Tingkatkan Daya Saing, Insentif Impor Mobil Listrik Tak Berlanjut

Pemerintah awal pekan ini resmi menghentikan insentif bea masuk nol persen untuk mobil listrik yang masuk ke Indonesia dalam bentuk utuh (Completely Built Up/CBU)

Tingkatkan Daya Saing, Insentif Impor Mobil Listrik Tak Berlanjut
Petugas mengisi daya mobil listrik BMW seri terbaru yang dipamerkan dalam BMW Exhibition di Mall Kelapa Gading, Jakarta, Rabu (17/9/2025) ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.
Table of Contents

Jangan lagi berharap dapat harga murah untuk mobil listrik impor utuh. Awal pekan ini, pemerintah resmi menghentikan insentif bea masuk 0% untuk mobil listrik (BEV) yang masuk ke Indonesia dalam bentuk utuh alias completely built up (CBU) per 31 Desember 2025.

Dengan keputusan tersebut, pemerintah berharap daya saing industri otomotif nasional bisa meningkat, sehingga menjamin ekosistem kendaraan listrik yang mandiri.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, keputusan mencabut insentif untuk mobil listrik ini berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 62 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 26/PMK.010/2022 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor.

Aturan main yang berlaku saat ini, pemerintah memberikan insentif untuk importasi CBU mobil listrik hingga akhir Desember 2025 berupa pembebasan bea masuk serta keringanan PPnBM dan PPN. Syaratnya, perusahaan penerima manfaat insentif ini harus melakukan produksi dalam negeri 1:1 dari jumlah kendaraan CBU yang masuk ke pasar domestik.

‎"Insya Allah tidak akan lagi kami keluarkan izin CBU, izin CBU dalam konteks skema investasi dengan mendapatkan manfaat (insentif)," ujar Agus dalam konferensi pers di Jakarta (17/9).

‎Saat ini ada enam perusahaan penerima manfaat insentif importasi BEV. Yaitu, PT National Assemblers (Citroen, AION, dan Maxus), PT BYD Auto Indonesia, PT Geely Motor Indonesia, PT VinFast Automobile Indonesia, PT Era Indusri Otomotif (Xpeng), dan PT Inchape Indomobil Energi Baru (GWM Ora).

Enam perusahaan tersebut berencana menanamkan investasi di Indonesia sebesar Rp 15,52 triliun dengan kapasitas produksi hingga mencapai 305.000 unit. Itulah imbal balik dari mengikuti program ini.

‎Sebelumnya, Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin Mahardi Tunggul Wicaksono meminta produsen otomotif yang sudah menikmati insentif impor mobil listrik berbasis baterai dalam bentuk utuh untuk memenuhi kewajiban produksinya dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) mulai tahun 2026.

‎Mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027, para produsen wajib memproduksi mobil listrik di Indonesia dengan jumlah setara kuota impor CBU. Produksi ini harus menyesuaikan aturan TKDN yang sudah ditetapkan.

‎"Dalam perjalanannya, perusahaan juga harus memperhatikan nilai, besaran nilai TKDN. Dari 40% harus secara bertahap naik menjadi 60% besaran nilai TKDN," ujar dia lagi.

Pramuniaga memberikan informasi kendaraan mobil listrik di showroom BYD Haka Karebosi, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (15/9/2025). ANTARA FOTO/Hasrul Said/YU

Peluang emas

Ketua Umum Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) Hamdhani Dzulkarnaen Salim mengatakan, kinerja industri komponen lokal sangat tertekan karena diserbu produk impor mobil listrik dalam jumlah cukup besar.

"Ini kebijakan yang tepat. Ini peluang baru bagi industri lokal untuk tumbuh dan berdaya saing kembali," kata Hamdhani kepada SUAR ketika ditemui di acara Automechanika Jakarta 2026, di Hotel Fairmont, Jakarta (17/9).

Menurut dia, minimnya penyerapan komponen lokal berimbas kepada pemutusan hubungan kerja (PHK).

Mulai 2026, importir mobil listrik harus memproduksi kendaraan secara lokal untuk memenuhi komitmen investasi dan meningkatkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), bukan lagi mengimpor utuh.

“Peluang emas sudah ada di depan mata. Waktunya untuk kami memanfaatkan situasi ini dengan meningkatkan kinerja,” ujar Hamdhani.

