Mengenakan batik bernuansa warna biru, Menteri Perumahan Rakyat dan Permukiman Wilayah, Maruarar Sirait, berbincang dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresiden Jakarta, Rabu 30 Juli 2025. Hari itu, ia melapor ke Presiden terkait perkembangan terakhir program pembangunan perumahan bersubsidi untuk masyarakat. Juga sejumlah program strategis bidang perumahan, termasuk rencana peluncuran rumah subsidi secara masif dan terobosan baru Kredit Usaha Rakyat (KUR) perumahan.
“Yang pertama tadi saya laporkan bahwa kami membuat acara di bulan September, yaitu acara launching rumah subsidi. Rencananya secara masif di bulan September,” ujar Maruarar usai pertemuan itu.

Program rumah subsidi akan diluncurkan serentak di berbagai kota dengan target awal minimal 25.000 unit. Peningkatan kuota subsidi dari 200.000 menjadi 350.000 unit tahun ini dianggap sebagai langkah signifikan dalam menjawab kebutuhan perumahan rakyat. “Karena rumah subsidi ini pertama kali kuotanya meningkat. Biasanya sekitar 200.000-an, tahun ini ada 350.000,” ucapnya.
Maruarar menyebut dukungan dari berbagai pihak menjadi kunci keberhasilan peningkatan program ini. Rumah subsidi diprioritaskan bagi petani, nelayan, buruh, guru, pengemudi, hingga pekerja media.
“Dan pertama kali dibagi, kita ada pengalokasian buat petani 20.000 (unit), buat nelayan 20.000 (unit), buat juga buruh 20.000 (unit). Kemudian juga buat teman-teman media 3.000 (unit), buat supir sementara ini sudah dialokasikan 8.000 (unit), kemudian buat guru juga 20.000 (unit), dan berbagai macam masyarakat lainnya,” jelasnya.
Selain program subsidi, pemerintah juga tengah menyiapkan skema KUR (Kredit Usaha Rakyat) perumahan untuk pertama kalinya di Indonesia. Program ini ditujukan untuk mendukung pengembang dan kontraktor, serta mendongkrak sektor pariwisata lewat pembangunan homestay.
Pemerintah juga tengah menyiapkan skema KUR (Kredit Usaha Rakyat) perumahan untuk pertama kalinya di Indonesia
“Ini pertama kali di Indonesia ada kredit usaha rakyat untuk perumahan. Baru pertama kali Presiden Prabowo, dukungan dari Danantara, dari BUMN, dikoordinir oleh Bapak Menko Perekonomian, Pak Airlangga, dan Ibu Sri Mulyani. Jadi dari segi supply, itu ada support nanti buat developer, buat kontraktor, itu bisa dengan jumlah yang signifikan,” terang Maruarar.
Proyek strategis 3 juta rumah
Demi memberikan rumah layak huni kepada masyarakat khususnya yang berpenghasilan rendah (MBR), Pemerintah menargetkan pembangunan 3 juta unit rumah melalui Program 3 Juta Rumah, sebuah inisiatif utama yang diprioritaskan oleh Presiden Prabowo Subianto. Program ini juga merupakan janji kampanye Presiden Prabowo, yang ditargetkan akan dicapai dalam satu periode pemerintahan atau lima tahun.

Program ini bertujuan untuk membangun dua juta rumah di pedesaan juga wilayah pesisir dan satu juta rumah di perkotaan. Juga untuk mengatasi backlog perumahan dan menyediakan hunian layak. Selain itu, secara tidak langsung bisa mengurangi angka stunting, mengurangi kemiskinan, serta mengentaskan masalah perumahan dan permukiman secara umum dan menggairahkan perekonomian nasional.
Pihak Istana, melalui Satuan Tugas Presiden, pernah menyebut anggaran negara yang diperlukan untuk merealisasikan program ini mencapai Rp53,6 triliun. Namun, hingga kini, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) hanya diberi anggaran sebesar Rp5,27 triliun. Bahkan, jumlah anggaran ini hanya berlaku untuk tahun 2025, belum untuk tahun 2026, 2027, dan seterusnya yang sudah pasti memerlukan biaya lebih besar untuk pembangunan.
Senada, Menteri PKP Maruarar Sirait sempat mengungkapkan tantangan kementerian dalam menjalankan Program 3 Juta Rumah adalah pembiayaan. Menurutnya, negara hanya bisa membangun dan merenovasi 269.779 unit hunian.
