Suasana Baru, Toko Buku Ini Menjelma Jadi Ruang Bertukar Cerita

Gramedia Jalma menawarkan pengalaman berbeda bagi pengunjung. Tak hanya sarana untuk membeli buku, melainkan tempat untuk berinteraksi dengan sesama.

Suasana Baru, Toko Buku Ini Menjelma Jadi Ruang Bertukar Cerita
Suasana di dalam toko buku Gramedia Jalma, Melawai, Jakarta Selatan, Senin (08/09/2025). Foto: SUAR/Chris Wibisana
Table of Contents

Toko buku di pusat pertokoan Melawai ini biasanya dipenuhi rak dengan buku terjajar rapi menjorok ke dalam rak. Ada bagian berbagai kategori, mulai dari rak untuk buku pelajaran, buku diskon, majalah, hingga perlengkapan tulis.

Musik yang lembut sering diputar sebagai latar, serta cahaya lampu dibuat hangat dan tidak menyengat, sehingga pengunjung betah berlama-lama untuk sekadar membaca dan memilih buku.

Namun kini, Gramedia Melawai Jakarta Selatan hadir dengan wajah baru dan nama baru. Yaitu, Gramedia Jalma. Hadir dengan mengusung konsep retail experience, Gramedia Jalma menghadirkan ruang yang tidak digunakan hanya untuk bertransaksi membeli buku melainkan untuk ruang hidup dan berinteraksi dengan sesama.

Ketika Tim SUAR berkunjung, rak buku yang didominasi dari kayu menyambut. Berbagai buku dengan sampul warna warni dipajang.

Buku-buku tidak disusun dalam rak, tapi disebar di setiap sudut dan dinding. Lampu yang tadinya didominasi warna putih kini juga berubah menjadi terang berwarna kuning membuat senada rak kayu coklat muda dan cat interior abu-abu disekitarnya.

Di sana-sini, tersedia kursi, sofa, hingga bean bag untuk duduk membaca. Di sudut lain, ada meja-kursi tempat bekerja, ruang diskusi yang lapang, dan aroma kopi mencuri-curi masuk ke hidung dari sebuah gerai di sebelah toko.

Hal tersebut disinyalir untuk mengikuti pergeseran selera membaca dari berbagai generasi, termasuk generasi Z yang seringkali mencari pengalaman dari segala aktivitasnya.

Pendekatan inovatif yang fokus mengubah product-based consumption menjadi experience-based consumption terbukti berhasil sebagai kiat menyesuaikan perubahan preferensi belanja segmen pelanggan usia muda.

Salah satu toko buku kesohor pada zaman kejayaan Blok M pada tahun 1990-an itu mulai resmi membuka pintu perubahannya pada awal Juli 2025. Gramedia Jalma mengemban misi mengubah toko buku menjadi ruang interaksi dan tempat bercerita.

"Fokus kita selain menjual buku dan alat tulis adalah building community. Maka itu, di Jalma ini kami menyediakan creative space. Orang-orang selain baca buku, bisa juga jadi tempat diskusi," ujar Lydia Kamala, salah seorang book advisor Jalma kepada SUAR, Senin (08/09).

"Fokus kita selain menjual buku dan alat tulis adalah building community. Maka itu, di Jalma ini kami menyediakan creative space. Orang-orang selain baca buku, bisa juga jadi tempat diskusi," ujar Lydia Kamala.

"Di Jalma ada acara setiap minggu, itu terbukti sangat membangun komunitas. Itu juga sebabnya kita menarget Gen Z dan millenials untuk datang dan menjadikan tempat ini titik temu," lanjutnya.

Senada dengan Kamala, Store Experience Coordinator Jalma Andy Waluya Wartja menegaskan bahwa sebagai wajah baru Gramedia, outlet Jalma tidak hanya dirancang memiliki visual yang memikat, melainkan juga menarik secara narasi.

Sejumlah pelanggan memanfaatkan creative space Gramedia Jalma untuk bekerja, membaca, dan berdiskusi. Foto: SUAR/Chris Wibisana

"Kami membangun narasi dari mulai pintu masuk sampai pintu keluar di belakang. Kita buat titik tengahnya di ruang hangat berupa creative space yang bisa menjadi tempat berkumpul, tempat berdiskusi penulis, pembaca, dan komunitas," ujarnya.

"Kami membuat sudut baca untuk anak-anak, sudut untuk kawan-kawan yang datang hanya untuk membaca. Dari segi keruangan, sisi-sisi kecil yang ada ini berpusat di titik tengah, yaitu di creative space sebagai ruang kebersamaan," kisah Andy.

Perubahan yang menantang

Kamala mengakui, mengubah citra sebuah toko buku legendaris menjadi ruang diskusi yang terbuka, ramah, dan inklusif untuk semua orang bukan tugas yang mudah.

