Sudah enam bulan, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang didirikan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di Pejaten, Jakarta Selatan, ini menjadi salah satu dapur umum yang memasok makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Sejak didirikan pada Maret lalu, hingga saat ini, SPPG Polri di Pejaten ini memasok setiap harinya sekitar 3.417 porsi makanan bergizi untuk anak-anak sekolah dan warga sekitar Pejaten.

SPPG Polri di Pejaten, salah satu dari 18 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) prioritas, yang terdiri atas 2 SPPG di Mabes Polri dan 16 lainnya di jajaran polda. Salah satu yang dilayani SPPG Polri di Pejaten ini adalah SMK Kemala Bhayangkari Delog di Jakarta Selatan.
Ada 695 siswa yang menerima MBG setiap hari di sekolah ini. Staf kesiswaan yang juga penanggung jawab distribusi MBG di SMK Kemala Bhayangkari, Asih Wisata Sari, 54 tahun, mengaku selama enam bulan ini program MBG yang dipasok dari SPPG Polri di Pejaten berjalan lancar tanpa kendala berarti.

“Sejauh ini kualitas makanan yang kami terima masih bagus, cukup layak,” ujar Asih kepada SUAR, Selasa, 9 September 2025. Ia juga melihat langsung dapur SPPG Polri yang dilengkapi peralatan modern. “Dapurnya canggih, jadi human error bisa diminimalkan. Kontrol kualitas (QC)-nya ketat,” tambahnya.
SPPG Polri di Pejaten bahkan sempat dinilai BGN sebagai salah satu yang terbaik, dengan standar higienitas dan sanitasi yang tinggi, hingga dijadikan model rujukan nasional.

Asih mengakui ada satu-dua tantangan dalam operasional SPPG, misalnya keterlambatan distribusi akibat banjir di beberapa titik distribusi karena hujan deras atau kecelakaan kerja di dapur. Ia juga bercerita, saat terjadi unjuk rasa besar di jakarta, program ini sempat terhenti. “Tapi itu pun selalu diberitahukan. Kalau tidak ada kendala, makanan biasanya sampai sebelum jam 11 siang,” katanya.
Selama operasional, SPPG lazimnya melibatkan banyak tenaga kerja untuk bisa menyediakan hidangan buat penerima manfaat program. Satu unit SPPG diperkirakan dapat mempekerjakan sekitar 50 orang, yang meliputi tenaga profesional seperti kepala SPPG, ahli gizi, dan akuntan, serta 47 tenaga operasional seperti juru masak, tenaga pemorsi, logistik, dan kebersihan.
Jumlah SPPG sendiri juga terus bertambah, seiring meluasnya implementasi program ini ke banyak daerah.
Jumlah SPPG sendiri juga terus bertambah, seiring meluasnya implementasi program ini ke banyak daerah. Saat dimulai pelaksanaan MBG pada Januari 2025 silam, tercatat sudah ada 220 SPPG yang melaksanakan program ini, dan terdapat 589.902 penerimaan manfaat yang berasal dari pelajar, ibu hamil, dan balita.
Lalu, setelah enam bulan pelaksanaannya, Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat hingga 22 Juni 2025, sudah berdiri 1.837 unit SPPG dan telah beroperasi hampir seluruh provinsi di Indonesia.
Kebutuhan SDM terus bertambah
Program ini juga secara langsung dan tak langsung bisa menjadi lokomotif baru pendongkrak ekonomi. Menurut Dadan Hindayana, Kepala BGN, satu unit SPPG membutuhkan biaya operasional Rp1,5 miliar hingga Rp2 miliar, sehingga total perputaran dana di masyarakat diperkirakan sudah mencapai lebih dari Rp28 triliun. “Ini 100 persen dana masyarakat bukan berasal dari APBN,” kata Dadan saat melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI, Senin, 8 September 2025.
Kapasitas layanan meningkat signifikan, dari rata-rata 500 porsi per hari menjadi sekitar 3.500 porsi yang langsung didistribusikan ke sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita tanpa makan di tempat.
Implementasi MBG disebut juga mendorong aktivitas sektor usaha. Banyak restoran, kafe, dan hotel yang mengalihkan fungsi dapurnya menjadi dapur produksi SPPG. Kapasitas layanan meningkat signifikan, dari rata-rata 500 porsi per hari menjadi sekitar 3.500 porsi yang langsung didistribusikan ke sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita tanpa makan di tempat.
Menurut Staf Khusus Kepala BGN Bidang Komunikasi, Redy Hendra Gunawan, jumlah SPPG akan terus bertambah dalam beberapa bulan ke depan.”Secara eksponensial sampai bulan November target total 32.000 unit SPPG di seluruh Indonesia," kata Redy, seperti dikutip dari situs Badan Gizi Nasional.
Pada bulan Juni juga, BGN mencatat sebanyak 72.521 orang telah bekerja dalam pelaksanaan operasional MBG di SPPG. “Jika nanti target 32.000 SPPG terpenuhi, maka akan ada setidaknya 1,5 juta lapangan pekerjaan dari program ini," tambah Redy.