Hamdhani menuturkan, di setiap peluang yang ada pasti ada tantangan. Yaitu, bagaimana industri komponen lokal harus beradaptasi dan mampu memproduksi komponen kendaraan listrik ke depannya.

Pihaknya sudah mendorong anggota untuk mempelajari perkembangan teknologi terbaru dan memahami tentang teknologi elektrifikasi dalam industri otomotif.

Perlu diketahui, setidaknya ada 250 perusahaan yang tercatat sebagai anggota GIAMM. Mereka berasal dari berbagai skala usaha, mulai dari kecil hingga semi padat karya, yang terbagi dalam kategori tier 1, tier 2, dan tier 3. Sektor ini menyerap lebih dari 500.000 tenaga kerja di industri komponen nasional.

Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menyatakan, beberapa produsen mobil listrik sudah mengetahui kabar tentang pencabutan insentif ini jauh sebelum pemerintah mengumumkan. Mereka pun sudah menyiapkan hitungan baru.

Produsen sudah mempunyai hitungan terkait harga sehingga bisa tetap mendorong penjualan.

“Produsen sudah mempunyai strategi baru. Jadi soal dicabutnya insentif ini tidak terlalu menjadi masalah besar bagi mereka,” ujar Kukuh kepada SUAR di Jakarta (17/9).

Saat ini pasar mobil listrik masih didominasi di kota besar. Inilah yang menjadi tantangan bagi produsen bagaimana mengembangkannya di daerah lain.

Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), selama Januari hingga Agustus 2025, jumlah mobil yang dikirim dari pabrik ke dealer (wholesales) sebanyak 500.951 unit.

Angka ini turun 10,6% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2024, yaitu 560.552 unit. Penjualan mobil langsung ke konsumen (ritel) juga menurun 10,7% menjadi 522.162 unit, padahal pada periode yang sama di 2024 mencapai 584.847 unit.

Menanggapi hal tersebut, Head of Marketing PR and Government Relation BYD Indonesia Luther Panjaitan mengatakan, pihaknya akan mengikuti aturan baru dari pemerintah. Tujuan dari penghentian insentif untuk mobil listrik adalah mendorong industri dalam negeri.

“Kami masih mempelajari soal hitungan bisnis ke depannya,” ujar Luther kepada SUAR di Jakarta (17/9).

Manfaatkan Pasar Asia Tenggara, GIAMM-Messe Frankfurt Gelar Automechanika Jakarta 2026

Messe Frankfurt (HK) Ltd bersama Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor (GIAMM) resmi mengumumkan peluncuran pameran Automechanika Jakarta 2026.

Pameran perdana ini dihelat di Nusantara International Convention Exhibition (NICE), Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Jakarta, pada 24 September–27 September 2026. Pameran ini hadir sebagai respons terhadap pesatnya pertumbuhan industri otomotif di Asia Tenggara, dengan Indonesia sebagai pasar utama. 

Anggota Dewan Manajemen Messe Frankfurt Group Stephan Buurma mengatakan, kehadiran Messe Frankfurt di Asia Tenggara terus berkembang dalam upaya mendukung rute perdagangan baru yang berkembang di kawasan ini. 

Dia menyebutkan, Automechanika Jakarta merupakan acara penting dalam portofolio mobilitas dan logistik perusahaan. 

"Indonesia memiliki potensi yang kuat, terutama dalam rantai pasokan otomotif. Pergeseran investasi ke sektor manufaktur dan logistik negara ini menunjukkan signifikansinya dalam rantai pasokan global," ujar Stephan di Jakarta (17/9).

Kerjasama ini ditandai dengan penandatanganan surat perjanjian kerjasama antara Messe Frankfurt dan GIAMM. Tujuannya menggabungkan keahlian dan jaringan lokal serta internasional untuk mendorong pengembangan sektor otomotif.

Automechanika Jakarta 2026 diperkirakan menyedot 350 peserta pameran, menempati area seluas 15.000 meter persegi. 

Acara ini akan menampilkan beragam solusi di sepanjang rantai pasok otomotif. Mulai dari suku cadang, komponen, elektronik, layanan digital, hingga teknologi manufaktur dan modifikasi.