Telah beberapa kali dia menghadapi pengunjung yang kecewa karena masih mengingat Jalma sebagai Gramedia Melawai dengan koleksi buku-buku pelajaran dan alat tulis kantor serba lengkap, tetapi perubahan konsep mengakibatkan sebagian buku-buku itu dipindahkan ke outlet lain.

"Untuk mengatasi kekecewaan pelanggan itu, kami berusaha menjelaskan adanya perubahan konsep toko menjadi experience-based dan menjadi tempat diskusi," papar Kamala.

"Beberapa minggu lalu, kami mengadakan bedah buku Menjadi Indonesia, dan itu pesertanya sampai 100 lebih di creative space. Saya senang karena banyak anak muda yang peduli isu ini, dan antusiasme mereka ternyata tinggi sekali," cetus Kamala.

Salah seorang pelanggan Jalma mengakui adanya perubahan itu cukup mengecewakan awalnya. Eca, mahasiswi yang datang jauh-jauh ke Jalma dari Karawang, Jawa Barat, misalnya tidak menemukan buku pelajaran bahasa Inggris yang dia cari, walau dia menemukan buku lain yang lebih bagus dan memikat.

"Buku-buku pelajaran yang dulu ada sebaiknya dikembalikan. Dengan suasana yang nyaman dan vibes seperti ini, sangat disayangkan jika koleksi yang pernah ada justru ditiadakan," ujar Eca kepada SUAR yang hanya berkenan disebutkan nama panggilnya itu.

Kekecewaan pelanggan lama itu, alih-alih mengendurkan semangat, justru menjadi pelecut untuk Jalma berkembang menjadi lebih baik dan menyasar segmen pelanggan muda lebih luas.

Kekecewaan pelanggan lama itu, alih-alih mengendurkan semangat, justru menjadi pelecut untuk Jalma berkembang menjadi lebih baik dan menyasar segmen pelanggan muda lebih luas.

Sebagai manajer, Andy menyatakan dia sangat terbuka kepada pelanggan yang memberikan masukan untuk menambah koleksi judul tertentu, atau menerima usul agenda kegiatan yang dapat diadakan di Jalma setiap bulannya.

"Jalma bukan hanya menghadirkan diskusi klub buku, karena kami yakin literasi bukan hanya baca dan tulis. Kami membuka juga kemungkinan sangat luas untuk acara musik, acara anak-anak, serta kolaborasi penulis dan pembaca," ungkapnya.

"Jalma ingin hadir tidak hanya sebagai toko buku, tetapi juga ruang hangat tempat bertemunya orang-orang yang ingin dan haus akan pengalaman, perkenalan, perjumpaan, dan sebagai manusia," ujar Andy.

Penguatan media sosial menjadi salah satu cara Andy dan kawan-kawan untuk menjawab kebutuhan pelanggan secara konkret. Pada bulan September ini, misalnya, Jalma mengusung tema "Liter-Aksi" yang mengombinasikan kegiatan baca-tulis dengan produk kerajinan dan karya seni lokal yang artistik dan perlu didukung.

"Literasi yang ingin kami hadirkan adalah literasi yang kuat, tetapi juga menyatu dengan berbagai ekspresi karya seni dalam satu panggung yang meriah. Tidak lupa, kami juga rajin update di media sosial supaya teman-teman tidak ketinggalan acara yang sudah dan akan kami selenggarakan," ungkap Andy.

Tanggap membaca tren

Kemampuan Gramedia Jalma untuk mentransformasikan toko buku menjadi ruang bercerita dan ruang diskusi yang inklusif sesungguhnya menjawab kebutuhan milenial dan Generasi Z yang semakin memerlukan ruang publik terbuka tempat berinteraksi, membangun komunitas, dan berjejaring secara informal.

Perkembangan belanja dan tren perilaku konsumsi masyarakat, secara khusus milenial dan Generasi Z, juga menjadi faktor penting yang menyebabkan transformasi toko buku seperti Jalma terjadi.

Penelitian Office of Chief Economist Bank Mandiri bulan Agustus 2025 menyatakan resiliensi belanja Generasi Z dan Milenial antara lain memprioritaskan sports, hobby, and entertainment sebagai salah satu pengeluaran utama mereka.

Tidak hanya menikmati produk-produk tersier sebagai salah satu prioritas, Gen Z dan milenial juga berkontribusi dalam meningkatkan belanja experience-based ketimbang belanja product-based. Mereka mencari pengalaman, suasana, dan nuansa yang menyenangkan, bukan hanya produk yang memenuhi keinginan mereka.

"Meski pertumbuhan belanja di kuartal ketiga 2025 lebih rendah karena tidak adanya libur besar, kami memperkirakan sebagian komponen belanja segmen pelanggan muda seperti sports, hobby, and entertainment akan tumbuh lebih baik, seperti halnya restoran dan bahan bakar kendaraan," simpul penelitian tersebut.

Author

Chris Wibisana
Chris Wibisana

Macroeconomics, Energy, Environment, Finance, Labor and International Reporters