Stimulus Relaunched, Government Targets New Recipients and Fresh Graduates

Starting October 20, the government will implement a paid internship program with 20,000 participants. The second wave, which will be held next month, will have an additional 80,000 participants.

Stimulus Relaunched, Government Targets New Recipients and Fresh Graduates
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto didampingi Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor, dan Kepala Badan Komunikasi Pemerintah Angga Raka Prabowo mengumumkan pengumuman stimulus ekonomi di Kantor Pos Cikini, Jakarta, Jumat (17/10/2025). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/YU

Pemerintah kembali meluncurkan stimulus ekonomi dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai Sosial Kesejahteraan Rakyat (BLTS Kesra) dan program magang bagi lulusan perguruan tinggi. Menyasar segmentasi masyarakat yang sama sekali belum pernah menerima dan sarjana anyar, stimulus senilai Rp30 triliun ini diharapkan mendongkrak daya beli di kuartal keempat 2025.

Peluncuran tersebut dilaksanakan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, didampingi sejumlah pejabat Kabinet Merah Putih di Kantor Pos Cikini, Jakarta, Jumat (17/10/2025). Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor, dan Kepala Badan Komunikasi Pemerintah Angga Raka Prabowo turut mendampingi Airlangga dalam kesempatan tersebut.

Airlangga menyatakan, penambahan BLTS tersebut ditujukan kepada 35.046.783 keluarga penerima manfaat, yang diharapkan dapat menjangkau 140 juta penerima dengan asumsi 1 keluarga penerima terdiri dari ayah, ibu, dan dua anak.

Dari jumlah penerima tersebut, 18,3 juta penerima manfaat akan memperoleh bantuan melalui Himbara, sementara 17,2 juta penerima melalui PT. Pos Indonesia terhitung hari Senin, 20 Oktober 2025.

"Hari ini akan diserahkan kepada 50 orang yang belum pernah mendapatkan bantuan sebelumnya. Mereka terkategori desil 1-4 berdasarkan Data Tunggal Sosial-Ekonomi Nasional, dan tambahan BLT ini di luar BLT reguler yang disalurkan Kementerian Sosial kepada 20,88 juta penerima manfaat setiap bulan melalui Program Keluarga Harapan," ujar Airlangga.

Melengkapi keterangan Airlangga, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan program ini merupakan bagian dari upaya pemerintah mencari jalan keluar terhadap masalah pengangguran usia muda yang terjadi karena pengalaman kerja menjadi persyaratan lazim untuk dapat memperoleh pekerjaan tetap.

"Kalau kita tidak memiliki terobosan, adik-adik yang mencari pekerjaan tidak akan memperoleh dan terus kesulitan karena syarat pengalaman. Kalau pekerjaan bagus, bisa juga nanti lanjut bekerja di perusahaan tersebut," tukas Prasetyo.

Bagi pemerintah, ini bukan sekadar program kerja. Ia adalah stimulus ekonomi sekaligus strategi politik tenaga kerja: menahan laju pengangguran, menjaga daya beli, dan mempercepat transisi Gen Z ke dunia industri. 

Magang bergaji

Pemerintah resmi meluncurkan Program Magang Lulusan Perguruan Tinggi (Magang Bergaji) sebagai bagian dari paket stimulus ekonomi kuartal IV tahun 2025. Program ini dirancang bukan sekadar memberi uang saku, melainkan membuka jalan baru bagi para lulusan muda agar lebih siap menghadapi dunia kerja formal.

Airlangga Hartarto menyebut, hingga pertengahan Oktober, sebanyak 1.666 perusahaan telah membuka 26.181 lowongan, dengan lebih dari 156 ribu pelamar terdaftar.

“Tujuannya agar memberikan pengalaman kerja bagi para lulusan baru, baik itu di dunia usaha, industri, maupun BUMN. Ini untuk mendorong penciptaan lapangan kerja produktif di berbagai sektor,” kata Airlangga.

Program ini akan berjalan dalam dua gelombang. Gelombang pertama dimulai pada 20 Oktober dengan 20 ribu peserta, sementara gelombang kedua dijadwalkan bulan depan dengan tambahan 80 ribu peserta.

Setiap peserta akan mendapat uang saku bulanan sesuai standar daerah dan jaminan sosial seperti jaminan kehilangan pekerjaan serta jaminan kematian (JKM). Selain pengalaman, para peserta magang menerima uang saku per bulan dengan besaran setara uang saku kabupaten/kota, serta iuran JKM, dengan tidak memotong uang saku yang diberikan pemerintah.

“Dan itu tidak memotong uang saku yang diberikan oleh pemerintah,” tambah Airlangga.

Menargetkan total 100 ribu peserta hingga akhir tahun 2025, Airlangga menyampaikan inisiatif ini merupakan arahan langsung dari Presiden RI Prabowo Subianto untuk mempercepat penyerapan tenaga kerja sekaligus memperkuat daya saing lulusan perguruan tinggi di dunia industri. 

