Sudah muncul kepastian, walau belum memuaskan. Pemerintah Amerika Serikat pada 7 Agustus 2025 lalu resmi mematok tarif masuk sebesar 19% buat produk-produk dari Indonesia.
Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan, meski sudah berlaku, hingga saat ini pemerintah masih berupaya merayu Amerika Serikat agar memberikan tarif yang lebih kecil bagi sejumlah komoditas Indonesia yang tidak diproduksi negara tersebut.
“Diusahakan 0 persen,” kata dia. Budi menyatakan, pemerintah menargetkan negosiasi bisa rampung sebelum 1 September 2025.
Dari sisi pengusaha dan sektor industri, upaya perlindungan pemerintah sangat diperlukan. Insentif dan juga inisiatif membuka pasar baru menjadi solusi jangka pendek.
Harapan sektor industri
- Ada deregulasi lintas kementerian dan lembaga secara cepat dan terkoordinasi.
- Perlu kemudahan dalam perizinan, Amdal, SNI, akses energi terbarukan, ekspor-impor, serta kepastian regulasi terkait upah minimum.
- Insentif segera dari pemerintah. Diskon listrik, keringanan pajak, sampai akses ke energi terbarukan.
- Perlu mewaspadai lonjakan produk impor dari negara lain yang jadi pesaing dan masuk ke Indonesia, seperti dari Vietnam dan India.
- Pemerintah disarankan fokus pada insentif fiskal untuk menjaga daya saing. Potongan biaya produksi melalui diskon listrik atau keringanan pajak dinilai lebih realistis.
Efek tarif bagi sektor Industri
- Produk Indonesia akan lebih mahal di pasar, khususnya di pasar Amerika Serikat.
- Pasar menjadi lebih sempit, dan persaingan khususnya di lingkup domestik akan semakin ketat, sementara perlindungan buat produk dalam negeri kurang memadahi.
- Produk UMKM seperti kerajinan tangan, makanan olahan, dan tekstil bisa kehilangan pasar karena kalah bersaing.
Mencari jalan keluar dari hantaman tarif
- Pemerintah menargetkan 20 komoditas primadona ekspor Indonesia bebas masuk ke Uni Eropa sebagai bagian dari implementasi perjanjian dagang IEU CEPA.
- Selain Eropa, potensi pasar lain yang sudah terbuka adalah BRICS sebagai kawasan potensial.
Kendala memperluas pasar produk Indonesia
- Sistem transaksi yang masih pakai US$, lewat bank-bank yang terhubung ke Amerika. Jika transfer dana terdeteksi berasal dari Rusia atau Iran, rekening bisa dibekukan.
- Ada hambatan non-tarif, yaitu regulasi deforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR). Eropa masih menganggap CPO Indonesia tidak ramah lingkungan.
- Produk ekspor Indonesia harus memenuhi kualitas premium untuk bisa bersaing.
- Di BRICS, tantangan utamanya adalah soal harga dan homogenitas produk. Jika ingin bersaing di BRICS, strategi harga dan efisiensi biaya produksi harus diperkuat.
Ingin baca lebih lengkap, silakan klik link di sini dan di sini.
Laporan lengkapnya:
Selamat membaca, Chief!