Fostering Engagement

Employee engagement, the state in which an employee brings his or her full self, physically, cognitively, and emotionally, to his or her role at work.

Fostering Engagement
Photo by Look Studio / Unsplash

Manusia secara kodrati diciptakan untuk hidup dan berkembang dalam komunitasnya. Melalui interaksi sosial, manusia dapat bertumbuh, mengembangkan diri, dan meningkatkan eksistensinya. 

Maka ketika manusia hanya bekerja soliter, kurang berinteraksi dengan insan lain, dia akan sulit membuat inovasi – yang bisa bermanfaat bagi komunitasnya.

Demikian juga dalam sebuah organisasi, individu yang kurang berinteraksi dengan anggota organisasi lainnya juga akan sulit memberikan kontribusi optimal kepada oganisasinya. Kurangnya interaksi langsung antar manusia dalam sebuah organisasi perusahaan akan membuat perusahaan itu kering dengan ide-ide segar yang menantang.

Di sinilah sebuah konsep tentang employee engagement menjadi nilai-nilai yang perlu dipegang dalam kultur perusahaan. Menurut pakar organisasi dan manajemen dari Universitas Boston, Profesor William Kahn, employee engagement atau keterlibatan karyawan adalah kondisi di mana seorang karyawan membawa diri mereka secara penuh, baik secara fisik, kognitif, dan emosional, ke dalam perannya di pekerjaan, sehingga memotivasi loyalitas dan komitmen terhadap organisasi.

Employee engagement didefinisikan sebagai pemberdayaan para anggota organisasi terhadap peran kerja mereka, dalam keterikatan, orang-orang mempergunakan dan memperlihatkan dirinya sendiri secara fisik, kognitif, dan emosi selama memerankan tugasnya dalam organisasi perusahaan.

Dari sisi karyawan, memang ada berbagai cara pandang dalam menyikapi hubungannya dengan perusahaan pemberi kerja. Ada yang menganggap bahwa bekerja adalah sebatas melakukan job desk. Sehingga hari-harinya hanya diisi oleh aktivitas absen pagi, melakukan tugas sesuai banderol, lalu pulang selepas absen di jam habis kerja.

Situasi ini memicu minimnya interaksi dan memicu berkurangnya keterlibatan seorang karyawan. Ia tak memiliki ikatan ke perusahaan, tak punya feeling ke tempatnya bekerja.

Bahkan kecenderungan ini bisa membentuk fenomena makan tulang kawan. Seorang yang kadang tugas pekerjaannya diambil alih oleh kolega yang lain, karena ketiadaan inisiatif untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Sehingga atasannya mendelegasikan tugas ke temannya yang lain, meski itu bukan tugasnya, karena tak mau tugas itu tak tertangani.

Maka, di setiap organisasi perusahaan, wajib kiranya menumbuhkan semangat keterlibatan karyawan secara sadar dalam setiap proses yang dilakukan. Karyawan yang memiliki employee engagement pada perusahaan akan bekerja secara konsisten serta tidak mudah menyerah saat menghadapi masalah saat bekerja.

Perusahaan wajib menumbuhkan semangat keterlibatan karyawan secara sadar dalam setiap proses yang dilakukan.

Karyawan yang terikat dengan perusahaan akan memberikan performa kerja yang terus meningkat, karena dedikasi dalam diri, sehingga timbul rasa tanggungjawab untuk terus bekerja dan ikut andil dalam suksesnya perusahaan mencapai tujuannya.

Karyawan yang memiliki nilai engagement merupakan pekerja yang mempunyai keterikatan penuh dan semangat terhadap pekerjaan mereka. Pandangan ini menyatakan bahwa employee engagement tidak hanya membuat karyawan memberikan kontribusi lebih, namun juga membuat mereka memiliki loyalitas yang lebih tinggi, sehingga mengurangi keinginan untuk meninggalkan perusahaan secara sukarela.

Agar eksosistem ini terbentuk, maka diperlukan kepemimpinan kuat untuk bisa membimbing dan menginspirasi setiap individu organisasi untuk bisa memiliki dan berbagi spirit atas tujuan perusahaan.

Organisasi perusahaan juga perlu selalu menanamkan budaya kepedulian terhadap proses kerja dan diraihnya tujuan bersama. Dengan adanya keterlibatan karyawan, maka ia akan secara proaktif mencari cara berkontribusi pada kemajuan organisasi, yang hasilnya juga akan berdampak pula kepada dirinya.