Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat terperosok turun dari titik psikologis 8.000. Namun, kini IHSG kembali naik dan bahkan diperkirakan akan terus naik karena sejumlah sentimen positif.
Fluktuasi perdagangan di pasar saham yang tecermin dari gejolak IHSG dalam perdagangan pekan lalu dan perdagangan pekan ini memperlihatkan dinamika pasar modal yang aktif sekaligus volatil. Dari gejala ini, koreksi yang mungkin terjadi di sisa perdagangan pekan ini diperkirakan hanya akan bersifat teknis, sementara kepercayaan investor yang tetap terjaga mengirimkan sinyal ekonomi yang tetap aman terkendali.
IHSG pekan lalu menunjukkan pelemahan sebesar 2,57% ke angka 7.906 pada penutupan perdagangan hari Jumat (17/10/2025). Angka ini berhasil rebound 2,19% ke angka 8.115 pada pembukaan perdagangan hari Senin (20/10/2025) dan mengalami kenaikan secara stabil. Mutakhir, perdagangan saham hari Selasa (21/10/2025) ditutup menguat 1,84% di angka 8.238,08.
Retail Equity Analyst Indo Premier Sekuritas Indri Liftiany Travelin Yunus menilai penguatan IHSG pekan ini terjadi setelah dalam perdagangan pekan lalu sempat menyentuh level all-time high di angka 8.288, tetapi ditutup melemah sebesar 4,14% dengan jual bersih asing di pasar reguler sebesar Rp4,2 triliun.
Berbagi pandangan dengan Indri, Analis Koneksi Kapital Indonesia Alfred Nainggolan menyatakan sejumlah faktor memengaruhi volatilitas IHSG yang terjadi dalam rentang 7.854-8.117 dalam perdagangan antara pekan lalu dan pekan ini. Meski demikian, Alfred menegaskan bahwa dari saham-saham yang menggerakkan volatilitas tersebut, dinamika lantai saham relatif masih wajar dan dapat dijelaskan.
“Koreksi IHSG hari Jumat lalu disumbang saham-saham DSSA, BREN, BRPT, CUAN, dan DCII yang memang menjadi kontributor utama IHSG ke angka 8.000-an. Pada hari Senin, saham-saham tersebut rebound bersamaan dengan kenaikan saham 4 bank besar, yakni BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI,” jelas Alfred saat dihubungi, Selasa (21/10/2025).
Adapun pada perdagangan Selasa, salah satu pendorong pasar yang bergairah dipicu oleh keputusan PT Bank Central Asia Tbk (kode saham: BBCA) untuk membeli kembali saham Perseroan (shares buyback) yang telah dikeluarkan dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Aksi korporasi ini dilakukan dalam rangka mendukung stabilitas harga saham di BEI.
"Periode shares buyback dimulai sejak 22 Oktober 2025 sampai 19 Januari 2026, yaitu maksimum selama periode 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Keterbukaan Informasi pada tanggal 20 Oktober 2025, kecuali diakhiri lebih cepat oleh Perseroan sebelum 19 Januari 2026 dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujar Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA.
Jumlah nilai shares buyback adalah sebesar-besarnya Rp5.000.000.000.000 (lima triliun rupiah). Pelaksanaan shares buyback ini tidak memiliki dampak material bagi kinerja keuangan dan kegiatan usaha Perseroan.
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, BCA senantiasa mematuhi prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan mematuhi segala peraturan/ketentuan yang berlaku.
Pengumuman yang dilakukan Senin yang dibarengi dengan paparan kinerja keuangan triwulan ketiga yang positif ini pun mendorong saham BBCA. Pada perdagangan Selasa, saham BBCA mencatat pembelian asing (net buy) senilai Rp1,3 triliun.
Tren kenaikan
Mengenai perkiraan perdagangan pekan ini, baik Indri maupun Alfred mengatakan, IHSG berpotensi menguat karena proyeksi pemangkasan BI Rate dan rilis data ekonomi penting Amerika Serikat.
"Pekan ini Bank Indonesia diperkirakan akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poins (bps) menjadi 4,5%. Pemangkasan tersebut akan menjadi salah satu sentimen utama yang memengaruhi pasar modal Indonesia pekan ini, bersamaan dengan rilis initial jobless claims dan proyeksi kenaikan tipis inflasi tahunan AS menjadi 3%," jelas Indri dalam keterangan tertulis yang diterima SUAR, Selasa (21/10/2025).
Sentimen pasar yang akan terjadi selama pekan ini, menurut Alfred, disebabkan dua faktor. Pertama, pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur BI pada hari Rabu, 22 Oktober 2025. Kedua, sisa-sisa momentum setahun pemerintahan Prabowo Subianto yang masih akan memengaruhi perdagangan pekan ini. Secara khusus dalam RDG BI Oktober 2025, konsensus pasar memperkirakan BI Rate akan kembali menurunkan suku bunga.
“Artinya positif terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi sekaligus menjadi sentimen yang sensitif bagi sektor perbankan. Namun, jika melihat dampak penurunan BI Rate sebelumnya terhadap IHSG, kenaikan di awal pekan ini relatif cukup tinggi, apalagi di tengah tren jual bersih asing yang masih terus berlangsung,” ujarnya.
Read also:
Alfred mengingatkan, terlepas dari kenaikan tersebut, koreksi tetap dapat berlangsung pada pekan ini akan mengingat potensi peningkatan saham pascapengumuman RDG BI cukup besar. Namun, sifat koreksi tersebut lebih bersifat teknis, menyusul penguatan signifikan di awal pekan ini.
Guna mengantisipasi koreksi yang mungkin dapat terjadi dalam perdagangan saham pekan ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan akan tetap melakukan pengawasan terhadap aktivitas pasar modal secara terukur, dengan memastikan parameter Auto Rejection Atas (ARA) dan Auto Rejection Bawah (ARB) tetap berfungsi optimal.
“Kalau menurut kami, koreksi kemarin masih dalam batas wajar. Investor juga perlu volatilitas yang terkendali. Kalau sedang naik, pasti ada saja yang profit taking, begitu pula sebaliknya. Mekanisme ARB asimetris yang kami miliki akan mendeteksi itu,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Inarno Djajadi saat dihubungi SUAR.
Sependapat dengan Inarno, Guru Besar Bidang Keuangan dan Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Budi Frensidy menyatakan, meski koreksi sempat mengkhawatirkan, fluktuasi pasar saham pekan ini relatif normal.
"Selama ada pihak tertentu yang memiliki dana besar berkepentingan untuk menaikkan atau menjaga indeks, kenaikan tinggi pun dapat terjadi, terlepas dari tren jual bersih yang juga masih terus berlangsung," tukas Budi di Jakarta, Selasa (21/10/2025).