Di tengah upaya meningkatkan rasio perpajakan (tax ratio), pemerintah tidak hanya fokus pada penarikan pajak. Di tahun 2026, pemerintah akan lebih mengoptimalkan insentif perpajakan untuk mendukung konsumsi masyarakat dan kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Data insentif perpajakan diproyeksikan terus meningkat hingga pada RAPBN 2026 mencapai Rp 563,6 triliun, meningkat dari alokasi tahun ini yang ditargetkan sebesar Rp 530,3 triliun. Penambahan ini memperlihatkan bagaimana insentif pajak menjadi instrumen penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Insentif yang merupakan belanja perpajakan ini secara spesifik dialokasikan untuk sektor-sektor kunci yang memiliki dampak luas terhadap perekonomian dan kehidupan sehari-hari. Salah satu fokus utamanya adalah pembebasan PPN untuk barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan transportasi publik yang dialokasikan mencapai Rp 82,1 triliun.
Kebijakan ini secara langsung meringankan beban pengeluaran masyarakat, terutama kelompok berpendapatan rendah, dan memastikan akses terhadap kebutuhan dasar tetap terjangkau. Dengan meningkatnya daya beli masyarakat, konsumsi domestik pun akan terdorong, yang pada gilirannya akan memutar roda perekonomian dari bawah dan menciptakan efek domino ke berbagai sektor.
Selain untuk konsumsi masyarakat, porsi insentif pajak terbesar diarahkan untuk menopang sektor UMKM. Besarnya mencapai Rp 104,7 triliun (18,6%). Dengan fasilitas PPh final dan PPN yang tidak dipungut bagi pengusaha kecil, pemerintah memberikan ruang bagi para pelaku UMKM untuk berkembang tanpa terbebani oleh administrasi dan biaya pajak yang kompleks. Alokasi insentif yang signifikan untuk UMKM menunjukkan pemahaman pemerintah bahwa keberlanjutan sektor ini adalah kunci stabilitas ekonomi. Langkah ini diharapkan dapat mendorong inovasi dan penciptaan lapangan kerja, serta memperkuat fondasi ekonomi dari skala yang paling kecil.
Selanjutnya, pemerintah juga menggunakan insentif pajak untuk menarik investasi untuk ekonomi jangka panjang. Melalui kebijakan tax holiday dan tax allowance, pemerintah menciptakan iklim investasi yang lebih menarik serta mendorong masuknya modal asing dan ekspansi bisnis domestik. Mekanisme ini sudah teruji selama periode 2020-Mei 2025 yang berhasil menarik realisasi investasi hingga Rp 441 triliun dan tax allowance hingga Rp 34 triliun.
Dengan peningkatan insentif perpajakan, pemerintah menyadari bahwa untuk menggenjot pendapatan pajak tidak bisa dilakukan tanpa memperhatikan kondisi riil masyarakat dan dunia usaha. Pemberian insentif juga berfungsi sebagai jaring pengaman yang memastikan bahwa kebijakan fiskal tidak memberatkan perekonomian.
Insentif ini juga bertindak sebagai stimulus yang memompa likuiditas ke pasar, mendorong aktivitas ekonomi, dan pada akhirnya akan menghasilkan basis pajak yang lebih luas dan lebih sehat di masa depan. Keseimbangan ini adalah kunci untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Tantangan peningkatan rasio pajak dan alokasi insentif pajak tidaklah saling bertentangan, melainkan saling melengkapi. Melalui kebijakan ini harapannya insentif diberikan secara selektif untuk sektor-sektor yang paling strategis, sementara penegakan pajak dilakukan secara adil dan efektif. Dengan demikian, pemerintah dapat mencapai target pendapatan negara tanpa mengabaikan daya dorong ekonomi yang bersifat mikro dan mendasar pada masyarakat.