Keputusan Presiden Prabowo Subianto mengangkat Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan, Senin (8/9), menandai babak baru perekonomian Indonesia sesudah menggantikan Sri Mulyani Indrawati yang menempati posisi tersebut sejak 9 tahun lalu.
Dari pergantian mendadak ini, dunia usaha dan para ekonom berharap agar penjaga keuangan negara yang baru ini dapat menjaga disiplin fiskal, memberikan koreksi jika ditemukan kekeliruan, sambil tetap menjaga kesinambungan kebijakan yang sangat berpengaruh terhadap dunia usaha dan pasar keuangan.
Sebagaimana kita ketahui, Menteri Keuangan menjadi salah satu pos yang terkena reshuffle di Kabinet Merah Putih yang baru berjalan 11 bulan. Pengangkatan para menteri baru tersebut berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 86B Tahun 2025 yang dibacakan dalam pelantikan menteri dan wakil menteri Kabinet Merah Putih di Istana Negara Jakarta, Senin (8/9), sekitar pukul 16.00 WIB.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya telah lebih dahulu menyampaikan pernyataan resmi reshuffle Kabinet Merah Putih di hadapan awak media, pukul 15.30 WIB.
Selain Purbaya, Presiden juga melantik tiga orang menteri dan satu orang wakil menteri lain, yaitu anggota Mukhtarudin sebagai Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI); Ferry Joko Juliantono sebagai Menteri Koperasi; Muhammad Irfan Yusuf sebagai Menteri Haji dan Umrah; serta Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai Wakil Menteri Haji dan Umrah.

Penggantian posisi menteri ini memang dadakan. Salah satu menteri yang diganti pun bahkan mengaku baru menerima info pergantian dirinya sekitar pukul 14.00, atau 20 menit setelah menutup telepon dari Redaksi SUAR.
Dalam keterangan pers yang disampaikan langsung di lobi Gedung Kementerian Keuangan usai pelantikan, Purbaya menyatakan bahwa pemberitahuan dari Istana terjadi secara mendadak pada pukul 13.30. Sehingga dia tidak sempat menghubungi dan bertemu dengan Sri Mulyani sebelum dilantik.
"Pesan Bapak Presiden adalah balik arah ekonomi, ciptakan pertumbuhan ekonomi secepat mungkin, dan itu akan kita kerjakan ke depan. Saya akan lihat dulu apa saja instrumen yang ada di Kementerian Keuangan, di situ saya akan maksimalkan," ujar Purbaya.
Terlepas dari pemberitahuan yang mendadak dan pengangkatan yang berlangsung di luar perkiraan banyak orang tersebut, Purbaya menyatakan siap mengemban jabatan. Ini mengingat pengalamannya bekerja sebagai ekonom yang secara rutin memberikan masukan kepada pemerintah, termasuk membantu pemerintahan Joko Widodo memformulasikan kebijakan fiskal yang tepat saat ekonomi negara berada di titik nadir dilanda krisis akibat pandemi Covid-19.
"Kita akan optimalkan sistem yang sudah ada. Kita akan membuat fiskal mempunyai daya dorong optimal buat perekonomian, tetapi juga tidak mengganggu sistem keuangan dan belanja negara. Semua yang berhenti akan kita jalankan, yang sudah jalan kita percepat lagi. Ini bukan mesin baru. Ini mesin lama, tetapi kita buat lebih bagus lagi ke depannya," cetus Purbaya saat menjawab pertanyaan tentang sepak terjang yang akan dia kerjakan dalam waktu dekat.
Sebagai seorang ekonom, Purbaya mengaku telah mencermati terjadinya perlambatan ekonomi di dua kuartal terakhir. Dia juga telah mendengar keluh-kesah masyarakat yang terkulminasi dalam "Tuntutan Rakyat 17+8" yang disampaikan kepada DPR. Meski demikian, Purbaya menyatakan tuntutan tersebut adalah suara sebagian kecil rakyat yang merasa keganggu, hidupnya masih kurang, dan itu akan segera dia atasi.
