Tingginya minat produsen mobil listrik untuk berinvestasi di Indonesia menguntungkan bagi kawasan industri Indonesia. Permintaan terhadap lahan industri, terutama didorong oleh relokasi dan ekspansi besar-besaran perusahaan asal China – khususnya yang bergerak di sektor makanan, elektronik dan ekosistem kendaraan listrik.
Dalam riset "Industrial sector acceleration: Optimism amidst rapid growth" yang dirilis Colliers, Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto mengatakan, ketegangan geopolitik dan perang tarif global mempercepat pergeseran investasi ke arah Indonesia, yang semakin dipandang sebagai alternatif strategis untuk kegiatan manufaktur di kawasan Asia.
Kawasan industri dirancang untuk menarik perusahaan industri dan manufaktur. Kawasan ini biasanya dikembangkan dan dikelola oleh pengembang atau manajer real estat untuk memelihara fasilitas dan infrastruktur yang ada. Kawasan industri di Indonesia secara umum dilengkapi dengan fasilitas seperti instalasi pengolahan air, instalasi pengolahan air limbah, jalur telekomunikasi, serat optik, listrik, gas, dan fasilitas lainnya.
Selain ekosistem kendaraan listrik, sektor lain yang berinvestasi cukup besar di lahan kawasan industri adalah teknologi, khususnya data center.
Total investasi kendaraan listrik: Rp 5,65 triliun
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian Mahardi Tunggul Wicaksono mengatakan industri otomotif Indonesia masih menarik bagi produsen kendaraan listrik dari sejumlah negara. Nilai investasinya pun telah mencapai Rp5,65 triliun yang berasal dari mobil listrik, motor listrik, dan bus listrik. Nilai investasi tersebut berpotensi terus bertambah karena ada sejumlah brand yang akan masuk.
"Investasi di mobil listrik masih menjadi yang terbesar dengan total investasi Rp4,12 triliun dengan jumlah pabrikan mobil listrik sebanyak 9 perusahaan dengan kapasitas produksi 70.060 unit per tahun," ujar dia dalam diskusi Kemenperin dan Forum Wartawan Industri belum lama ini.
Untuk motor listrik, Tunggul mengatakan saat ini total investasinya sebesar Rp1,15 triliun. Itu didapatkan dari pabrikan motor listrik dengan jumlah 66 perusahaan yang memiliki kapasitas produksi 2,37 juta unit per tahun.
Selanjutnya bus listrik juga mulai meramaikan pasar otomotif Indonesia dengan nilai investasi sebesar Rp 380 miliar. Saat ini ada 7 pabrikan bus listrik dengan kapasitas produksi sebesar 3.100 unit per tahun.
Adapun jika dilihat secara keseluruhan, total investasi di industri otomotif periode 2021-2025 mencapai Rp174,31 triliun. Ini terdiri dari Rp143,91 trilin investasi roda empat dan Rp30,4 triliun investasi roda dua. Investasi ini berasal dari investasi 32 pabrik kendaraan roda empat dan 73 kendaraan roda dua. Dari investasi tersebut, terserap sekitar 100.000 tenaga kerja.
Aturan TKDN mobil listrik
Mahardi menambahkan, investasi mobil listrik ke depan di Indonesia akan bertambah. Ini merupakan buah aturan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) bagi pabrikan mobil listrik.
Aturan tentang TKDN mobil listrik telah ditetapkan di Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 55 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Dalam aturan itu, produsen mobil listrik baterei (Bateray Electric Vehicle/BEV) bisa menikmati insentif pajak berupa pembebasan Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) untuk impor. Ini berlaku untuk impor mobil listrik baterai utuh completely built up/CBU demi menambah populasinya di jalanan Tanah Air.
Masa impor CBU peserta program bakal berakhir pada 31 Desember 2025. Setelah itu, insentif berupa pembebasan Bea Masuk dan PPnBM yang sudah diterima, akan disetop. Selanjutnya, mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027 para produsen wajib memproduksi mobil listrik di Indonesia dengan jumlah setara kuota impor CBU. Produksi ini harus menyesuaikan aturan TKDN yang sudah ditetapkan.
