Bandara Internasional Bertambah, Promosi Wisata Harus Digencarkan

Pemerintah telah meningkatkan status lima bandara di Semarang, Bangka Belitung, Palembang, Banjarmasin, dan Pontianak menjadi bandara internasional, sehingga totalnya menjadi 22.

Bandara Internasional Bertambah, Promosi Wisata Harus Digencarkan
Foto: Anna Gru / Unsplash

Pemerintah telah meningkatkan status 19 bandara menjadi bandara internasional, sehingga kini totalnya menjadi 36. Keputusan ini menindaklanjuti arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memaksimalkan pendapatan di sektor pariwisata.

Namun, muncul pertanyaan: apakah penambahan bandara internasional akan memberikan dampak yang diharapkan?

Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani menyambut baik penambahan bandara dengan status internasional di Indonesia. Menurutnya, langkah ini membuka lebih banyak akses dan berpotensi meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan secara signifikan.

“Penambahan bandara itu menambah fasilitas, menambah akses untuk masuk ke Indonesia. Jadi, itu tentunya akan meningkatkan kunjungan wisatawan,” ujarnya kepada SUAR, Senin (11/8/2025).

Meskipun demikian, Hariyadi menekankan pentingnya peran aktif dari pemerintah daerah dan pelaku usaha pariwisata setempat agar status internasional tersebut tidak dicabut kembali. Ia mencontohkan, bandara-bandara internasional sebelumnya sempat ditutup karena jumlah penerbangan yang minim. Hal ini tidak boleh terjadi lagi.

“Kuncinya ada di bandara. Tapi kalau mereka (pelaku usaha di daerah) sendiri tidak bisa mendatangkan tamu, akhirnya dicopot lagi status internasionalnya,” jelasnya.

Hariyadi menjelaskan bahwa kesuksesan suatu daerah wisata sangat bergantung pada promosi dan penyelenggaraan acara (event). Ia membandingkan kondisi di Danau Toba dan Sabang. Berdasarkan laporannya, kunjungan wisatawan di Danau Toba mengalami penurunan.

Sebaliknya, kunjungan wisatawan di Sabang justru mengalami peningkatan. Hariyadi mengungkapkan bahwa hal ini terjadi karena pelaku usaha pariwisata di Sabang sangat gencar melakukan promosi. Padahal, daya tarik utama Sabang lebih terbatas, yaitu hanya aktivitas menyelam (diving).

“Di Sabang naik, kenapa? Karena si pengusaha pariwisatanya di Sabang ini mereka rajin berpromosi. Padahal kan Sabang lebih susah, karena dia kan hanya diving saja,” katanya.

Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Hariyadi Sukamdani, (Sumber:Dok.Pribadi)

Di sisi lain, pengamat penerbangan Alvin Lie menjelaskan data yang dianalisis oleh Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (APJAPI) yang menunjukkan bahwa banyaknya bandara berstatus internasional saat ini tidak efektif dalam mendatangkan wisatawan asing. Analisis data pergerakan WNA periode 2023 hingga Mei 2025 menunjukkan 90% penumpang asing hanya terpusat di dua bandara: Soekarno-Hatta (CGK) dan Ngurah Rai (DPS).

Menurutnya, kontribusi Ngurah Rai rata-rata di atas 66% per tahun, sementara Soekarno-Hatta menyumbang sekitar 24%. Bandara lain seperti Juanda dan Kualanamu hanya memiliki kontribusi konsisten 1%–3%. Bahkan Bandara Yogyakarta (YIA) hanya mencapai di atas 1% pada tahun 2023.

"Memang disparitasnya sangat lebar. Menunjukkan bahwa keberadaan bandara-bandara internasional lainnya tidak efektif datangkan tamu asing," ujarnya kepada Suar, (9/8/2025).

Ia menjelaskan, masalah utama adalah daerah-daerah tersebut tidak mempromosikan potensi dan atraksi wilayahnya di negara-negara yang dilayani penerbangan langsung. Ia mempertanyakan bagaimana wisatawan akan tertarik datang jika mereka tidak mengetahui daya tarik daerah tersebut. "Ini bukti bahwa banyaknya bandara internasional tidak bermanfaat datangkan tamu asing. Hanya memfasilitasi WNI ke luar negeri," ujarnya.

Ia menambahkan, sebagian besar bandara internasional hanya melayani rute ke Singapura dan Kuala Lumpur. "Hal ini menjadikan bandara-bandara kita hanya sebagai feeder atau pengumpan bagi bandara Changi dan KLIA," jelasnya.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa, menjelaskan bahwa kebijakan ini adalah bagian dari implementasi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, yang berfokus pada pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Lukman, penambahan ini bukan hanya sekadar jumlah, melainkan upaya konkret untuk membuka akses internasional ke daerah-daerah.

 “Penetapan bandar udara internasional dilakukan secara terukur, dengan mempertimbangkan kesiapan infrastruktur, potensi angkutan udara luar negeri, serta keterkaitan dengan sistem transportasi antarmoda. Ini adalah langkah konkret dalam pemerataan akses udara internasional yang aman, andal, dan kompetitif,” jelas Lukman.

Melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 26 dan KM 30 Tahun 2025, lima bandara yang kini berstatus internasional adalah:

  • Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II di Palembang.
  • Bandar Udara H.A.S. Hanandjoeddin di Bangka Belitung.
  • Bandar Udara Jenderal Ahmad Yani di Semarang.
  • Bandar Udara Syamsuddin Noor di Banjarmasin.
  • Bandar Udara Supadio di Pontianak.

Setelah itu, Kementerian Perhubungan menambah lagi jumlah bandara berstatus internasional dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 37 Tahun 2025 dan KM 38 Tahun 2025. Kini total ada 36 bandara berstatus internasional.

Menanggapi rencana pemerintah, Alvin Lie mengusulkan agar pemerintah mewajibkan daerah yang memiliki bandara internasional untuk melakukan promosi secara konsisten dan berlanjut di luar negeri.

“Jadikan itu syarat penetapan bandara sebagai bandara yg melayani rute internasional. Kalau tidak promosi, tidak usah inter-interan,” ungkapnya.