Tumbuh Pesat, Sepatu Made In Indonesia Laris di Pasar Global

Sebanyak 20.000 pasang sepatu Converse akan diekspor ke Amerika dan Australia oleh PT Yih Quan Footwear Indonesia, menandakan industri manufaktur alas kaki masih tumbuh signifikan

Tumbuh Pesat, Sepatu Made In Indonesia Laris di Pasar Global
Pengunjung melihat sepatu di salah satu gerai pusat perbelanjaan saat berlangsung program Semarang Great Sale (Semargres) 2025 di Semarang, Jawa Tengah, Minggu (3/8/2025). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/tom.
Table of Contents

Di tengah situasi ekonomi global yang tidak menentu dan maraknya kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor manufaktur nasional, sepenggal kisah optimistis justru datang dari industri alas kaki. Diprediksi, sektor bisnis ini akan tetap tumbuh signifikan.

Selama enam bulan pertama tahun 2025, industri alas kaki menunjukkan performa impresif dengan mencatatkan lonjakan ekspor setinggi 13,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal itu disampaikan Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, saat melepas ekspor sepatu produksi PT Yih Quan, di Kawasan Ekonomi Khusus Industropolis Batang, pekan lalu, yang dikutip SUAR dari keterangan resmi.

Sementara itu, nilai ekspor alas kaki pada periode Januari—Juni 2025 menembus angka US$ 3,77 miliar atau setara dengan sekitar Rp 61,83 triliun pada kurs Rp 16.400 per dollar AS. Ini menunjukkan capaian daya saing produk lokal di pasar global.

Contohnya, PT Yih Quan Footwear Indonesia yang mengekspor sebanyak 20.000 pasang sepatu Converse senilai total US$ 160.000 dari KEk Industropolis Batang, Jawa Tengah tersebut. Perinciannya, pengiriman ke Amerika Serikat senilai US$ 100.000 dan ke Australia senilai US$ 60.000.

Converse merupakan brand dari Nike Inc asal Amerika Serikat, yang telah lama mempercayakan produksi produknya di Indonesia. PT Yih Quan Footwear Indonesia telah berhasil mengekspor produk Converse ke 37 negara dengan tujuan ekspor terbesar di lima negara. Yaitu, AS, Belgia, Meksiko, Kanada, dan Australia.

“Ekspor ini merupakan momentum yang menjadi bukti nyata kekuatan ekosistem industri alas kaki Indonesia, yang didukung oleh kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, kawasan industri Batang, asosiasi Aprisindo, dan buyer global seperti Nike,” kata Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang .

Berdasarkan keterangan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), pada kuartal kedua 2025, sektor Industri kulit dan alas kaki mencatat pertumbuhan yang pesat sebesar 8,31%, jauh melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 5,12%. Hingga Februari 2025, industri ini telah menyerap 921.000 tenaga kerja, meningkat 35% dari tahun sebelumnya.

Lebih lanjut, Agus Gumiwang mengungkapkan, sepanjang Januari hingga Agustus 2025, ada 18 perusahaan alas kaki skala besar yang berinvestasi senilai Rp 10 triliun. Investasi ini, menurutnya, diperkirakan akan menambah kapasitas produksi secara signifikan dan menciptakan lebih dari 100.000 lapangan kerja baru. 

Indonesia saat ini menempati posisi ke-6 eksportir alas kaki dunia dengan pangsa pasar hampir 4% global. Negara dengan populasi terbesar di ASEAN ini berhasil menurunkan tarif resiprokal ekspor alas kaki ke Amerika Serikat – dari 32% menjadi 19% – yang merupakan tarif terendah di antara negara-negara ASEAN.

Menurut Agus, penurunan tarif resiprokal tersebut membuka peluang strategis untuk semakin memperkuat daya saing ekspor produk Indonesia.

Agus menyatakan, di tengah tantangan tarif dan non-tarif yang dihadapi saat ini, ekspor sepatu Converse ke Amerika Serikat menjadi bukti penting keberlanjutan ekspor besar Indonesia ke pasar tersebut.

Agus menyatakan, di tengah tantangan tarif dan non-tarif yang dihadapi saat ini, ekspor sepatu Converse ke Amerika Serikat menjadi bukti penting keberlanjutan ekspor besar Indonesia ke pasar tersebut.

Pada periode semester pertama tahun lalu, nilai ekspor alas kaki Indonesia ke AS mencapai US$ 1,03 miliar, atau hampir 50% dari total ekspor alas kaki nasional. Hal ini menunjukkan peran besar pasar Amerika Serikat bagi industri alas kaki dalam negeri.

Belum semua pengusaha berhasil

Hanya, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Alas Kaki Nusantara (Hipan), David Chalik, menyatakan, tidak semua pengusaha bisa merasakan manisnya ekspor ke luar negeri di saat ada pergerakan ekspor yang positif dari merek global ternama, seperti Nike, Puma, dan Adidas yang beroperasi di Indonesia.

