Perbanyak Stimulus Kurangi Bansos (3)

Pemberian insentif bisa berdampak ke pengurangan karyawan. Perlu inovasi kebijakan lain agar industri padat karya bertahan.

Perbanyak Stimulus Kurangi Bansos (3)
Photo by Arno Senoner / Unsplash
Table of Contents

Sektor industri padat karya memainkan peran penting dalam perekonomian Republik. Ia menyerap jutaan tenaga kerja dan memberikan kontribusi signifikan terhadap PDB nasional. Namun, kontribusi itu seiring dengan bergulirnya waktu mengalami penurunan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada 2014, kontribusi industri pengolahan terhadap PDB masih sebesar 21,02%. Namun, angka ini turun menjadi 19,7% pada 2019, dan terus merosot menjadi 18,67% pada 2023. Meski sempat naik menjadi 19,13% pada 2024 dan 19,25% di kuartal I–2025, tren jangka panjang tetap menunjukkan pelemahan.

ilustrasi industri pengolahan

Di sisi lain, industri padat karya juga memiliki peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor industri ini menyerap 13,8% dari total tenaga kerja di Indonesia. Kontribusi besar ini didorong oleh industri pengolahan, yang menyumbang 18,9% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional.

Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusah Indonesia (Apindo), Anne Patricia Sutanto, seperti dikutip dari situs Pajakku.com menyatakan, stimulus atau pembebasan PPh 21 bagi karyawan sektor padat karya dapat memberikan dampak positif yang signifikan kepada masyarakat di tengah situasi ekonomi yang sedang mengalami tekanan.

Anne mengingatkan bahwa kebijakan serupa pernah diterapkan selama pandemi Covid-19 dan berkontribusi pada pemulihan ekonomi nasional. Insentif tersebut terbukti memberikan ruang bagi masyarakat untuk memiliki daya beli yang lebih tinggi, yang pada akhirnya mendukung pada aktivitas ekonomi.

Efektif insentif ketimbang bansos

Menurut Anne, pemberian insentif PPh 21 yang ditanggung pemerintah lebih efektif dalam menstimulasi ekonomi dibandingkan dengan bantuan sosial (Bansos). Menurutnya melaui kebijakan ini, pekerja bisa menggunakan penghasilan tanpa potongan PPh 21 untuk kebutuhan sehari-hari, yang pada akhirnya akan meningkatkan konsumsi rumah tangga dan memutar roda ekonomi.

Warga membeli beras SPHP saat gerakan pangan murah serentak di Kantor Kecamatan Babakan Ciparay, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (30/8/2025). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi.

Selain itu, pembebasan pajak bagi karyawan sektor padat karya dapat menjadi stimulus yang lebih terarah jika insentif tersebut diberlakukan kepada industri padat karya. Karena sektor ini akan mendapatkan dukungan untuk pulih sehingga diharapkan mampu mempertahankan jumlah pekerja dan menghindari pemutusan hubungan kerja yang lebih besar.

Sedangkan Ketua bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, menganggap pembebasan PPh 21 sebagai bentuk relaksasi pajak yang bisa meningkatkan pendapatan negara secara tidak langsung. Menurut Bob, kebijakan ini akan mampu memacu daya beli yang kemudian menggerakkan sektor riil.

Ia mengacu pada data pendapatan negara yang mengalami kenaikan saat pandemi Covid-19, yakni pada tahun 2020 dan 2021, ketika pemerintah memberikan relaksasi pajak beberapa sektor. Bob berpendapat bahwa insentif perpajakan seperti PPh 21 dapat memberikan manfaat yang lebih nyata dalam mendorong perputaran ekonomi domestik.

Simalakama insentif investasi otomatisasi

Dengan adanya insentif pajak untuk menarik investasi dalam mesin baru, harapannya bisa meningkatkan efisiensi produksi. Sehingga, perusahaan bisa memiliki ruang untuk memperbesar margin keuntungan, tanpa perlu mengurangi jumlah tenaga kerja.

Industri tekstil yang menerapkan mesin otomatis dalam proses produksinya dapat memproduksi lebih banyak produk dengan biaya yang lebih rendah, sehingga tetap dapat mempertahankan jumlah pekerja.

Ilustrasi perusahaan manufaktur dengan otomatisasi

Insentif pajak juga memberikan ruang bagi perusahaan untuk mengurangi pengeluaran, yang berpotensi mengurangi risiko PHK. Dengan teknologi yang lebih efisien dan pengurangan biaya operasional, perusahaan dapat lebih mudah bertahan dalam situasi ekonomi yang menantang dan tidak perlu mengorbankan tenaga kerja mereka.

Berdasarkan Laporan Kuartal I–2025 Asosiasi Pertekstilan Indonesia, insentif PPh 21 DTP berkontribusi langsung pada penundaan PHK, antara lain terhadap 200 karyawan pada PT Sumber Tekstil Mandiri (STM) di Jawa Barat. Perusahaan tersebut memanfaatkan dana penghematan pajak untuk melakukan pelatihan ulang dan diversifikasi pasar.

