Produk Industri Pengolahan Menjadi Penyokong Ekspor Indonesia

Dalam lima tahun terakhir, sektor industri pengolahan mengambil porsi dominan nilai ekspor Indonesia. Komoditas seperti lemak dan minyak hewani/nabati, besi dan baja, hingga mesin dan perlengkapan elektrik menjadi komoditas utama yang diekspor dari industri pengolahan.

Dalam lima tahun terakhir, sektor industri pengolahan mengambil porsi dominan nilai ekspor Indonesia. Lemak dan minyak hewani/nabati, besi dan baja, hingga mesin dan perlengkapan elektrik menjadi komoditas utama yang diekspor dari industri pengolahan.

Nilai ekspor nonmigas Indonesia pada paruh pertama tahun 2025 tercatat sebesar US$ 128.385,80 juta, tumbuh 8,96% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Angka ini cukup membawa angin segar bagi peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) di semester I tahun ini.

Dilihat berdasarkan sektor, industri pengolahan menjadi penopang utama ekspor dengan kontribusi sebesar 83,81%. Pertumbuhan yang paling menonjol terlihat dari komoditas mesin dan perlengkapan elektrik, yang melonjak 32,5% atau senilai US$ 9.260,3 juta, serta lemak dan minyak hewani yang naik 30,62% senilai US$ 15.885 juta.

Di sisi lain, terdapat dinamika yang kontras antara sektor pertanian dan pertambangan. Ekspor komoditas pertanian seperti kopi, teh, mate, dan rempah-rempah mengalami pertumbuhan yang sangat impresif, yaitu 95,93%, dari US$ 787,8 juta (2024) menjadi US$ 1.543.6 juta. Sedangkan ekspor buah dan buah bertepung juga naik 71,88%.

Sektor pertambangan justru menghadapi penurunan. Pada ekspor komoditas bahan bakar mineral menurun sebesar 22,9% dan bijih logam, perak, dan abu sebesar 38,05%. Sementara komoditas garam, belerang, tanah, dan batu mampu meningkatkan nilai ekpornya sebesar 28,64%. Penurunan di sektor pertambangain ini dipicu oleh menurunnya permintaan dari negara-negara seperti India dan Jepang.

Dilihat dari negara tujuan, tiga negara utama tujuan ekspor Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu Amerika Serikat (20,71%), Tiongkok (8,37%), dan Thailand (45,2%). Adapun India dan Jepang di periode paruh awal tahun ini justru menunjukkan penurunan masing masing 16,19% dan 21,42%.