Geothermal Business Players Need Partisanship to Run Investment

Indonesia is known to have the largest geothermal potential on earth at 23.74 gigawatts (GW) as stated by the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM). However, only 2.7 gigawatts have been optimized. Companies continue to expand to fulfill this potential.

Geothermal Business Players Need Partisanship to Run Investment
Foto udara Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) di Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (15/9/2025). Foto: Antara/Adeng Bustomi/nz.

Indonesia punya potensi panas bumi terbesar di Bumi, yakni 23,74 gigawatt (GW). Tapi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, hingga kini baru dioptimalkan 2,7 gigawatt.

Merujuk Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, Direktur Manajemen Proyek dan Energi Terbarukan PLN Suroso Iskandar  mengatakan, Indonesia ditargetkan memiliki tambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 GW. Dari jumlah tersebut, sebesar 5,2 GW berasal dari panas bumi atau geotermal.

Adapun kebutuhan investasi untuk tambahan kapasitas pembangkit listrik 2025–2034 tersebut mencapai Rp 2.967 triliun. Dari target tersebut, investasi dari pembangkit listrik PLN mencapai Rp 567,6triliun.

“Dengan potensi besar panas bumi yang ada, ini merupakan peluang investasi yang menarik. PLN ikut serta dalam persiapan penyediaan energi listrik ini untuk masa depan,” ujar Suroso dalam acara Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2025 di Jakarta, Rabu (17/9/2025).

Perusahaan-perusahaan energi pun terus berekspansi untuk memenuhi potensi panas bumi ini. Seperti dinyatakan Presiden Direktur PT Pertamina Geothermal Energy Tbk Julfi Hadi, Pertamina tidak hanya fokus pada urusan migas, namun juga terus melebarkan sayap bisnisnya merambah energi baru terbarukan. Di antaranya, panas bumi.

Julfi menjelaskan, salah satu investasi panas bumi teranyar perusahaannya adalah pembangunan Pilot Plant Green Hydrogen Ulubelu di Ulubelu, Lampung, 9 September lalu. Fasilitas ini menjadi yang pertama di dunia yang mengintegrasikan teknologi anion exchange membrane (AEM) electrolyzer dengan energi panas bumi sebagai sumber listrik bersih.

Pilot plant ini menjadi terobosan penting Pertamina dalam mendukung transisi energi, mempercepat bauran energi bersih, sekaligus mendukung target net zero emission (NZE) 2060.

Pekerja memeriksa pipa Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) di Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (15/9/2025). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat Indonesia merupakan negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia, mencapai sekitar 40 persen dari total potensi global atau sekitar 23,7 gigawatt (GW) dan menargetkan penambahan kapasitas PLTP sebesar 5,2 GW pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034. Foto: Antara/Adeng Bustomi/nz.

Pilot Plant Green Hydrogen Ulubelu ini juga diproyeksikan sebagai pusat pembelajaran teknologi dan uji kelayakan komersial, termasuk studi permintaan serta kualitas produk untuk fase berikutnya. Proyek ini mengintegrasikan energi panas bumi dengan teknologi terbaru AEM electrolyzer, menjadikannya pionir di dunia sekaligus mempertegas arah transformasi portofolio energi bersih.

Menelan investasi sekitar USD 3 juta, Pilot Plant Green Hydrogen Ulubelu ditargetkan mulai beroperasi pada 2026. Hidrogen hijau yang dihasilkan akan dimanfaatkan untuk uji pasar, termasuk ke sektor transportasi dan industri.

Mitigasi risiko investasi

Julfi yang juga merupakan Ketua Umum Indonesia Geothermal Association (INAGA) mengatakan, kendati punya potensi besar, investasi di sektor panas bumi mengandung risiko yang tak kecil. Dari tahap eksplorasi hingga produksi butuh waktu sekitar 7 tahun.

Saat eksplorasi juga tidak selalu sukses menghasilkan panas bumi. Bila sudah berhasil pun, penjualan panas bumi hanya bisa untuk produksi listrik. Ini berbeda dengan minyak, gas, dan batubara yang pemanfaatannya bisa untuk beragam tujuan.

“Di sini pelaku membutuhkan keberpihakan dari negara untuk memastikan perencanaan dan pengembangan panas bumi bisa terus berjalan,” ujar Julfi.

President & CEO Supreme Energy Nisriyanto mengatakan, peluang investasi di panas bumi sejalan dengan rencana pemerintah untuk memenuhi komitmen mencapai emisi nol pada 2060. Salah satu upayanya adalah mendorong pengembangan dan penggunaaan energi baru terbaru (EBT) pada komposisi bauran energi sebesar 21% pada 2030.

Menurut Nisriyanto, bila serius ingin mendorong rencana itu tercapai, maka pelaku industri panas bumi membutuhkan keberpihakan, seperti kepastian regulasi, dalam menjalankan investasi yang memakan waktu bertahun-tahun tersebut.

Pelaku industri panas bumi membutuhkan keberpihakan seperti kepastian regulasi dalam menjalankan investasi yang memakan waktu bertahun-tahun.

Penasihat Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Percepatan Penyelesaian Isu-Isu Strategis Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian ESDM M Pradana Indraputra mengatakan, investasi di sektor panas bumi punya dampak besar terhadap perekonomian.

Dengan investasi hingga USD 22 miliar dalam 10 tahun ke depan bisa menstimulasi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar USD 30,2 miliar pada 2034. Selain itu, investasi di sektor ini bisa menciptakan 42.700 tenaga kerja sektor hijau hingga 2034.

Tak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi secara makro, pembangunan dan pengembangan transisi energi bisa mendorong prinsip 4A. Yaitu, availability, accessibility, affordability, dan acceptability.

“Semangatnya adalah transisi energi harus akses mudah dan terjangkau,” ujar Pradana.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Kehutanan Satiyawan Budiatmoko mengatakan, potensi panas bumi yang terbaik salah satunya berada di dalam hutan yang paling dilindungi di bumi Indonesia.

Menurut data, potensi panas bumi hingga 9,7 GW berada di perut bumi yang diselubungi hutan yang teduh. Di sinilah peran koordinasi antara Kementerian Kehutanan dan Kementerian ESDM dalam upaya menyeimbangkan konservasi hutan dengan pengembangan ekosistem panas bumi.

"Pengembangan energi panas bumi mesti berjalan beriringan dengan semangat konservasi hutan," ujarnya.

Potensi konflik dengan masyarakat sekitar hutan tersebut juga harus diselesaikan dengan baik dan adil.

Read more