"Ketika saya bisa menciptakan pertumbuhan 6 persen, 7 persen, itu akan hilang otomatis, mereka akan sibuk cari kerja dan makan enak dibandingkan berdemonstrasi. Saya berbohong kalau saya katakan besok pertumbuhan ekonomi akan 8 persen. Tetapi kita akan mengejar pertumbuhan paling cepat, dan kita bergerak ke sana," ucap Purbaya sebelum meninggalkan area konferensi pers.
Butuh koreksi dan evaluasi
Dunia usaha dan peneliti ekonomi menyambut pengangkatan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai berita positif bagi perekonomian dengan dilatari berbagai alasan. Dalam pernyataan tertulis yang diterima SUAR, Senin (08/09), Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai penggantian menteri keuangan sebagai respons pemerintah terhadap kritik masyarakat sipil terkait kinerja Sri Mulyani.
Selama menduduki kursi bendahara negara, Sri Mulyani dinilai tidak mampu mendorong kebijakan pajak berkeadilan, kehati-hatian pengelolaan belanja negara, dan naiknya beban utang yang telah mempersempit ruang fiskal. Untuk itu, Celios menengarai terdapat lima tugas mendesak Menteri Purbaya guna memulihkan kepercayaan publik.
Pertama, memastikan strategi penerimaan pajak dilakukan dengan memperhatikan daya beli kelompok menengah dan bawah, seperti menurunkan tarif PPN menjadi 8% dan menaikkan pendapatan tidak kena pajak (PTKP) menjadi Rp 7 juta per bulan.
Kedua, efisiensi anggaran wajib dilakukan dengan dasar kebijakan makroekonomi yang transparan serta tidak mengganggu pelayanan publik dan infrastruktur dasar. Efisiensi yang salah harus dievaluasi ulang, karena telah menimbulkan guncangan pada dana transfer daerah dan kenaikan pajak daerah yang merugikan masyarakat.
Ketiga, restrukturisasi utang pemerintah, menekan beban bunga utang, membuka ruang pertukaran kewajiban utang dengan transisi energi dan konservasi hutan mangrove, serta pembatalan utang yang merugikan.
Keempat, mencopot wakil menteri dan pejabat Kementerian Keuangan yang memiliki rangkap jabatan di BUMN.
Kelima, mengevaluasi seluruh berlanja perpajakan (stimulus dan insentif fiskal) yang merugikan keuangan negara, serta mengaudit kembali perusahaan-perusahaan yang telah mendapatkan tax holiday dan tax allowances, sehingga tidak ada lagi insentif fiskal yang memperburuk ketimpangan perusahaan skala besar dan pelaku UMKM.
Disiplin ketat, jaga kesinambungan
Di samping kelima tugas mendesak tersebut, Menteri Purbaya memikul harapan untuk menjaga kesinambungan serta tetap mempertahankan kepercayaan pasar keuangan yang terguncang sesaat – ditandai sentimen negatif dengan nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup melemah 1,28% atau 100,49 poin ke level 7.766,84 akibat penjualan sejumlah saham pada hari Senin (8/9).
IHSG mulai merosot sekitar 15.40, ketika nilai indeks 7.870,35 merosot 73 poin pada saat penutupan perdagangan. Itu adalah momen beberapa menit setelah pengumuman resmi Istana bahwa salah satu menteri yang diganti adalah Sri Mulyani dari posisi Menteri Keuangan.
Namun di saat yang sama, nilai tukar rupiah menguat. Mengutip kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin (8/9/2025) ditutup pada level Rp 16.348, menguat 0,54% dari posisi Jumat (4/9/2025) pada level Rp 16.438 per dollar AS.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menggarisbawahi agar Menteri Purbaya benar-benar menjalankan disiplin fiskal dan strategi pembiayaan secara berhati-hati. Pasalnya, RAPBN 2026 telah menetapkan jangkar berupa defisit 2,48% terhadap PDB, asumsi kurs Rp 16.500 per US$, dan target yield SBN 10 tahun di kisaran 6,9%.
"Pernyataan resmi dari Menkeu baru mengenai arah fiskal menjadi kunci pertama untuk mengukur tingkat kepercayaan pasar," ujar Josua saat dihubungi SUAR, Senin (08/09).