“Perlu diketahui ekspor yang bergerak itu hanya milik brand luar. Nike, Puma, Adidas itu masih bergerak karena memang mereka pemilik brand besar di mana negara asal brand tersebut juga lumayan permintaannya, khususnya di Amerika,” ujar David kepada SUAR (26/8/2025). 

Di sisi lain, menurut David, ekspor sepatu pun kini menghadapi ketidakpastian seiring dengan kebijakan tarif impor Amerika Serikat. Kondisi ini membuat pengusaha memilih untuk wait and see.

Toh, David optimistis bahwa ke depannya, industri alas kaki akan semakin membaik. Ia tidak menampik bahwa industri secara keseluruhan belum tumbuh secara signifikan.

Bagaimana dengan industri di dalam negeri? "Masih berjalan di tempat. Untuk pasar retail, baik di harian maupun e-commerce, itu tidak tumbuh secara signifikan. Akhirnya kita stuck di tempat," jelassnya.

Menanggapi tantangan yang ada, David Chalik memberikan beberapa saran konstruktif yang bisa menjadi kunci pertumbuhan industri.

  • Pemerintah dapat memperkuat pengawasan terhadap praktik impor dumping sepatu jadi. 
  • Pemerintah melonggarkan aturan impor untuk komponen pendukung produksi, seperti impor outsol, textile upper, dan kulit sintetik, sehingga para produsen lokal dapat meningkatkan efisiensi dan inovasi. 
  • Menggalakkan program kredit industri padat karya (KIPK) dengan peruntukan yang menyasar produsen kelas menengah.

Chalik mengakui, program KIPK itu sudah mulai digerakkan sejak tahun lalu dan sudah berjalan di industri sepatu kelas besar untuk mendukung penanaman modal asing. "Dan, sejak saat ini sudah mulai di switch ke industri sepatu kelas menengah," kata Chalik .

Ia berharap, dengan adanya akses permodalan yang lebih mudah, para pelaku industri sepatu kelas menengah bisa memperluas usaha, meningkatkan kapasitas produksi, dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.

Angin segar

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, mengamini peningkatan signifikan pada pertumbuhan ekspor alas kaki di semester pertama 2025. Peningkatan ekspor ini, menurut Faisal, dapat menjadi angin segar bagi perekonomian nasional.

“Saya lihat memang ada peningkatan atau percepatan pertumbuhan ekspor alas kaki pada semester satu tahun ini. Dan ini memang bisa jadi satu sinyal bagus di tengah tekanan ekonomi global,” ujar Faisal kepada SUAR (23/8/2025).

Faisal memerinci data pertumbuhan ekspor alas kaki dan sepatu pada semester sepatu tahun 2025 paling signifikan terjadi ke Benua Amerika dan Eropa. Namun, Faisal juga mencatat bahwa tren positif ini tidak berlaku untuk pasar Asia Timur, yang cenderung mengalami stagnasi. Satu-satunya pengecualian adalah ekspor ke Korea Selatan yang menunjukkan peningkatan.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, (Sumber:Dok.Pribadi).

Meskipun demikian, Faisal mengingatkan bahwa lonjakan ekspor ke Amerika Serikat di semester pertama bisa jadi merupakan fenomena front-loading, karena para eksportir mengantisipasi kenaikan tarif impor yang akan diberlakukan oleh AS.

Meskipun tarif resiprokal sebesar 19% sudah diumumkan, penerapannya belum efektif di semester pertama. “Mereka mengantisipasi kenaikan tarif impor yang akan diberlakukan oleh Amerika ke depan,” jelas Faisal.

Namun, ia juga menambahkan bahwa peningkatan ekspor di beberapa negara lain, seperti di Eropa, Australia, dan Korea. Ini menunjukkan bahwa permintaan global untuk produk alas kaki masih cukup kuat.

Ke depan, tantangan utama yang harus dihadapi adalah mengantisipasi berbagai hambatan perdagangan, baik dalam bentuk tarif maupun non-tarif. Faisal berharap pasar alas kaki global akan terus membaik, yang pada gilirannya akan menarik lebih banyak investasi ke sektor ini di Indonesia.

Mengenai pasar Eropa, Faisal melihat adanya peluang besar dengan disepakatinya perjanjian Indonesia-EU CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement). Dalam catatan SUAR, ini membuat bea masuk produk alas kaki Indonesia ke Eropa 0%, sementara produk negara lain masih terkena bea masuk 9%–15%.

Meskipun perjanjian ini belum efektif, Faisal meyakini bahwa Indonesia-EU CEPA akan berdampak pada penurunan tarif, sehingga penetrasi pasar ekspor alas kaki Indonesia ke Uni Eropa akan semakin kuat. “Mestinya ke depan ini bisa berdampak terhadap penurunan tarif dan juga non-tarif,” ungkap Faisal.

Beberapa waktu lalu, kepada awak media Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko juga merasa optimistis ekspor alas kaki bakal cerah. Sepanjang 2024, nilai ekspor alas kaki tembus US$ 7 miliar.

"Tahun ini, target kenaikannya 7%–8% dengan nilai US$ 7,5 miliar," ujar Eddy.