The Importance of Synergy with the Private Sector to Accelerate the Subsidized House Project

On Monday (29/9/2025), there will be a launch contract for 25,000 subsidized houses. This is part of the 350,000 houses targeted this year.

The Importance of Synergy with the Private Sector to Accelerate the Subsidized House Project
Foto udara perumahan subsidi di Indramayu, Jawa Barat, Kamis (19/06/2025). Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/foc.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah demi memenuhi cita-cita pembangunan 3 juta unit rumah. Salah satu langkah untuk mempercepat tercapainya visi Presiden Prabowo itu, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) bekerjasama dengan Kementerian Keuangan merilis Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Bantuan FLPP ini memungkinkan pemerintah menetapkan target ambisius pembangunan hingga 350.000 rumah per tahun. Meski demikian, realisasi pembangunan dan penyaluran rumah subsidi harus terus dikawal sampai benar-benar terwujud.

Sebagai salah satu program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, pembangunan 3.000.000 rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) menjadi komitmen yang ditunggu-tunggu. Kini, menjelang setahun pemerintahan berjalan, pembuktian komitmen pemerintah itu mulai pecah telur.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait menyatakan, pihaknya telah mencapai persetujuan dengan Kementerian Keuangan dan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) untuk melakukan akad peluncuran 25.000 rumah subsidi pada hari Senin, 29 September 2025 depan.

"Kami sangat senang sekali untuk melaksanakan akad 25.000 rumah subsidi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kami memilih peluncuran di Bogor karena pengembangnya bagus, berkualitas, dan sudah kami lakukan pengecekan," ujar Maruarar usai menghadiri rapat Komisi Tapera di Jakarta, Rabu (24/9/2025).

Menurut Maruarar, sebagai tindak lanjut dari peluncuran 25.000 rumah subsidi tersebut, Kementerian PKP akan melakukan terobosan. Misalnya, bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk membangun rumah subsidi di kawasan yang lebih dekat dengan perkotaan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, termasuk di Jakarta.

Akad massal 25.000 rumah subsidi hari Senin mendatang, lanjut Maruarar, merupakan bukti dukungan nyata negara untuk memastikan kepemilikan rumah rakyat secara terjangkau. Dia memastikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk Perumahan akan tetap berjalan dengan pagu Rp 130 triliun. Perinciannya, Rp 117 triliun untuk stimulus pengembang dan Rp 13 triliun untuk menstimulus permintaan.

"Selain menggratiskan BPHTB (bea perolehan hak atas tanah dan bangunan), Presiden juga sudah menyetujui bahwa bunga untuk pembangunan rumah subsidi bagi MBR tetap 5%. Tentunya ini sangat menarik untuk masyarakat, dan juga untuk pengembang. Berkat dukungan penuh Kementerian Keuangan, semua ini dapat terwujud," ujarnya.

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu yang hadir bersama Maruarar mengonfirmasi dukungan Kemenkeu tersebut. Melengkapi keterangan Maruarar, pemerintah tidak hanya meluncurkan rumah subsidi yang dibangun dengan FLPP, melainkan juga menindaklanjuti program renovasi rumah dengan skema Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS).

"Selain FLPP, kami juga melakukan renovasi 40.000 rumah BSPS dan memberikan PPN ditanggung pemerintah (PPN DTP) 100% untuk rumah komersial sampai Rp 5 miliar, yang diperpanjang sampai akhir tahun 2026," jelas Febrio.

Tahun depan, pemerintah menargetkan pelipatgandaan target penerima rumah subsidi secara agresif. Yakni, renovasi 400.000 rumah lewat skema BSPS, pembangunan 330.000 rumah FLPP, dan pemberian PPN DTP untuk 40.000 rumah. Total keseluruhan, fasilitas negara untuk pembangunan perumahan akan menjangkau 770.000 unit rumah.

Program pembangunan perumahan rakyat, tegas Maruarar kembali, akan menjadi penggerak konkret sektor riil. Selama proses pembangunan, proyek rumah subsidi ini akan membuka banyak lapangan kerja. Lalu, ditambah lagi efek pengganda bagi toko-toko bangunan, industri besi dan baja, serta UMKM di sekitar kawasan perumahan.

"Rapat memutuskan realisasi di bulan Oktober minimal 50%. Penyerapan harus tinggi, tetapi tata kelola juga penting. Jangan hanya serapan tinggi, tetapi kualitas juga harus baik. Tujuan baik pemerintah ini jangan sampai tercemar karena kasus-kasus bermasalah di tengah jalan nantinya," pungkas Maruarar.

