Climate Change Mitigation, Awaiting Carbon Saving Businesses

The current global trend requires companies to decarbonize to balance their carbon emissions, in order to achieve net-zero emissions by 2060. 

Climate Change Mitigation, Awaiting Carbon Saving Businesses
Indonesia terus mendorong teknologi carbon storage (penyimpanan karbon) sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim. (Photo by Marcin Jozwiak / Unsplash)

Seiring dengan target ambisius untuk mencapai emisi nol bersih pada 2060, Indonesia terus mendorong teknologi carbon storage (penyimpanan karbon) sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim.

Carbon storage, atau lebih lengkapnya carbon capture and storage (CCS), adalah proses menangkap emisi karbon dioksida (CO₂) dari sumber seperti pembangkit listrik dan fasilitas industri, lalu menyimpannya secara aman agar tidak dilepaskan ke atmosfer.

Adalah PT Pertamina Hulu Energi (PHE) yang memperkuat perannya sebagai pelopor dalam bisnis CCS dan carbon capture, utilization, and storage (CCUS).  Menurut Direktur Investasi & Pengembangan Bisnis PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Dannif Utojo Danusaputro, tren global saat ini menuntut perusahaan untuk melakukan dekarbonisasi guna menyeimbangkan emisi karbon yang dihasilkan, demi mencapai emisi nol bersih pada 2060. 

“CCS dan CCUS adalah salah satu solusi potensial untuk mengurangi emisi karbon," jelas Dannif  dalam keterangan resmi (27/8/2025).

Dannif mengklaim, pengalaman PHE di industri hulu migas sangat relevan untuk mengembangkan bisnis CCS dan CCUS di Indonesia sebagai bisnis baru yang ramah lingkungan. Ia bilang, PHE memiliki potensi untuk mengembangkan klaster bisnis CCS/CCUS dengan kapasitas hingga 60 juta metrik ton per tahun. 

Ia juga mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi kapasitas penyimpanan emisi karbon yang sangat besar. Yaitu, 7,3 Gigaton (GT) yang tersebar di saline aquifer dan depleted oil/gas field.

Untuk memanfaatkan potensi ini, PHE berencana membangun dua CCS hub utama dan beberapa CCS satelit untuk melayani perusahaan penghasil emisi karbon.

"PHE akan membangun 2 CCS hub dan beberapa CCS satelit yang akan melayani emitters domestik dan internasional. Kami perlu berkolaborasi dengan strategic partners untuk membangun CCS hub dan satelit," kata dia.

Lebih terperinci, Pertamina Hulu Energi kini sedang mengembangkan CCS hub di Asri Basin (Indonesia bagian Barat) dengan potensi penyimpanan sekitar 1,1 GT, dan di Central Sulawesi Basin (Indonesia bagian Timur) dengan potensi 1,9 GT. Selain itu, CCS/CCUS satelit akan didirikan di tiga lokasi: South Sumatera Basin, CO2 EOR Sukowati, dan East Kalimantan.

"Industri penghasil emisi di dalam negeri maupun internasional merupakan pasar yang potensial untuk pengembangan ekosistem bisnis CCS di Indonesia dan Asia Pasifik," jelasnya

Dannif juga menekankan pentingnya dukungan pemerintah, termasuk dalam hal pendanaan, mekanisme penetapan harga karbon, riset, standar teknis, dan tata kelola bisnis lintas batas.

Inisiatif inovatif

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menyatakan bahwa Indonesia telah mengambil langkah konkret dalam mewujudkan transformasi industri hijau.

“Untuk emisi yang sulit dihilangkan sepenuhnya, diperlukan solusi tambahan seperti teknologi CCU yang mampu menangkap dan memanfaatkan karbon dari proses produksi," jelas Agus melalui keterangan resmi (20/8/2025).

Salah satu proyek percontohan yang sedang berjalan adalah penerapan teknologi CCU berbasis hidrometalurgi di PT Petrokimia Gresik. Menurutnya, teknologi ini berpotensi menangkap lebih dari 65% CO2 dari gas buang industri dan mengubahnya menjadi produk komersial, seperti soda ash (soda abu) dan baking soda (soda kue).

Proyek ini merupakan hasil kerjasama antara Kementerian Perindustrian, perusahaan Taiwan UWin Resources Regeneration Inc, dan PT Petrokimia Gresik.

Kenny Hsu, Kepala Peneliti Uwin Resources, optimistis bahwa proyek percontohan ini akan memberikan data akurat dan berkontribusi signifikan terhadap pencapaian target emisi gas rumah kaca. Ia menegaskan bahwa hasil awal di laboratorium menunjukkan tingkat pengurangan emisi CO2 hingga lebih dari 99%.

Selain CCU, Kemenperin juga sedang menjajaki pemanfaatan mikroalga sebagai solusi penangkapan karbon, yang dapat diolah menjadi biomassa dan bahan baku industri lainnya, memperkuat strategi hilirisasi industri hijau nasional.

Prioritas utama

Menurut Paul Butarbutar, Kepala Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP), sektor energi dan industri berat menjadi target utama dalam upaya transisi energi.

“Perusahaan yang memproduksi karbon, kebanyakan itu dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU),” katanya kepada SUAR (28/8/2025).

Untuk mengurangi emisi, ia mendorong pemerintah dan industri untuk beralih ke energi terbarukan. Paul juga menjelaskan peran penting elektrifikasi dalam sektor industri, terutama untuk industri baja. “Kalau dia pakai teknologi yang konsumsi energinya lebih rendah, misalnya pakai elektrifikasi di industri baja dan semen, tentu akan mengurangi emisi," ujar dia

Ia  mengakui bahwa teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) di Indonesia masih dalam tahap pengembangan dan pemanfaatannya terbatas pada proyek percontohan.

Saat ini, fokus utama pemerintah dan pelaku industri adalah pada pergeseran ke sumber energi yang lebih bersih melalui elektrifikasi dan hidrogen, sambil terus memantau perkembangan teknologi CCS di masa depan.