Angka tersebut berdasar nilai anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang sudah dijadikan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA). "Kemampuan kita tidak sampai 270.000 (rumah). Dari APBN dan dari FLPP," ujar Maruarar dalam rapat dengan Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, 19 Mei 2025.
Saat ini, pagu anggaran Kementerian PKP setelah efisiensi sebesar Rp3,446 triliun. Dalam presentasi peta jalan Program 3 Juta Rumah, Maruarar memerinci, pembangunan rumah susun sebanyak 2.682 unit, pembangunan rumah khusus 476 unit, revitalisasi rusun 6.687 unit, Bantuan Stumulus Perumahan Swadaya atau BSPS 38.504 unit, penanganan kawasan kumuh 1.430 unit, dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) 220.000 unit.

Dengan demikian, Maruarar menyebut pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan Kementerian PKP adalah target 3 juta rumah dikurangi 269.799 rumah. Untuk itu, ia bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Keuangan dan perusahaan swasta untuk mendapat dukungan pembiayaan. Salah satunya hasilnya adalah program FLPP akan ada penambahan kuota dari 220.000 menjadi 350.000 unit.
Mengejar target dengan insentif
Agar bisa mencapai pembangunan rumah hingga 3 juta unit selama tahun, ada beberapa insentif yang ditawarkan pemerintah. Pertama, pemerintah telah memperpanjang insentif berupa PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100% hingga akhir tahun 2025.
Insentif ini berlaku untuk pembelian rumah tapak dan rumah susun dengan harga maksimal dua miliar rupiah. Artinya, masyarakat yang membeli rumah dalam kategori tersebut tidak perlu membayar Pajak Pertambahan Nilai.
Untuk rumah dengan harga antara dua miliar hingga lima miliar rupiah, PPN hanya dikenakan atas selisih harga di atas dua miliar rupiah. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat dan menggairahkan sektor properti nasional.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah menyetujui perpanjangan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 100% untuk pembelian rumah hingga Desember 2025 dan tengah mempersiapkan revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
“Insentif PPN DTP perumahan 100 persen, kami sudah menyetujui. Sekarang ini sedang dalam proses untuk perubahan PMK-nya diperpanjang sampai dengan Desember,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), di Jakarta, Senin 28 Juli 2025.
Aturan insentif itu sebelumnya tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13 Tahun 2025, di mana besaran insentif PPN DTP ditetapkan bergantung pada waktu penyerahan unit hunian.
Untuk penyerahan unit pada 1 Januari–30 Juni 2025, pemerintah menanggung 100% PPN untuk dasar pengenaan pajak (DPP) Rp2 miliar. Sedangkan untuk penyerahan unit pada 1 Juli–31 Desember 2025, insentif PPN DTP yang berlaku sebesar 50% dari DPP Rp2 miliar.
Kini, pemerintah memutuskan untuk memperpanjang besaran insentif 100 persen hingga Desember 2025 untuk mendorong daya beli masyarakat, khususnya untuk pembelian rumah. Kebijakan itu juga bertujuan menjaga laju pertumbuhan sektor properti yang memiliki efek berganda terhadap perekonomian nasional.
Keputusan itu diambil dalam rapat koordinasi (rakor) pertumbuhan ekonomi bersama kementerian teknis terkait di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat 25 Juli 2025 lalu. “Ini semuanya diharapkan memberikan suatu sinyal bahwa kita menggunakan seluruh instrumen yang kita miliki di dalam fiskal untuk mendorong perekonomian kita,” kata Sri Mulyani.
Selain uang pangkal yang disubsidi, insentif lain yang juga dimaksudkan untuk meningkatkan kuota rumah subsidi adalah melalui skema FLPP. Tahun ini, kuota ditingkatkan dari 220.000 unit menjadi 350.000 unit, dengan dukungan dana sebesar Rp35,2 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Ini merupakan langkah konkret untuk memperluas jangkauan program rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) melaporkan, realisasi penyaluran rumah subsidi lewat skema FLPP telah mencapai Rp15,73 triliun hingga Juli 2025. Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, mengatakan, penyaluran FLPP oleh BP Tapera realisasinya mencapai dengan Rp15,73 triliun itu untuk 126.032 unit rumah hingga Juli 2025. Di mana, Jawa Barat menempati posisi pertama dengan penyaluran terbesar.