“Tujuannya agar memberikan pengalaman kerja bagi para lulusan baru, fresh graduate, baik itu di dunia usaha, industri, dan BUMN, termasuk lembaga pemerintah dan Bank Indonesia,” jelasnya.

Tak hanya sektor swasta, berbagai perguruan tinggi juga ikut terlibat dalam menyiapkan calon peserta magang sekaligus merancang kurikulum kerja yang sesuai dengan kebutuhan industri. Di antaranya, Universitas Indonesia (UI), Universitas Negeri Jakarta (UNJ), dan Universitas Pancasila telah menyatakan partisipasinya. 

Secara ekonomi, langkah ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat di tengah perlambatan konsumsi domestik. Bersama program BLT tambahan untuk 35 juta keluarga, pemerintah menargetkan efek berantai yang memperkuat konsumsi rumah tangga, terutama dari kalangan muda. 

Airlangga berharap, kolaborasi lintas sektor ini dapat menjadi pemicu lahirnya lapangan kerja yang lebih produktif dan membantu lulusan muda beradaptasi lebih cepat dengan dunia kerja formal.

Suara dunia usaha

Bagi dunia usaha, kebijakan ini bukan hal baru, melainkan kelanjutan dari upaya panjang menjembatani skill gap antara kampus dan industri, yang selama ini berjalan di dua rel berbeda.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Bob Azam, menilai program ini baik karena sudah pernah diinisiasi APINDO sejak 2016, tetapi kerap tidak berkelanjutan. 

Bob Azam mencontohkan magang merdeka yang pernah dijalankan di era Nadiem, meski memang butuh penyempurnaan. “Masalahnya di Indonesia itu ganti menteri, ganti kebijakan. Jadi nggak tuntas,” ujarnya kepada Suar, Minggu (19/10/2025).

Senada, Shinta Widjaja Kamdani, Ketua Umum APINDO memandang program ini sebagai langkah positif yang patut diapresiasi. “Pemagangan membantu para fresh graduate membangun pengalaman kerja praktis dan memahami budaya industri,” katanya melalui keterangan tertulis pada Suar, Minggu (19/10/2025).

Dari sisi bisnis, perusahaan juga diuntungkan karena bisa menilai potensi tenaga kerja sejak dini dan membangun talent pipeline yang lebih efisien.

“Efek jangka pendeknya, uang saku dan aktivitas magang juga bisa menambah daya beli peserta dan mendukung perekonomian,” ujar Shinta menerangkan efek makronya. 

Selama enam bulan pemagangan, perusahaan bisa menilai kemampuan teknis, etos kerja, dan kecocokan peserta dengan kebutuhan organisasi. “Keadilan dan relevansi adalah kunci agar peserta yang masuk benar-benar sesuai dengan kebutuhan industri,” tegasnya

Namun, Shinta menekankan pentingnya transparansi dan perlindungan peserta. Menurutnya, seleksi peserta harus berbasis kompetensi dan non-diskriminatif. Dunia usaha siap memastikan pemagangan berjalan sesuai aturan, dengan standar keselamatan kerja dan pendampingan yang memadai. Dengan begitu, magang tak berubah menjadi bentuk baru eksploitasi tenaga kerja muda.

Meski begitu, APINDO menyadari bahwa program magang bukan solusi tunggal untuk persoalan pengangguran. Pemagangan lebih tepat dipandang sebagai fase transisi yang membantu lulusan muda lebih siap memasuki pasar kerja formal.

“Meskipun demikian, penciptaan lapangan kerja formal dalam skala luas tetap membutuhkan dukungan kebijakan yang lebih fundamental, termasuk penguatan sektor industri padat karya,” Shinta menambahkan. 

Ke depan, keberlanjutan menjadi kunci. Bagi pelaku usaha, keberhasilan program ini tidak hanya diukur dari berapa banyak peserta magang, tetapi seberapa banyak yang akhirnya terserap menjadi karyawan tetap. Pemerintah pun diharapkan memberikan dukungan lanjutan berupa pelatihan tambahan, sertifikasi kompetensi, atau fasilitasi penempatan kerja.

“Harapannya, magang tidak berhenti di status sementara, tapi menjadi pintu masuk menuju pekerjaan formal,” kata Shinta.

Read also:

Paid internship program to curb unemployment among educated people
Pemerintah membuka pendaftaran program Magang Bergaji untuk “fresh graduate” mulai 15 Oktober nanti. Hal ini menyusul pasca diundangkannya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 8 Tahun 2025 pada akhir September lalu.

Sebagai mitra strategis pemerintah, APINDO berkomitmen aktif dalam penyusunan pedoman teknis, verifikasi kesiapan perusahaan, hingga pengawasan pelaksanaan di lapangan. Kolaborasi erat antara dunia usaha, lembaga pendidikan, dan pemerintah dipercaya menjadi kunci keberhasilan program ini.