Di sisi lain, kebutuhan bahan baku untuk MBG juga sangat besar, terutama untuk sayuran. Deputi Sistem Tata Kelola Badan Gizi Nasional Republik Indonesia, Tigor Pangaribuan mencontohkan, satu dapur pelayanan bisa menghabiskan hingga 300 kilogram sayuran setiap hari. Jika ada 100 SPPG, maka kebutuhan sayuran bisa mencapai sekitar 30 ton per hari.
Selain sayuran, dapur SPPG membutuhkan sekitar 200 kilogram beras, 150 kilogram hingga 300 kilogram bahan pangan hewani seperti daging sapi, ikan, ayam, atau telur, serta 150 kilogram sampai 160 kilogram bahan pangan nabati seperti tahu dan tempe.
Sayuran yang dibutuhkan mencapai 120 kilogram hingga 150 kilogram, sedangkan buah mencapai 350 kilogram. Untuk melengkapi kebutuhan gizi anak-anak, susu dibutuhkan sebanyak 345 liter setiap hari, ditambah bawang antara 5 kilogram sampai 8 kilogram, dan minyak goreng sebanyak 54 liter hingga 72 liter.
dalam satu bulan, satu SPPG harus menyiapkan 4 ton beras, 3 ton hingga 6 ton protein hewani, 3 ton sampai 3,2 ton protein nabati, 2,4 ton hingga 3 ton sayur, dan 7 ton buah.
Ketika dikonversi ke kebutuhan bulanan, angka-angka itu bisa berlipat signifikan. Di mana dalam satu bulan, satu SPPG harus menyiapkan 4 ton beras, 3 ton hingga 6 ton protein hewani, 3 ton sampai 3,2 ton protein nabati, 2,4 ton hingga 3 ton sayur, dan 7 ton buah.
Tak kalah penting, susu harus tersedia sebanyak 6.900 liter per bulan, disusul bawang 100 sampai 160 kilogram, dan minyak goreng sekitar 1.080 liter hingga 1.440 liter.
Untuk kebutuhan sumber daya manusia, pembentukan SPPG juga diharapkan bisa menjawab penawaran tenaga kerja yang selama ini belum banyak terserap sektor ketenagakerjaan.
Dengan target 30.000 SPPG, di mana satu SPPG akan membutuhkan kepala unit, ahli gizi, dan akuntan, maka setidaknya akan membuka 90.000 lapangan pekerjaan. "Jadi kepala unit, itu ada 30.000 nanti otomatis kita rekrut 30.000 sarjana di Indonesia untuk jadi kepala," kata Tigor.
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Mayjen TNI (Purn) Ludwig Pusung, menegaskan, angka-angka tersebut bukanlah hasil perkiraan atau simulasi di atas kertas.“Ini bukan angka simulasi, ini hasil uji coba dan simulasi nyata di lapangan,” tegasnya.
Di beberapa tempat, pelaksanaan program ini juga mulai kelihatan gairahnya. Di kota Palangkaraya, Kalimantan Timur, pemerintah setempat menghitung sudah ada 650 tenaga kerja telah terserap dalam pelaksanaan program ini.

Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Palangkaraya, Kalimatan Tengah, Aprae Vico Ranan, menegaskan, selama ini pihaknya mendorong pelaksanaan program MBG terus melibatkan berbagai elemen ekonomi lokal, seperti petani, nelayan, peternak, dan pelaku UMKM, sebagai pemasok bahan pangan untuk dapur SPPG.
“Program ini tentunya memberikan kesempatan ekonomi yang signifikan bagi masyarakat lokal, dan saat ini sudah ada 13 SPPG yang beroperasi,” ujar Vico, Jumat 5 September 2025.
Menurutnya, setiap unit SPPG mempekerjakan sekitar 50 orang, yang terdiri dari 1 kepala SPPG, 1 akuntan, 1 ahli gizi, dan 47 relawan. Rencana pengembangan program ke depan mencakup penambahan 19 unit SPPG baru, yang saat ini masih dalam tahap verifikasi.
“Dengan penambahan ini, diharapkan akan tercipta lebih banyak lapangan kerja dan memperluas keterlibatan UMKM dalam rantai pasok program MBG,” ungkapnya.
Program efektif dampak ekonomi optimal
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, menyatakan bahwa program MBG berpotensi menyumbang pertumbuhan ekonomi nasional hingga 0,86 persen, asalkan anggaran sebesar Rp71 triliun terserap penuh dan tepat sasaran. “Tapi kalau belanjanya tidak penuh atau tidak tepat sasaran, ya tidak bisa,” ujar Rachmat.
Menurutnya, kontribusi ekonomi program MBG akan sangat bergantung pada realisasi dan kualitas belanjanya. Ia menegaskan pentingnya pengawasan terhadap implementasi MBG agar dampaknya tidak hanya terlihat dari sisi anggaran, tetapi juga dari capaian ekonomi dan sosial secara langsung.
Sedangkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan pertambahan anggaran MBG tersebut akan memberi kontribusi sebesar 0,7% terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) tahun ini. Sementara itu, tenaga kerja yang terlibat, diproyeksikan berkisar 185.000 orang. Lalu, kemiskinan diperkirakan berkurang hingga 0,19 persentase poin.
Simulasi yang dilakukan Institute for Development of Economics & Finance (Indef) dengan menyebutkan, pelaksanaan Pilot Project MBG pada Mei 2024 juga menunjukkan dampak positif secara ekonomi. Riset Indef memotret uji coba MBG yang dilaksanakan oleh salah satu perusahaan platform digital, GoTo Group, sebagai studi kasus.
Layanan transportasi online memilih mitra-mitra UMKM terdekat dari sekolah untuk memasok menu program MBG. Hasil estimasi efek pengganda program MBG berdasarkan pelaksanaan pilot project, menunjukkan dampak ekonomi yang besar.
Seperti alokasi belanja program MBG akan mendorong pertumbuhan impor lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor dan investasi dalam negeri. Dengan demikian, program MBG agar terdesentralisasi menggunakan sumber pangan dan bahan baku lokal sehingga biaya distribusi lebih murah, mengurangi nilai impor, dan meningkatkan kesejahteraan petani serta UMKM.
Indef menemukan, terdapat peningkatan rerata 3 tenaga kerja pada UMKM yang terlibat pilot project program MBG di 10 kota/kabupaten. UMKM yang terlibat dalam pilot project program MBG mendapatkan rata-rata pendapatan bersih per bulan 33,68% lebih tinggi dibandingkan dengan penghasilan sebelum mengikuti program MBG.

