Mendorong Pertumbuhan Inklusif: Inovasi, Industrialisasi, dan Energi untuk Penciptaan Lapangan Kerja

Arjad Rasjid menyarankan pendekatan 3G untuk mengatasi permasalahan urgen yang menjadi tantangan saat ini, yakni lapangan pekerjaan dan pengangguran.

Mendorong Pertumbuhan Inklusif: Inovasi, Industrialisasi, dan Energi untuk Penciptaan Lapangan Kerja
Arsjad Rasjid tampil di Acara Meet The Leaders/Universitas Paramadina

Press Release

Arsjad Rasjid, Ketua Dewan Pengawas Indonesia Business Council (IBC), menawarkan pendekatan 3G sebagai pilar utama dalam strategi terstruktur untuk pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan, yang perlu dicobakan. Yakni, Grow People, Gear Up Industry, dan Go Green.

Hal itu dinyatakan Arsjad Rasjid ketika tampil sebagai narasumber dalam acara Meet The Leaders di Universitas Paramadina, Jakarta, Sabtu (19/7).

Dalam paparannya, Arsjad Rasjid mengamati situasi internasional sedang berubah. Hal ini memberikan dampak secara tidak langsung kepada Indonesia, khususnya di bidang ekonomi.

“Peristiwa di Timur Tengah, Trump Effect, perang Ukraina–Rusia, dan lain-lain, membuat semuanya bergerak ke arah perubahan. China saja, sebagai negara yang pertumbuhan ekonominya kemarin terus naik, saat ini sedang cenderung turun,” ujar Arsjad.

Menurut Arsjad, fokus saat ini yang harus diperhatikan serius bukan hanya soal economic growth yang hanya 4,7 persenan, tapi adalah daya beli masyarakat yang terus menurun. Masyarakat bisa dikatakan tidak punya uang saat ini. Karena itu daya beli turun.

Fokus saat ini yang harus diperhatikan serius bukan hanya soal economic growth yang hanya 4,7 persenan, tapi adalah daya beli masyarakat yang terus menurun.

Tantangan serius lain adalah jumlah pengangguran yang naik menjadi 7,28 juta orang. Tingkat pengangguran terbuka memang turun 4,7%, tetapi jumlah pengangguran justru naik menjadi lebih dari 7,28 juta orang.

Yang lebih memprihatikan lagi adalah fakta bahwa hampir 60% angkatan kerja kita masih berada di sektor informal. “Menjadi pertanyaan besar kemudian, apakah lapangan kerja mencukupi untuk memperbaiki keadaan?” tandas Arsjad.

Arsjad menyampaikan, cara pandangnya simpel saja. Saat ini di Indonesia hanya ada dua sumber pendapatan masyarakat.

Pertama, pedagang yang mendapat laba dari usahanya. Dan, kedua, pekerja yang mendapat upah, bonus, dan lain-lain. Jika dua sumber itu tidak lagi ada, maka growth economy tidak akan ada lagi, pasti menurun tajam.

“Jadi jelas, yang lebih urgen menjadi tantangan saat ini adalah lapangan pekerjaan, dan pengangguran,” kata pengusaha dari Group Indika tersebut.

’’Kabur Dulu Aja’’ itu Adalah Fakta

Untuk melihat data lapangan kerja bisa dari sumber data investasi, yang dapat menciptakan lapangan kerja. Namun, itu pun penuh tantangan. Sumber investasi yang masuk lebih pada capital intensive daripada labour intensive.

Untuk menciptakan investasi, baik investasi kecil ataupun besar, menurut Arsjad, tantangannya banyak sekali. Mulai dari soal tanah, preman, permit, izin-izin, dan segala macam persoalan.

Arsjad menyebutkan, dari persoalan lapangan kerja beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan terjadinya migrasi yang cukup signifikan dari para tenaga terampil Indonesia ke luar negeri. Mulai dari perawat, ahli IT sampai insinyur.

“Pastinya mereka bukan tidak cinta negara ini, tapi di luar negeri upah yang diterima bisa lima-delapan kali lebih besar dari jumlah upah di dalam negeri. Career path dan akses ke jaminan sosial yang lebih baik,” ujarnya.

Tak heran, Arsjad menandaskan, tren ’’Kabur Dulu Aja’’ itu adalah fakta, karena memang jumlah lapangan pekerjaan di dalam negeri yang sangat kurang. Hal itulah yang kini menjadi pertanyaan apa yang akan dilakukan dengan realitas yang ada seperti sekarang.

Bonus demografi Indonesia yang digadang-gadang menyediakan jumlah tenaga kerja produktif sampai 70% akan menjadi malapetaka jika tidak diperhatikan serius. Di mana tenaga produktivitas banyak, tapi lapangan pekerjaan tidak ada.

“Itulah PR utama Indonesia sekarang,” ucap Arsjad.

Bonus demografi Indonesia yang digadang-gadang menyediakan jumlah tenaga kerja produktif sampai 70% akan menjadi malapetaka jika tidak diperhatikan serius.

Untuk mengatasi hal tersebut, Arsjad menyarankan pendekatan 3G sebagai Pilar Utama dalam strategi terstruktur untuk pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan, yang perlu dicobakan. 3G itu yakni: Grow People, Gear Up Industry, dan Go Green.

Grow People diartikan sebagai membangun manusia Indonesia sebagai talenta global. Bukan hanya untuk bekerja, tapi juga untuk memimpin dan berinovasi. Hari ini hanya 10% lulusan S1. Selebihnya adalah lulusan SMA-SMK dan SMP dan SD.

“Kebanyakan angkatan kerja kita malah lulusan SMP dan SD saja. IQ Indonesia juga saat ini diketahui turun,” ujar Arsjad.

Gear Up Industry adalah mendorong reindustrialisasi berbasis nilai tambah dan pemerataan sebagai motor pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja.

Langkah strategisnya adalah dengan hilirisasi mineral dan manufaktur strategis, reindustrialisasi (dengan nilai tambah hingga USD 25 miliar ke PDB), dan memperluas industri ke luar Jawa, dengan melibatkan UMKM.

Adapun Go Green adalah menjadikan transisi energi sebagai peluang pertumbuhan ekonomi baru. Langkah strategis yang dilakukan dengan re-skilling pekerja sektor tinggi emisi, mendorong pembiayaan hijau untuk UMKM, dan melibatkan masyarakat lokal dalam proyek transisi energi.

Sumber: press release Universitas Paramadina