Work professionally. It's an easy sentence to say, but the limitations of maintaining professionalism at work are not easy to do. In fact, doing work with professionalism is often misinterpreted as boundless totality.
In fact, working professionally does not mean sacrificing values, relationships, or health for results. Instead, true professionalism is the art of maintaining ethical, emotional and spiritual boundaries to maintain dignity.
Profesionalisme dalam bekerja juga bisa diartikan menjaga hubungan bermartabat sesama kolega di ruang kerja. Jika di kehidupan nyata manusia diikat oleh norma-norma, begitu juga di lingkungan kerja, setiap individu perlu menjaga adab yang merupakan inti dari nilai-nilai hubungan individu.
Ajaran filsuf asal Inggris, Thomas Hobbes terkait hubungan profesional, khususnya dalam konteks etika dan perilaku, menyebutkan jika manusia pada dasarnya egois dan cenderung mementingkan diri sendiri. Sifat ini dapat mengarah pada kekacauan bellum omnium contra omnes.
Pada akhirnya, Hobbes pun menyarankan adanya suatu kekuatan yang bisa mereduksi keegoisan setiap individu. Lalu mengubahnya menjadi energi untuk meraih kepentingan bersama, yaitu dengan hadirnya sebuah institusi seperti negara yang absolut. Tentu saja ini tak akan relevan lagi dalam kehidupan manusia yang berdemokrasi.
Hal yang mirip juga bisa terjadi dalam hubungan individu di lingkungan kerja. Setiap individu bisa sangat egois. Bisa bertindak di luar batas normal. Atasan bisa seenaknya memberi perintah tanpa memperhatikan beban tugas dan lingkup tugas anak buahnya. Atau seorang kolega kadang terlalu jauh mencampuri urusan pribadi rekan kerjanya.
Begitulah yang akan terjadi bila dalam sebuah lingkungan kerja mulai minim adab. Di pergaulan modern saat ini, adab kerap dianggap sebagai ornamen, bukan fondasi.
Padahal, adab bukan sekadar sopan santun; ia adalah ekspresi dari nilai-nilai kemanusiaan yang menjaga harga diri, membangun kepercayaan, dan menciptakan ruang kerja yang sehat secara moral dan emosional.
Adab adalah seni berperilaku yang berakar pada kesadaran diri, penghormatan terhadap orang lain, dan komitmen terhadap kebaikan bersama. Immanuel Kant, seorang filsuf dari Jerman, menegaskan, manusia harus diperlakukan sebagai tujuan, bukan alat. Dalam hubungan kerja, ini artinya, setiap individu, tidak diperkenankan untuk dieksploitasi dan perlu ada saling menghargai.
Berangkat dari berbagai batasan itu, ada berbagai tantangan yang harus disadari individu-individu di lingkungan kerja di zaman ini. Seperti budaya hustle, gaya hidup yang menekankan kerja keras dan produktivitas yang berlebihan, seringkali mengorbankan waktu istirahat dan kehidupan pribadi.
Juga ada kompetisi ekstrem yang malah menjadi tidak sehat, karena ambisi yang terlalu menggebu. Di sisi lain, komunikasi secara digital sering mengikis adab dalam hubungan horizontal.
Agar penyakit miskin adab itu bisa dikikis, diperlukan berbagai usaha membangun ritual kerja yang memelihara adab itu sendiri. Seperti menghormati rekan kerja, menjaga komunikasi yang baik, bekerjasama, dan bersikap profesional. Membangun hubungan kerja yang sehat dan bermartabat akan mendorong terciptanya kerjasama tim yang solid dan lingkungan kerja yang positif.
Adab bukan nostalgia masa lalu, melainkan investasi masa depan. Ia menciptakan ekosistem kerja yang tidak hanya produktif, tetapi juga bermartabat. Dalam dunia yang semakin kompleks, adab adalah petunjuk yang menuntun kita untuk tetap manusiawi di saat kita menjaga profesionalisme.