Selain melalui BP Tapera, juga ada kerja sama antara Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) dan BPJS ketenagakerjaan, dengan meluncurkan program uang muka nol persen untuk rumah subsidi FLPP. Dalam skema ini, uang muka ditanggung oleh pengembang, sehingga konsumen tidak perlu membayar uang muka. Ini menjadi solusi bagi masyarakat yang selama ini kesulitan memenuhi syarat uang muka dalam pembelian rumah.
Insentif berikutnya, pemerintah memberikan insentif tambahan berupa pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk rumah subsidi, serta mempercepat proses Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) di seluruh Indonesia.
Kredit usaha sektor perumahan
Yang terbaru, dan akan digulirkan pada September nanti, adalah rencana pengguliran Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus sektor perumahan dengan nilai mencapai Rp130 triliun. Saat ini, Pemerintah sedang merampungkan regulasi program KUR untuk usaha berskala kecil dan menengah yang bergerak di sektor pengembangan perumahan.
Anggaran program ini dipastikan tidak akan memotong plafon KUR khusus UMKM yang sudah berjalan, karena program ini akan di-back up langsung oleh Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Yang berkomitmen menggolontorkan Rp130 triliun melalui pembiayaan KUR bidang perumahan.
Skema penyaluran KUR Perumahan nantinya berjalan dalam dua jalur. Yakni pertama dari sisi penawaran perumahan, terhubung dengan para pengembang serta ekosistem perumahan guna menghasilkan rumah yang berkualitas serta layak huni, dengan plafon anggaran mencapai Rp177 triliun.
Sisi sebaliknya adalah sisi permintaan dengan anggaran Rp13 triliun yang akan terhubung dengan masyarakat yang ingin mengembangkan usaha di sektor perumahan, seperti membangun ruko maupun homestay sehingga mampu mendorong peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
"Pemanfaatan dana KUR Perumahan yang menjadi bagian dalam subsidi pembiayaan perumahan harus dilaksanakan secara terbuka dan akuntabel. Selain itu ada sejumlah indikator yang harus di capai yakni tepat sasaran, NPL rendah dan mendorong agar UMKM bisa naik kelas," kata Sekretaris Jenderal Kementerian PKP, Didyk Choirul, dikutip dari Situs kementerian Perumahan dan Permukiman Wilayah.
Kementerian PKP, imbuhnya, juga akan terus membuka kesempatan bagi mitra kerja untuk memberikan masukan dengan melakukan focus group discussion (FGD) dengan asosiasi pengembang, agar KUR Perumahan ini mendapat dukungan dari semua pihak, dan dilaksanakan sesuai tata kelola yang baik dan peraturan yang berlaku.
Untuk penyalur KUR Perumahan masih tetap melibatkan bank BUMN atau Himbara yang telah bergerak sebagai penyalur KUR, seperti Bank BRI maupun pembiayaan perumahan yakni BTN. “Kami juga sedang membahas untuk melibatkan Nobu Bank, BCA, dan Artha Graha sebagai penyalur KUR Perumahan serta melakukan FGD untuk mencari masukan dan saran dari pelaku pembangunan dan asosiasi pengembang perumahan," jelas Didyk.
Peran vital perbankan dalam pembiayaan
Sejumlah perbankan juga terlibat dalam percepatan penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) rumah subsidi dengan FLPP bagi masyarakat berpenghasilan rendah ini.
Salah satu bank penyalur, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI mencatatkan pencapaian positif dalam penyaluran kredit KPR bersubsidi. BRI tercatat telah menjangkau 97.878 penerima manfaat di seluruh Indonesia per Juni 2025, naik 18% dari tahun sebelumnya. Nilai outstanding yang ada pun mencapai Rp13,35 triliun, tumbuh 19,51% secara tahunan (YoY).
Capaian ini turut diimbangi oleh kualitas kredit yang tetap terjaga, tercermin dari rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) yang berada di level rendah, yakni 1,1%.
KPR FLPP juga menjadi skema dengan kontribusi terbesar. Yakni, mencapai 97% dari total penyaluran KPR Bersubsidi BRI hingga pertengahan 2025.
Sedangkan PT Bank Tabungan Negara (BTN) juga telah menyalurkan pembiayaan untuk KPR Sejahtera FLPP sebanyak 79.104 unit hingga akhir Mei 2025. Tahun ini BTN menargetkan mendukung pemerintah dalam Program Rumah Rakyat dengan penyaluran KPR Sejahtera FLPP sebanyak 220.000 unit.