Kerjasama dengan dunia usaha

Pada kesempatan berbeda, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Novyan Bakrie menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah dan dunia usaha dalam merealisasikan Program 3 Juta Rumah yang menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Hal tersebut disampaikan Anindya dalam acara Pertemuan dan Simposium Gotong Royong Perumahan Warisan Bangsa bertajuk "Perumahan, Motor Pertumbuhan Nasional" yang berlangsung di Balai Sarbini, Lippo Mall Nusantara, Jakarta, pada Rabu (17/9/2025) malam.

Anin menggarisbawahi bahwa sektor perumahan bukan sekadar pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, melainkan juga penggerak utama ekonomi nasional. “Sektor konstruksi, termasuk perumahan, menyerap 8,1 juta orang atau 6% dari seluruh tenaga kerja di Indonesia. Ini menjadikannya sektor terbesar keempat setelah pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan,” jelas Anin, panggilan akrab Anindya.

Anin memaparkan bahwa setiap pembangunan satu unit rumah dapat menyerap 5 hingga 6 tenaga kerja langsung, dan mendorong lebih dari 140 sektor industri turunan, mulai dari semen, baja, kayu, hingga jasa transportasi.

Kawal realisasi

Terlepas dari target pemerintah yang menetapkan angka ratusan ribu untuk pembangunan perumahan, masyarakat hendaknya tetap kritis dan membantu mengawal ketat realisasi pembangunan perumahan hingga serah terima. Dengan kata lain, jangan sampai klaim pemerintah hanya terhenti di momen seremonial.

Kepala Divisi Riset dan Konsultansi Agen Properti CBRE Indonesia Anton Sitorus menilai, komitmen pembangunan ratusan hingga jutaan rumah untuk rakyat bukanlah hal baru di Indonesia. Pencanangan agenda tersebut sudah dilaksanakan sejak masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono maupun Joko Widodo.

Karenanya, meski menyambut positif, Anton menegaskan bahwa seremonial peluncuran adalah satu hal. Tapi, mengawal ketat realisasi pembangunan perumahan sampai selesai dan diserahterimakan kepada pembeli tepat waktu dan memiliki spesifikasi sesuai perjanjian adalah hal berbeda.

"Saya juga sudah mendengar di dekat rumah saya di Sentra Primer Timur ada tanah pemerintah yang mau dibangun perumahan subsidi. Memang ada seremoninya, lokasinya sudah dipagari, diberi spanduk keterangan, tetapi sampai sekarang tidak ada tanda-tanda pergerakan apa-apa," ujar Anton saat dihubungi SUAR, Kamis (25/9/2025).

Menurut Anton, masyarakat berhak memantau pembangunan rumah yang sudah dialokasikan dalam APBN tersebut. Dia menambahkan, sektor swasta dan pengembang properti jelas akan senang hati menyambut dan siap bekerjasama dengan pemerintah untuk mewujudnyatakan program ini.

"Siapa, sih, yang tidak senang dengan program seperti ini? Tujuannya kan untuk ke masyarakat. Masalahnya sekarang, implementasi dan realisasinya di masyarakat seperti apa? Saya dengar pemerintah bilang mau kerjasama dengan pengembang dari Qatar untuk perumahan di Kampung Bandan, ya, ayo, kita lihat seperti apa," tukasnya.

Sebagai praktisi, Anton mengingatkan agar pemerintah dapat akuntabel dan transparan. Klaim FLPP sampai 350.000 memang dapat dilakukan. Tetapi, jika realisasi tidak mencapai angka tersebut, dia pun tidak heran jika masyarakat menganggap ada rekayasa dalam pembangunan rumah rakyat tersebut.

"Dari 25.000 unit yang diluncurkan hari Senin nanti, masyarakat berhak bertanya di mana lokasi detailnya, rumahnya seperti apa. Jika pemerintah menyebutnya akad, berarti setidaknya AJB sudah ada. Lagi-lagi, rekayasa sangat mungkin terjadi dan realisasi bisa di bawah itu. Kita benar-benar harus mengawalnya," ungkap Anton.

Author

Chris Wibisana
Chris Wibisana

Macroeconomics, Energy, Environment, Finance, Labor and International Reporters