Promo dan Gratis Ongkir Masih Jadi Pemikat Belanja Online di Indonesia

Riset YouGov mengatakan 79% responden warganet di Indonesia mencari promo saat berbelanja ecommerce.

Promo dan Gratis Ongkir Masih Jadi Pemikat Belanja Online di Indonesia
Foto: sarah b/Unsplash

Indonesia menegaskan posisinya sebagai salah satu pasar e-commerce paling dinamis di dunia. Riset YouGov pada Agustus 2025 menempatkan Indonesia di peringkat kedua dari 55 pasar global dalam hal preferensi belanja online, hanya di bawah Tiongkok dan di atas India. 

E-commerce di Indonesia tumbuh dengan kecepatan luar biasa. Tapi, pertumbuhan transaksi dan pengguna berjalan beriringan dengan perubahan preferensi konsumen,” kata Edward Hutasoit, General Manager YouGov Indonesia & India, dalam keterangannya Selasa (16/9/2025).

YouGov adalah lembaga riset global dengan panel konsumen independen di lebih dari 55 negara dan lebih dari 300.000 responden. Dengan menggabungkan pengumpulan data harian dan analisis lintas generasi, YouGov tidak hanya menghadirkan angka, tetapi juga insight yang bermakna mengenai motivasi yang membentuk perilaku konsumen.

Edward menjelaskan, konsumen kini lebih cerdas dan selektif, dengan tuntutan lebih besar terhadap value for money, kecepatan pengiriman, dan personalisasi.

Alasan utama konsumen Indonesia memilih belanja online adalah harga lebih murah (68%), lebih banyak pilihan (57%), promo atau diskon (48%), kemudahan dan kenyamanan (47%), serta layanan pengiriman (46%). Dalam empat tahun terakhir, preferensi belanja online juga meningkat pada sejumlah kategori utama, yaitu baju dan sepatu sebesar 18% serta musik, video, dan buku sebesar 15%.

Marketplace tetap menjadi kanal utama konsumen untuk mencari produk. Namun, preferensi kanal berbeda menurut generasi. Gen Z lebih banyak mengandalkan influencer, Millennials pada ulasan produk, sedangkan Gen X pada rekomendasi keluarga atau teman.

Riset YouGov juga menunjukkan value for money menjadi faktor penting dalam keputusan belanja daring. Konsumen mempertimbangkan harga produk, ongkos kirim, kecepatan pengiriman, dan pengalaman berbelanja.

Dua dari tiga responden menyebut ongkos kirim tinggi dan waktu pengiriman lama sebagai kekhawatiran utama, sementara 79% selalu mencari promo saat berbelanja online.

Gratis ongkir menjadi insentif paling dicari konsumen, sejalan dengan kekhawatiran terhadap ongkos kirim. Riset YouGov juga menemukan satu dari empat responden menilai algoritma rekomendasi produk masih belum sesuai selera, meskipun mayoritas lebih responsif terhadap iklan yang dipersonalisasi.

Wakil Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Budi Primawan, menilai hasil riset YouGov sejalan dengan kenyataan di lapangan. Menurutnya, belanja online sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat pasca-pandemi dan tidak akan ditinggalkan meski aktivitas belanja offline kembali meningkat.

“Belanja online itu tidak akan hilang, karena kita sendiri sudah mengalami digital transformation,” ujar Budi.

Tak dapat dipungkiri, promo dan gratis ongkir masih menjadi faktor utama yang mendorong transaksi. Budi memberi contoh pada perhelatan Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas), di mana bebas ongkir tercatat sebagai alasan utama konsumen berbelanja.

Dalam perhelatan itu, Budi menyebut platform masih bersaing lewat besaran promo. “Meski begitu, ke depannya secara perlahan kita harus mulai mendorong konsumen membeli karena kualitas produk dan layanan,” ujarnya.

Kendati promo memainkan peran yang sangat signifikan, berbagai marketplace sudah mencoba berbagai strategi untuk menarik konsumen. Antara lain, menghadirkan produk internasional secara eksklusif untuk segmen pasar tertentu. “Tapi, in the end of the day, di masa sekarang ini, masih yang paling penting adalah promo,” ujarnya. 

Di samping itu, Budi menilai semua cara kini digunakan platform untuk menjangkau konsumen sebanyak mungkin. Mulai dari influencer, ulasan produk, maupun word of mouth, hingga memanfaatkan konten video online yang sedak marak. Menurutnya, faktor-faktor ini akan terus dimanfaatkan e-commerce dalam merumuskan strategi pemasaran produk.

Sejalan dengan riset YouGov, konsumsi video online di Indonesia memang cukup tinggi, terutama untuk konten hiburan, komedi, dan kuliner.

Setiap generasi memiliki perbedaan preferensi. Gen Z menempatkan fesyen dan kecantikan di urutan kedua setelah hiburan, Gen X menempatkan kesehatan dan kebugaran di urutan ketiga, sedangkan Millennials menempatkan bisnis dan keuangan di urutan keempat.

Dengan demikian, YouGov menilai konten video dapat menjadi kanal pemasaran yang efektif bagi brand dan platform e-commerce. Konten kuliner berhubungan dengan promosi bahan makanan dan peralatan dapur, konten fesyen dan kecantikan dengan produk yang relevan bagi Gen Z, sementara konten finansial dapat dikaitkan dengan produk gaya hidup dan kebutuhan sehari-hari.

Masih price oriented consumer

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai konsumen Indonesia masih didominasi oleh perilaku price oriented. “Dan ini pembeli rasional, di mana harga jadi faktor paling utama pembelian barang, terutama di ekonomi digital,” ujarnya.

Menurut Huda, kemudahan akses informasi terhadap harga membuat konsumen dengan cepat membandingkan produk antar toko maupun antar platform.

Karena karakteristik konsumen semacam itu, maka wajar platform terus mengandalkan diskon, gratis ongkir, dan berbagai bentuk promo dalam memperluas pangsa pasar. Huda menambahkan, praktik bakar uang sangat tinggi terjadi pada masa awal ledakan e-commerce di Indonesia, ketika platform berusaha membentuk valuasi untuk menarik investor. “Dengan itu, saya tidak heran konsumen e-commerce kita termasuk besar di dunia,” katanya.

Menurut Huda, pergeseran ke value for money sejauh ini belum terlihat signifikan. Konsumen tetap menempatkan harga sebagai faktor utama, bahkan ketika platform menyediakan produk original dari toko resmi.

“Banyak yang berlomba-lomba menawarkan produk original, namun, ya, akhirnya kalah juga dengan barang yang lebih murah,” tuturnya. Hal ini menunjukkan harga masih jadi penentu utama bagi konsumen untuk membeli barang.

Meski demikian, Huda memprediksi strategi promo akan semakin selektif di masa mendatang. Diskon tidak lagi diberikan secara merata, melainkan diarahkan pada konsumen baru atau konsumen yang loyal.

“Tren ini sudah mulai terlihat, tidak semua pembeli lagi bisa menikmati program gratis ongkir atau potongan harga. Ke depan, promo bahkan bisa berbasis langganan, hanya tersedia bagi subscriber dengan biaya tertentu,” ujarnya.

Di sisi lain, platform juga akan mencari terus sumber pendanaan baru untuk menjaga daya saing. Menurut Huda, salah satu caranya adalah dengan menarik biaya tambahan yang dibebankan kepada penjual, konsumen, atau bahkan keduanya. Skema ini dia diperkirakan terus berkembang sebagai konsekuensi dari kebutuhan platform menjaga arus sekaligus mendukung promosi.

Read more