Adapun PT Bank Negara Indonesia (BNI) mencatat, per 23 Juli 2025, BNI telah menyalurkan sebanyak 6.025 unit KPR FLPP dengan nilai mencapai Rp759,57 miliar. Tahun ini, BNI mendapatkan kuota untuk menyalurkan KPR FLPP sebanyak 25.000 unit.
Jumlah tersebut melonjak lebih dari dua kali lipat dibanding dengan kuota awal BNI tahun ini yang hanya sebesar 10.750 unit. Penyaluran ini menjadi bagian dari komitmen BNI dalam mendukung Program 3 Juta Rumah yang dicanangkan pemerintah untuk mengurangi backlog perumahan nasional.
Pengawasan distribusi perumahan
Meski sudah banyak keterlibatan dari bebragai institusi, proram ini juga masih akan menemui banyak hambatan di masa depan. Jumlah tanah atau lahan kosong untuk membangun hunian semakin sedikit dikarenakan penguasaan tanah yang terlalu terpusat oleh beberapa pihak. Hal ini mengakibatkan ongkos tanah yang semakin meninggi untuk program 3 Juta Rumah. Padahal, seharusnya pembangunan rumah dibuat seterjangkau mungkin untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Dalam lingkup pemerintahan, masalah perumahan dikelola oleh enam kementerian atau lembaga. Hal ini menyebabkan lambatnya proses administrasi dan koordinasi antar pihak terkait pengelolaan sektor perumahan. Jika birokrasi tidak kunjung disederhanakan, maka program 3 Juta Rumah akan sulit untuk dijalankan.
Terakhir, distribusi tiga juta rumah yang telah dibangun perlu diawasi agar sampai ke sasaran yang tepat, yakni masyarakat berpenghasilan rendah. Jika tidak dibarengi dengan pengawasan ketat, program ini berpotensi disalahgunakan sehingga menyasar ke oknum-oknum di luar target sasaran.
Jika tidak dibarengi dengan pengawasan ketat, program ini berpotensi disalahgunakan sehingga menyasar ke oknum-oknum di luar target sasaran.
Apabila ini terjadi, maka program tidak dapat dikatakan berhasil karena kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah akan hunian belum terpenuhi.
Pengamat properti yang juga menjabat sebagai Head of Research Coldwell Banker Richard Ellis (CBRE) Indonesia, Anton Sitorus, mengatakan, salah satu yang perlu jadi fokus pemerintah saat ini agar Program 3 Juta Rumah ini berjalan baik adalah memastikan semua paket kebijakan insentif tersebut sudah bergerak dan berdampak, tidak jalan di tempat.
Jika salah satu paket insentif tersebut gagal, maka program 3 juta unit rumah ini akan susah dicapai dan akan menjadi wacana semata. Karenanya, ia menilai lebih baik pemerintah fokus pada implementasi insentif yang sudah ada, bukan menambah kebijakan insentif yang baru.
“Kalau saya ditanya mengenai program 3 juta unit rumah ini tidak ada masalah, tujuannya sangat mulia, saya hanya ingin paket insentif tersebut benar-benar jalan dan tidak ada kendala,” ujar dia ketika dihubungi SUAR pada 1 Agustus 2025.
Anton menuturkan, belajar dari kesalahan tahun lalu. Saat itu pemerintah menargetkan pembangunan 1 juta unit rumah, namun pada kenyataannya pembangunan hanya mencapai 300.000 unit atau 30% dari target.
Sama halnya dengan program 3 juta unit rumah ini, secara ide sangat bagus: membantu masyarakat agar mendapatkan hunian layak. Namun, secara realita mungkin perlu kerja keras untuk mencapainya. Kuncinya terletak pada implementasi paket insentif yang sesuai rencana.
Anton menyoroti soal skema FLPP yang masuk ke dalam paket insentif agar lebih diprioritaskan. Sebab, skema FLPP ini juga memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena mendorong pertumbuhan sektor konstruksi. “Pemerintah fokus pada pengembangan program FLPP, karena memang banyak masyarakat yang membutuhkan rumah subsidi, terutama yang berpenghasilan rendah,” ungkap dia.
Di sisi lain, patokan rumah subsidi harus berdasarkan World Health Organization (WHO) yaitu minimal 7,2 meter persegi per jiwa dan Standar Nasional Indonesia dengan luasan 9 meter persegi per jiwa. Pemerintah juga harus memperhatikan kenyamanan penghuni karena kenyamanan akan mempengaruhi indeks kebahagiaan seseorang dalam menjalankan kehidupannya. S
Mukhlison, Harits Arrazie, dan Ridho Syukra