Tidak hanya dari kinerja perekonomian, Josua juga menilai tantangan lain untuk Menteri Purbaya adalah kualitas komunikasi dan tata kelola kebijakan yang konsisten, transparan, dan berbasis data yang selalu dipertahankan Sri Mulyani hingga akhir masa jabatannya.
"Dunia usaha akan menilai apakah Purbaya Yudhi Sadewa mampu menjaga tradisi tersebut, terutama dalam hal keterbukaan metodologi dan jadwal komunikasi rutin yang bisa memberikan kepastian. Kalangan akademisi dan lembaga kajian juga menekankan perlunya pemerintah mengembalikan proses kebijakan pada jalur teknokratis berbasis bukti agar kredibilitas tidak terganggu," tukasnya.
Kepada pelaku dunia usaha dan investor, Josua menganjurkan agar segera menyiapkan skenario uji ketahanan menghadapi potensi pelemahan rupiah dan kenaikan yield SBN dalam waktu dekat, sambil menunggu sinyal lebih tegas dari pemerintah. Uji ketahanan ini diperlukan karena volatilitas rupiah, tekanan terhadap pasar saham, dan gejolak arus modal selama satu tahun terakhir menjadi sinyal rapuhnya pilar ketahanan sektor fiskal, moneter, dan jasa keuangan.
"Pergantian Menkeu ini bukan semata menilai figur, melainkan juga konsistensi disiplin fiskal, keterbukaan komunikasi, kejelasan prioritas belanja, serta koordinasi antar otoritas. Bila empat hal ini bisa dijaga dalam 100 hari pertama, kepercayaan pasar akan pulih dan dunia usaha bisa kembali menjalankan ekspansi dengan keyakinan yang lebih kuat," pungkas Josua.
Kebutuhan untuk mempertahankan prestasi kredibilitas pengelolaan fiskal yang berhasil dilaksanakan Sri Mulyani menjadi seruan dunia usaha yang menyambut baik dan menghormati keputusan Presiden dalam menyegarkan kabinetnya. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani turut menyatakan apresiasinya kepada Sri Mulyani atas dedikasi dan kiprahnya selama ini dala mendorong reformasi struktural yang menjadi fondasi ketahanan ekonomi nasional.
"Dengan rekam jejak yang beliau punya, kami berharap Bapak Purbaya Yudhi Sadewa dapat melanjutkan langkah-langkah penguatan fiskal dengan semangat kolaborasi, serta menghadirkan kebijakan yang mendukung iklim investasi, daya saing industri, dan penciptaan lapangan kerja. Stabilitas pasar dan konsistensi arah kebijakan tetap menjadi kunci bagi terciptanya kemajuan dunia usaha," jelas Shinta dalam pernyataan tertulis yang diterima SUAR, Senin (08/09).
Apindo menyadari bahwa tantangan ke depan tidak ringan, mulai dari menjaga ruang fiskal, menguatkan daya beli, hingga memastikan sektor riil tetap tumbuh di tengah dinamika global yang penuh ketidakpastian.
Karena itu, dunia usaha berharap kepemimpinan baru di Kementerian Keuangan mampu menjaga kesinambungan kebijakan yang sudah berjalan baik, terus berkomitmen melakukan reformasi struktural, sekaligus menghadirkan terobosan yang konkret untuk menjawab tantangan ekonomi saat ini.
Sri Mulyani dikenal secara global atas reformasi ekonomi domestiknya dan kontrol ketat terhadap belanja publik.
Sri Mulyani dinilai memiliki rekam jejak yang impresif. Ia pertama kali menjabat sebagai Menteri Keuangan pada 2005 di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan kembali menjabat di dua periode pemerintahan Jokowi mulai 2016.
Menariknya, ia tidak pernah tergabung dalam partai politik atau menunjukkan ambisi politik.
Ia juga pernah menjabat sebagai Managing Director Bank Dunia dan Direktur Eksekutif di Dana Moneter Internasional (IMF). Pengalaman teresebut memberinya perspektif global yang berharga dalam merumuskan kebijakan ekonomi.
Masa jabatannya sebagai Menteri Keuangan sering dipuji karena mampu membawa Indonesia melalui masa-masa sulit, seperti krisis keuangan global 2008 dan dampak ekonomi dari pandemi Covid-19.