Pasar kopi global sedang menghadapi ketidakseimbangan pasokan dan permintaan. Permintaan akan biji kopi stabil meningkat di seluruh dunia, didorong oleh popularitas kedai kopi atau cafe dan budaya minum kopi yang berkembang di berbagai negara.
Akan tetapi, produksi kopi menghadapi tantangan lantaran pasokan mulai terbatas. Kondisi ini mendorong tren harga kopi meningkat sejak 5 tahun terakhir.
Tanaman yang tumbuh subur di daerah tropis ini menghadapi tantangan seiring dengan semakin memburuknya iklim global. Produksi kopi terancam menurun. Pola cuaca ekstrem seperti kekeringan berkepanjangan atau curah hujan yang berlebihan telah merusak perkebunan kopi di banyak wilayah produsen utama, termasuk Brazil, Vietnam, Kolombia, bahkan Indonesia.
Gejala ini tergambar selama satu dekade terakhir. Terlihat tren penurunan produksi sejak tahun 2021 di negara-negara utama produsen kopi. Meski produksi sempat sedikit meningkat di tahun 2023, pertumbuhannya belum cukup untuk memenuhi permintaan global. Dampaknya, harga jadi meningkat.
Indonesia sebagai salah satu produsen kopi terbesar di dunia – posisi ke-4 dengan porsi 6% produksi dunia – juga merasakan dampak dari fenomena ini. Di tahun 2018, Indonesia berhasil mencapai produksi 10,7 juta karung dalam ukuran 60 kg. Namun, di tahun berikutnya produksi sedikit turun menjadi 10,6 juta karung dalam 60 kg.
Hingga 2024 di Indonesia berhasil menjaga produksi di angka 10,7 juta karung ukuran 60 kg.
Wilayah Sumatra menjadi peringkat pertama sebagai produsen kopi utama di Indonesia. Kontribusinya dari Provinsi Sumatra Selatan (209.470 ton), Lampung (141.930 ton), Sumatra Utara (91.900 ton), Aceh (71.080 ton), dan Bengkulu (54.090 ton).
Selanjutnya di Pulau Jawa, produksi kopi berasal dari Jawa Timur (48.050 ton) dan Jawa Barat (25.550 ton) sebagai produsen utama. Wilayah Indonesia Timur disumbang oleh Sulawesi Selatan (30.630 ton) dan Nusa Tenggara Timur (25.830 ton).
Untuk menjaga produksi tidak menurun, salah satu solusi yang telah terbukti efektif adalah diversifikasi varietas kopi yang lebih tahan terhadap penyakit dan iklim ekstrem, seperti varietas robusta dengan spesies tertentu. Selain itu, praktik pertanian berkelanjutan yang menghemat air dan meningkatkan kesehatan tanah juga telah diterapkan untuk memastikan keberlanjutan produksi jangka panjang.
Ketika dunia menghadapi krisis pasokan serupa, salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah mengoptimalkan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan petani. Program-program pelatihan untuk petani mengenai praktik pertanian yang lebih baik, penyediaan bibit unggul, dan dukungan finansial untuk investasi dalam teknologi irigasi adalah beberapa contoh solusi yang pernah diterapkan.
Di beberapa negara Amerika Selatan, misalnya, program yang berfokus pada rehabilitasi perkebunan tua dan penanaman kembali dengan varietas baru berhasil memulihkan produksi setelah mengalami penurunan tajam.
Untuk menghadapi tantangan saat ini, solusi masa lalu dan inovasi baru dapat dilakukan. Selain meningkatkan ketahanan tanaman dan praktik pertanian, penting juga untuk membangun rantai pasok yang lebih efisien dan transparan.
Pemerintah dan perusahaan kopi harus bekerjasama untuk memastikan bahwa petani mendapatkan harga yang adil, yang mendorong mereka untuk terus berinvestasi memproduksi kopi. Pada akhirnya, keseimbangan antara permintaan dan penawaran hanya bisa dicapai melalui upaya kolektif yang berfokus pada ketahanan iklim, inovasi, dan kesejahteraan petani kopi.