Industri kesehatan di Indonesia bertransformasi seiring dengan meningkatnya kesadaran akan kesejahteraan fisik dan tantangan penyakit pascapandemi. Meski dihadapkan pada isu kenaikan biaya yang seringkali dipandang sebagai beban rumah tangga, pasar kesehatan nasional terus berekspansi.
Hal ini menciptakan ruang bagi para pelaku industri kesehatan untuk menghadirkan inovasi dan solusi layanan yang lebih komprehensif dan kompetitif. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai rata-rata pengeluaran kesehatan per kapita dalam sebulan masyarakat Indonesia menunjukkan tren naik setiap tahunnya.
Kenaikan paling signifikan terjadi pada periode 2024 ke 2025, dengan angka pengeluaran dari Rp 146.309 menjadi Rp 160.873 sebulan. Kenaikan sebesar 9,95% ini menyerap porsi yang lebih besar dari kantong masyarakat, yakni mencapai 10,25% dari total pengeluaran bulanan. Angka dua digit ini menandakan bahwa sektor kesehatan menjadi kebutuhan prioritas dalam anggaran rumah tangga.
Secara lebih rinci, pengeluaran kesehatan masyarakat saat ini masih terpusat pada biaya layanan pengobatan atau kuratif yang mengambil porsi sangat besar, yakni melebihi 70%. Alokasi biaya untuk penyembuhan ini bahkan meningkat dalam rentang tahun 2023 hingga 2025 dengan persentase kenaikan di kisaran 13-16%.
Hal tersebut menunjukkan ketergantungan yang tinggi pada fasilitas medis seperti rumah sakit dan klinik. Selain itu, pada tahun 2024, terjadi lonjakan biaya obat-obatan hingga 20,3%, mempertegas bahwa akses terhadap farmasi tetap menjadi pilar utama dalam ekosistem kesehatan nasional.
Struktur pengeluaran terlihat bergeser di tahun 2025. Terjadi peningkatan drastis pada biaya pelayanan pencegahan atau preventif sebesar 56,3% dari tahun sebelumnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat mulai sadar untuk berinvestasi sebelum jatuh sakit, beralih dari sekadar mengobati menjadi mencegah.
Perubahan sektor preventif ini memberikan angin segar bagi industri kesehatan untuk mengembangkan produk-produk seperti suplemen, layanan pemeriksaan kesehatan berkala (medical check-up), hingga teknologi pemantauan kesehatan mandiri.
Melihat data-data tersebut, tren kenaikan biaya kesehatan membuka peluang pelaku industri kesehatan. Tingginya angka belanja kuratif dan obat-obatan menunjukkan adanya permintaan pasar yang stabil dan pasti bagi penyedia layanan medis dan perusahaan farmasi.
Di sisi lain, tren peningkatan belanja preventif juga membuka ceruk pasar baru yang belum tergarap maksimal. Perusahaan kesehatan yang mampu mengintegrasikan layanan kuratif yang efisien dengan program preventif yang inovatif diprediksi akan memenangkan persaingan di pasar Indonesia.
Pertumbuhan industri kesehatan di Indonesia bukan hanya soal angka inflasi medis, melainkan tentang kemampuan industri dalam merespons kebutuhan masyarakat yang dinamis. Dengan porsi pengeluaran kesehatan yang telah menyentuh angka 10% dari total pengeluaran, masyarakat kini lebih kritis dalam memilih layanan.
Peluang ini harus dimanfaatkan oleh industri untuk meningkatkan kualitas layanan, digitalisasi sistem kesehatan, dan menyediakan solusi yang lebih terjangkau namun tetap berkualitas tinggi, guna menjaga ketahanan kesehatan nasional. Pengalaman pelayanan kesehatan yang semakin baik akan menahan langkah masyarakat untuk berobat ke luar negeri.