Secara umum, data dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia menunjukkan penurunan tren PHK sebesar 15% pada kuartal pertama 2025, dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Meski begitu, terdapat risiko dalam jangka panjang terkait dengan peningkatan otomatisasi yang diperoleh melalui insentif pajak. Mesin yang lebih efisien dan penggunaan teknologi canggih berpotensi menggantikan sebagian pekerjaan manual, terutama di sektor yang sangat bergantung pada tenaga kerja.

Oleh karena itu, meskipun kebijakan ini dapat menjaga ketenagakerjaan dalam jangka pendek, dalam jangka panjang dibutuhkan program pelatihan dan peningkatan keterampilan untuk mengurangi risiko pengangguran struktural akibat otomatisasi.

Dengan berkurangnya kewajiban memotong dan menyetorkan PPh 21 ke kas negara, perusahaan memiliki dana lebih yang bisa digunakan untuk peningkatan keterampilan. Sehingga, produktivitas perusahaan akan semakin baik dan kompetitif.

Jadi, implikasi kebijakan insentif pajak ini diharapkan dapat meningkatkan konsumsi domestik lantaran membuahkan penghasilan yang lebih besar di tangan pekerja dan meningkatkan belanja rumah tangga. Ini semua berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dalam situasi ketidakpastian ekonomi global, serta meningkatkan kepercayaan pasar melalui kebijakan fiskal yang mendukung terhadap stabilitas ekonomi Indonesia.

Mencari pasar baru, membenahi perizinan

Meski sudah ada banyak insentif, dan rencananya pemerintah akan lebih banyak mengobral stimulus lanjutan, kondisi ekonomi saat ini memang masih perlu inovasi kebijakan baru yang pas buat kondisi ekonomi Indonesia. Seperti, membuka pasar baru untuk menggantikan pasar Amerika Serikat yang tersendat akibat pengenaan tarif impor tinggi.

Perkembangan terbaru dari perjanjian kerjasama Indonesia-Uni Eropa, Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IUE-CEPA), yang tinggal penandatanganan kesepakatan terakhir, memberikan harapan baru bagi terbukanya pasar baru industri padat karya Indonesia.

Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS), Deni Priawan, menyebut sektor padat karya menjadi unsur utama dibalik negosiasi panjang IEU–CEPA. “Harapannya, produk seperti sepatu dan garmen, yang kehilangan daya saing di pasar AS akibat tarif tinggi, bisa dialihkan ke Eropa. Tapi PR-nya adalah: kita masih kalah start dibanding Vietnam yang sudah lebih dulu punya perjanjian dagang dengan Uni Eropa,” katanya kepada SUAR.

Sistem perizinan online Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah

Menurut Deni, bukan hanya soal tarif. Vietnam berani membuka investasi dari Uni Eropa, melakukan reformasi iklim usaha, dan membangun rantai pasok terintegrasi. “Kita harus berpikir bukan hanya untuk sekadar jual ke Eropa, tapi juga mengundang investasi mereka agar industri kita lebih kompetitif,” jelasnya.

Selain insentif dan pasar baru, Ketua Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKII), Sanny Iskandar, melihat perlunya perbaikan sistem perizinan melalui one single submission (OSS). Sistem ini dinilai sebagai kunci penting bagi dunia usaha. “Industri manufaktur padat karya itu sangat sensitif terhadap waktu dan biaya perizinan,” ujar Sanny.

Menurutnya, selama ini, keterlambatan dan ketidakpastian proses izin sering membuat investor ragu untuk memperluas usaha. Alhasil, sebagian memilih mengalihkan investasinya ke negara lain atau menunda realisasi di dalam negeri.

Bila OSS benar-benar disempurnakan, lebih sederhana, transparan, dan terintegrasi dengan baik antar-kementerian/lembaga maupun antara pusat dan daerah, maka dampaknya akan langsung terasa. Pabrik baru dapat berdiri lebih cepat, perekrutan tenaga kerja bisa segera dilakukan, dan rantai pasok berjalan lebih efisien.

Bila OSS disempurnakan menjadi lebih sederhana, transparan, dan terintegrasi dengan baik antar-kementerian/lembaga maupun antara pusat dan daerah, maka dampaknya akan langsung terasa.

Menurut Sanny, setiap efisiensi waktu dan biaya dalam perizinan akan berimbas langsung pada kemampuan industri menyerap tenaga kerja, menjaga daya saing produk, dan memperluas pasar, baik domestik maupun ekspor. Hal yang sama juga akan dirasakan UMKM – yang membutuhkan proses izin lebih sederhana untuk mengembangkan usaha mereka.

Bagaimanapun, apa saja stimulus ekonomi yang diberikan, hanya akan efektif bila diarahkan pada persoalan mendasar. “Yang paling mendesak adalah kepastian regulasi yang konsisten, tidak tumpang tindih, serta upaya menurunkan biaya ekonomi tinggi, terutama terkait logistik, energi, dan perizinan,” ujar Sanny.

Mukhlison, Dian Amalia, dan Harits Arrazie