Sedangkan mitra pengemudi di 10 kota/kabupaten yang melaksanakan pilot project program MBG mendapatkan pendapatan bersih 17% lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan sebelum melaksanakan program MBG.
Selain itu, terdapat peningkatan rerata 2 tambahan pemesanan yang diterima oleh mitra pengemudi di 10 kota/kabupaten yang melaksanakan pilot project program MBG.
Sedangkan pihak Center of Economic and Law Studies (Celios) memberikan catatan, jika desain MBG terlalu berpusat pada negara. Lembaga ini menyoroti program MBG dengan pola kerja yang sentralistik dari atas ke bawah. “Intervensi berlebihan justru mengganggu mekanisme pasar,” kata Direktur Keadilan Fiskal Celios, Media Wahyudi Askar.
Dampak MBG, lanjutnya, tidak hanya dirasakan di tingkat kebijakan. Di rumah tangga dan lingkungan sekolah, program ini memunculkan efek substitusi. Sebelum program hadir, konsumsi anak banyak disuplai warung atau kantin. Setelah MBG berjalan, alhasil, transaksi di kantin menurun.
Situasi kian kompleks ketika dapur besar penyedia MBG tidak berbelanja ke UMKM sekitar, melainkan mengambil bahan pokok dari perusahaan besar di luar kawasan sekolah. “Program ini seharusnya punya multiplier effect. Tapi karena belanja bukan dari UMKM dan serapan tenaga kerja juga tidak transparan, ekonomi di bawah justru tidak bergairah,” kata Media.
Ia khawatir rantai pasok MBG akan terkonsentrasi pada segelintir pemasok besar, termasuk dalam pembelian beras dan bahan pokok. “Uang berputar di luar kampung,” ucapnya.
Padahal, kata dia, UMKM lokal justru minim mendapat ruang. Bahkan, keterlibatan pengusaha pun nyaris absen. “Entitas pelaku usaha seharusnya masuk dalam proses desain MBG secara partisipatif. Itu relatif tidak terjadi hari ini. Bahkan Apindo tidak dilibatkan,” ujarnya.

Media mendorong agar pemerintah mengunci keterlibatan UMKM melalui regulasi yang jelas. Ia mencontohkan, proyek strategis lain bisa menetapkan kewajiban serapan UMKM lokal dengan porsi tertentu. “Kenapa MBG tidak bisa? Itu bisa dikunci lewat regulasi,” ujarnya.
Sorotannya juga tertuju pada tenaga kerja. Klaim pemerintah soal penciptaan lapangan kerja di dapur penyedia, menurutnya belum terbukti kuat. Basis data pekerja tidak transparan, proses pendaftaran dapur pun rawan menyalahi prinsip persaingan sehat.
Menurutnya, proses pendaftaran dan seleksi tidak jelas parameternya dan berpotensi memihak pihak yang punya afiliasi politik. “Pengusaha yang jujur justru enggan masuk karena risiko reputasi, yang antre masuk ya mereka yang phnya afiliasi politik” kata Media.
Kolaborasi para pelaku usaha
Di sisi lain. masih banyaknya hambatan ini ternyata tak menyurutkan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia membangun 1.000 SPPG. Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Bakrie menegaskan, upaya pihak BGN dalam membangun 30.000 titik dapur SPPG merupakan langkah besar yang perlu mendapat dukungan luas. "Ini bukan hal yang kecil dan kelihatannya bisa on target," kata Anindya.

Ia menegaskan bahwa pihaknya akan mengerahkan kekuatan dunia usaha untuk mempercepat pembangunan dapur bergizi, termasuk melibatkan UMKM dalam aspek pendanaan. Anindya mengatakan pihaknya semangat dan ingin berkontribusi pada program pemerintah ini. Menurutnya, ini merupakan satu contoh kerjasama kemitraan pemerintah dengan pengusaha yang nyata.
Ia memperkirakan bila target 1.000 SPPG ini bisa direalisasikan maka lebih dari 50.000 orang bisa bekerja, sehingga turut menggerakkan ekonomi, juga menjamin bahan baku untuk MBG akan dipasok sepenuhnya dari daerah. “Kebijakan ini memberdayakan pengusaha dan masyarakat lokal. Jadi bukan hanya soal gizi, tapi juga perputaran ekonomi rakyat yang tujuannya adalah untuk kesejahteraan masyarakat," tegasnya.
Mukhlison, Harits Arrazie, dan Dian Amalia