“Kalau dijalankan konsisten, pemagangan bisa menjadi instrumen penting untuk meningkatkan kualitas SDM dan memperkuat daya saing ekonomi Indonesia secara berkelanjutan,” tutupnya.

Catatan ekonom

Dari sisi ekonomi, program magang bergaji ini membawa potensi ganda: mengurangi pengangguran muda sekaligus menjaga konsumsi kelompok menengah.

Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda menyebut, pemberian uang saku sebesar Rp3,3 juta per bulan selama enam bulan bisa menjadi game changer bagi Gen Z yang belum bekerja.

“Program ini mampu mendongkrak pendapatan kelas menengah muda yang tengah menganggur. Dampaknya positif terhadap daya beli,” ujarnya kepada Suar, Minggu (19/10).

Menurut Huda, keunggulan program ini terletak pada model kemitraannya dengan perusahaan langsung. “Dengan adanya bantuan dari pemerintah, perusahaan lebih ringan menanggung biaya magang, sehingga skala program bisa diperluas,” jelasnya. Ia menilai pendekatan seperti ini lebih efektif dibanding pelatihan bersertifikat yang sering kali tidak terhubung dengan kebutuhan riil dunia kerja.

Namun, ia juga memberi rambu-rambu. “Permasalahannya adalah keberlanjutan pekerjaan setelah magang selesai. Apakah ada jaminan mereka akan lanjut bekerja atau perusahaan hanya mencari anak magang baru yang lebih murah?” katanya. Ia khawatir sebagian perusahaan besar justru memanfaatkan program ini sebagai sarana pemenuhan kuota tanpa komitmen perekrutan.

Huda juga menyoroti aspek keadilan. Menurutnya, pemerintah perlu memperjelas posisi lulusan SMK dalam skema ini. “Padahal pengangguran tertinggi justru datang dari SMK yang disiapkan untuk langsung bekerja. Jadi seharusnya mereka juga diberi ruang,” ujarnya.

Ia mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam menentukan kriteria perusahaan penerima manfaat, agar tidak hanya menguntungkan perusahaan besar yang dekat dengan pusat kekuasaan.

Meski begitu, Huda tetap melihat peluang optimistis. Jika pemerintah mampu memastikan seleksi perusahaan yang adil, mekanisme evaluasi yang transparan, dan insentif yang tepat sasaran, maka program ini bisa menjadi model baru penyaluran stimulus yang langsung menumbuhkan produktivitas tenaga kerja.

“Ini bukan sekadar soal magang, tapi bagaimana menciptakan ekosistem kerja yang adil dan berkelanjutan,” tutupnya.

Read also:

Paid Internship Incentive: Companies Profit, Unemployment Reduced
The paid internship program allows fresh graduates to earn the minimum wage (UMP) for six months.

Di sisi lain, Eko Listiyanto, ekonom INDEF sepakat dengan pandangan Shinta APINDO. Ia menilai program pemagangan berbayar ini belum dapat menjadi solusi struktural terhadap pengangguran. Berdasarkan catatan INDEF, jumlah pengangguran lulusan sarjana saat ini masih berkisar di angka satu juta orang. Dengan target 100 ribu peserta, program ini belum menjawab sepenuhnya tantangan pasar tenaga kerja, terlebih karena sifatnya hanya sementara.

“Setelah magang, para peserta tetap harus masuk ke pasar kerja,” ujar Eko. “Dari sisi positifnya, kebijakan ini bisa membantu mengurangi kesenjangan antara dunia pendidikan dan kebutuhan industri. Tapi upaya pemerintah harus lebih besar pada memperbanyak kesempatan kerja yang sesungguhnya.”

Menurutnya, kebijakan magang bergaji ini lebih tepat dipandang sebagai solusi jangka pendek, memberi lulusan muda penghasilan sementara, pengalaman kerja, dan keterampilan tambahan yang bisa meningkatkan peluang mereka di dunia kerja. Namun tanpa penciptaan lapangan kerja baru, kebijakan ini tidak akan cukup menjawab akar persoalan pengangguran.

“Program magang bisa jadi pelengkap,” lanjut Eko, “tapi kewajiban utama pemerintah tetaplah menciptakan lapangan kerja formal yang berkelanjutan.”

Meski begitu, Huda tetap melihat peluang optimistis. Jika pemerintah mampu memastikan seleksi perusahaan yang adil, mekanisme evaluasi yang transparan, dan insentif yang tepat sasaran, maka program ini bisa menjadi model baru penyaluran stimulus yang langsung menumbuhkan produktivitas tenaga kerja. “Ini bukan sekadar soal magang, tapi bagaimana menciptakan ekosistem kerja yang adil dan berkelanjutan,” tutupnya.

Author

Chris Wibisana
Chris Wibisana

Macroeconomics, Energy, Environment, Finance, Labor and International Reporters