Menurut Perpres itu, TKDN mobil listrik produksi lokal wajib mencapai 40 persen pada 2022-2026. Lalu naik menjadi 60 persen pada 2027-2029 dan 80 persen mulai 2030. Pemenuhan TKDN itu sama saja dengan menarik investasi baru pabrik dan fasilitas perakitan di Indonesia.
Hingga pendaftaran peserta program ini ditutup pada Maret 2025, ada enam produsen yang sudah mengikutinya. Keenam produsen itu adalah BYD Auto Indonesia (BYD), Vinfast Automobile Indonesia (Vinfast), Geely Motor Indonesia (Geely), Era Industri Otomotif (Xpeng), National Assemblers (Aion, Citroen, Maxus dan VW) serta Inchape Indomobil Energi Baru (GWM Ora).
"Dalam perjalanannya, perusahaan juga harus memperhatikan nilai, besaran nilai TKDN. Dari 40 persen harus secara bertahap naik menjadi 60 persen besaran nilai TKDN," ujar dia.
Tunggul menyebutkan, dari enam perusahaan yang mengikuti program insentif CBU, akan melakukan penambahan total investasi sebesar Rp 15 triliun serta rencana penambahan kapasitas produksi sebesar 305 ribu unit. Dari enam perusahaan tersebut, dua perusahaan melakukan kerja sama perakitan dengan assembler lokal, yakni PT Geely Motor Indonesia dan PT Era Industri Otomotif.
Sementara itu, dua perusahaan melakukan perluasan kapasitas produksi, yakni PT National Assemblers dan PT Inchcape Indomobil Energi baru, dan dua perusahaan membangun pabrik baru, yakni PT BYD Auto Indonesia dan PT Vinfast Automobile Indonesia.
Menekan kinerja
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengakui, insentif impor mobil listrik baterei dalam rangka tes pasar sukses meningkatkan adopsi mobil ini di Indonesia. Tetapi, hal ini menekan kinerja industri yang sudah lama eksis. Gaikindo mencatat, utilisasi industri mobil turun dari 73% menjadi 55% tahun ini, seiring turunnya penjualan mobil domestik.
Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara menuturkan, penjualan mobil domestik turun menjadi 865 ribu unit pada 2024 dibandingkan tahun 2014 sebanyak 1,2 juta unit. Tren ini berlanjut pada tahun ini, di mana per Juli lalu, penjualan mobil turun 10% menjadi 453 ribu unit.
Kukuh menyatakan, penurunan penjualan mobil dipicu pelemahan daya beli dan mahalnya pajak mobil di luar BEV. Saat ini, tidak semua mobil dengan TKDN tinggi mendapatkan insentif. Sebaliknya, pemerintah malah memberikan insentif besar bagi BEV untuk menarik investasi.
Dia menegaskan, kehadiran BEV impor menekan produksi mobil dalam negeri dengan TKDN tinggi, berkisar 80-90%. Itu artinya, BEV impor telah mengganggu keseimbangan industri.
Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Riyanto mengatakan insentif BEV impor CBU memang mampu mendorong penjualan BEV pada 2024 dan 2025. Artinya, uji pasar BEV berhasil. Bahkan, dia menuturkan, saat ini, BEV impor merajai pasar domestik. Porsinya mencapai 64% per Mei 2025, naik tajam dari hanya 40,2% pada periode sama tahun lalu.
Namun demikian, menurut Riyanto, insentif BEV Impor hanya berdampak ke sektor perdagangan saja yang memiliki efek berganda (multiplier effect) jauh lebih kecil dibandingkan dengan produksi lokal. Ini juga membuat utilisasi produksi pabrik dalam negeri tidak optimal.
Dia merekomendasikan pemerintah memberikan kebijakan fiskal yang konsisten, fair dan proporsional berbasis emisi dan TKDN. Kendaraan yang berkontribusi mengurangi emisi cukup besar dan dampak terhadap perekonomiannya besar, patut memperoleh insentif yang besar pula