Wawancara Rizal Edwin Manansang, Plt. Sekretaris Jenderal Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus
Kawasan ekonomi khusus (KEK) menjadi salah satu instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan pemerataan pembangunan di berbagai daerah. Ini terbukti, selama 2024 kinerja sejumlah KEK yang rata-rata diaktivasi sejak empat–lima tahun lalu itu menunjukkan hasil yang positif.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat, realisasi investasi di KEK hingga akhir Juli 2025 mencapai Rp 294.4 triliun. Angka ini diperoleh secara kumulatif, dengan tambahan investasi Rp 40,48 triliun sepanjang semester pertama 2025.
Selain itu, KEK juga berhasil menyerap 28.094 tenaga kerja atau 56,4% dari target tahun ini. Total penyerapan tenaga kerja sejak KEK berdiri sudah mencapai 187.376 orang dengan melibatkan 442 pelaku usaha.
Membangun KEK tentu saja perlu melalui perencanaan dan pertimbangan matang. Semua aspek harus dinilai, sesuai dengan karakter dan kriteria dari lokasi yang akan dibangun kawasan ekonomi khusus tersebut.
Namun, tujuan pembangunan semuanya sama. ”Melalui KEK, kita berharap dapat menciptakan pusat-pusat ekonomi baru yang mampu menarik investasi, membuka lapangan kerja, serta meningkatkan daya saing industri nasional,” kata Rizal Edwin Manansang, Plt. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
Selama ini Edwin konsisten berperan aktif dalam merumuskan strategi pengembangan KEK yang lebih inklusif dan kompetitif, serta mendorong kolaborasi lintas kementerian dan lembaga. Ia juga fokus pada optimalisasi pemanfaatan fasilitas fiskal dan mendorong investasi baru di berbagai KEK, seperti KEK Pariwisata dan KEK Arun Lhokseumawe.
Kepada SUAR (6/10), Edwin menjelaskan apa saja tantangan yang dihadapi dalam mengelola KEK, dan apa strategi pemerintah agar KEK berjalan efektif dan memberikan hasil positif bagi perekonomian nasional. Petikannya:
Apa tantangan terbesar KEK ke depan agar benar-benar jadi motor pertumbuhan ekonomi daerah sekaligus nasional?
Tantangan terbesar adalah penyediaan infrastruktur dan aksesibilitas kawasan serta kesesuaian setiap kegiatan dengan Amdal kawasan. BUPP sebagai stakeholder yang membantu KEK perlu menyediakan infrastruktur kawasan yang lengkap sesuai dengan kebutuhan investasi di KEK-nya.
Selain itu, diperlukan adanya penataan kawasan di dalam lokasi KEK – masterplan KEK yang ditetapkan oleh BUPP (Badan Usaha Pembangunan dan Pengelola KEK) – yang diintegrasikan dengan penataan ruang di sekitar kawasan KEK.
Apa karakteristik yang ditonjolkan dalam membangun KEK di Indonesia?
Model pengembangan KEK di Indonesia lebih mendorong inisiatif dari badan usaha, utamanya swasta atau BUMN, dan diberi kebebasan untuk menentukan lokasi dan sektor yang akan dikembangkan.
Insentif atau fasilitas dan kemudahan di KEK pun menjadi yang ultimate untuk memperkuat daya saing, baik dari segi fiskal maupun non-fiskal.
Apa saja kemudahan yang bisa didapat investor bila berinvestasi di KEK?
Ada insentif fiskal, antara lain tax holiday hingga 20 tahun atau tax allowance, tidak dipungut atau penangguhan pajak, tidak dipungut PDRI (pajak impor) dan cukai, serta pengurangan pajak daerah dan/atau retribusi daerah.
Berkaitan dengan insentif non-fiskal antara lain pelayanan satu pintu oleh administrator KEK, persetujuan lingkungan pelaku usaha oleh badan usaha, tidak memerlukan PBG (persetujuan bangunan gedung) selama badan usaha memiliki estate regulation,
Bagaimana dengan pekerja asing yang biasanya embeded dengan investasi yang dibawa masuk investor luar negeri?
Ada perlakuan khusus bagi pekerja asing, seperti: visa on arrival (VoA) dapat diperpanjang 5 kali, hak pakai (lahan) sampai dengan 80 tahun, pembatasan barang belum diberlakukan, dan sebagainya.
Dengan model seperti ini, hingga saat ini KEK berhasil menarik investor-investor besar baik dalam negeri maupun asing, seperti Unilever di KEK Sei Mangkei dan Freeport di KEK Gresik.
Apa saja strategi pemerintah agar KEK kita lebih unggul dari negara lain?
Jika dibandingkan dengan kawasan serupa di negara lain, strategi pemerintah tidak hanya berfokus pada besarnya insentif, tetapi juga pada penguatan ekosistem industri yang menyeluruh. Khususnya mengembangkan aglomerasi industri hilir yang berorientasi pada pengolahan sumber daya alam di Indonesia.
Pemerintah juga memperkuat kolaborasi dengan sektor swasta serta melakukan branding dan promosi global agar KEK Indonesia dikenal sebagai destinasi investasi yang menarik dan berdaya saing.
Bagaimana memastikan manfaat KEK tidak hanya dirasakan investor besar, tapi juga memberi ruang bagi UMKM lokal, tenaga kerja lokal, serta pendidikan vokasi di sekitar kawasan?
Strateginya adalah menjadikan KEK sebagai ekosistem ekonomi yang inklusif. Pertama, melalui keterlibatan UMKM lokal seperti meningkatnya permintaan terhadap usaha rumah kos, warung makan, jasa transportasi, hingga toko ritel dan layanan kecil lain di sekitar kawasan. Semua ini menumbuhkan ekonomi lokal secara nyata.
Kedua, pemerintah mendorong penggunaan tenaga kerja lokal melalui kerjasama antara pengelola KEK, dinas ketenagakerjaan, dan lembaga pelatihan, sehingga kebutuhan industri dapat diisi oleh SDM dari daerah sekitar.
Ketiga, dilakukan link and match dengan pendidikan vokasi, agar kurikulum dan pelatihan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan industri di KEK.
Apakah pendekatan itu sudah dilakukan, apakah ada hasil signifikan?
Dengan pendekatan ini, KEK tidak hanya menjadi pusat investasi besar, tapi juga menjadi penggerak ekonomi daerah, membuka peluang usaha baru, meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar, dan membangun kemandirian ekonomi lokal yang berkelanjutan. Sementara itu, dengan pengembangan dan pengelolaan KEK, secara akumulatif hingga semester I–2025, KEK berhasil menyerap 187.376 tenaga kerja.