat.