Kendati Melambat, Manufaktur Indonesia Masih Ekspansi

PMI Indonesia September 2025 dalam posisi 50,4 menurun dibandingkan Agustus 2025 pada 51,5. Angka di atas 50 menunjukkan ekspansi, sementara di bawah 50 berarti industri manufaktur dalam kontraksi.

Kendati Melambat, Manufaktur Indonesia Masih Ekspansi
Pekerja mengawasi operasional mesin produk susu olahan kemasan kaleng di pabrik susu PT Frisian Flag Indonesia, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (30/9/2025). (Foto: ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/rwa.)

Pada September 2025, kinerja industri manufaktur Indonesia tercatat mengalami perlambatan dibandingkan Agustus 2025. Kendati demikian, manufaktur dalam negeri masih berada dalam posisi ekspansi.

Ini tercermin dalam Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis S&P Global pada Rabu (1/10/2025). PMI Indonesia September 2025 dalam posisi 50,4 menurun dibandingkan Agustus 2025 pada 51,5. Angka di atas 50 menunjukkan ekspansi, sementara di bawah 50 berarti industri manufaktur dalam kontraksi.

Kendati menurun, namun ini sudah dua bulan beruntun sejak Agustus, PMI Indonesia kembali berada di level ekspansi. Sebelumnya, pada April hingga Juli, tingkat PMI Indonesia berada di bawah angka 50.

PMI adalah indeks belanja manajer perusahaan manufaktur. Angka PMI yang menembus 50 berarti manajer perusahaan manufaktur aktif berbelanja bahan baku untuk kepentingan produksi demi memenuhi kebutuhan atau permintaan.

Ekonom S&P Global Market Intelligence Usamah Bhatti menjelaskan, kenaikan merupakan yang kedua dalam beberapa bulan, namun lebih rendah dari bulan sebelumnya.

Perusahaan sering mengaitkan kenaikan dengan permintaan pasar atas barang yang meningkat. Kondisi permintaan nampaknya didorong oleh perekonomian domestik, karena permintaan internasional menurun selama dua kali dalam tiga bulan terakhir di tengah penurunan permintaan luar negeri. Meski permintaan baru terus bertumbuh, produksi menurun pada bulan September.

Output turun selama lima kali dalam enam bulan terakhir, meski marginal karena perusahaan mencatat penurunan daya beli klien. Meski output menurun, peningkatan kondisi permintaan mendorong perusahaan untuk menaikkan pembelian input selama dua bulan berturut-turut.

Perusahaan juga melaporkan upaya menaikkan inventaris pra dan pascaproduksi untuk mempersiapkan kenaikan produksi di tengah tanda-tanda perbaikan permintaan. Namun demikian, perusahaan juga mencatat bahwa input dan barang jadi juga dibeli dan disimpan untuk melindungi kenaikan harga bahan

"Menurut survei ini, perusahaan responden percaya diri bahwa tanda-tanda awal pertumbuhan akan terus berkembang, seiring dengan meningkatnya kepercayaan diri terhadap output dalam 12 bulan mendatang dibandingkan dengan bulan Agustus, serta merupakan yang paling tinggi dalam 4 bulan," ujarnya Usamah.

Menanggapi laporan S&P Global ini Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengatakan, angka tersebut masih berada di atas ambang batas 50,0 yang menandakan aktivitas industri tetap tumbuh atau ekspansi meski dengan laju lebih moderat dibanding bulan Agustus yang mencapai poin 51,5.

Pencapaian tersebut menunjukkan daya tahan industri nasional masih terjaga di tengah tantangan global.

“PMI Manufaktur Indonesia berhasil bertahan di zona ekspansif selama dua bulan berturut-turut. Hal ini mengindikasikan bahwa permintaan domestik yang kuat masih menjadi motor utama pertumbuhan, termasuk juga untuk permintaan ekspor masih cukup baik meskipun mengalami tekanan dari dampak ekonomi global,” ujar dia dalam keterangan persnya yang diterima SUAR di Jakarta (1/10/2025).

Data S&P Global menunjukkan bahwa permintaan baru naik selama dua bulan beruntun, didorong oleh meningkatnya konsumsi dalam negeri. Hal ini menjadi momentum yang baik bagi pelaku industri nasional untuk terus mengoptimalkan pasar domestik yang sangat besar.

Kemenperin telah melakukan reformasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk membuka peluang lebih besar dalam upaya penyerapan produk dalam negeri. Dengan kebijakan ini, industri dapat lebih percaya diri untuk meningkatkan produksi sekaligus memperluas basis konsumen di pasar nasional.

Selanjutnya, dari hasil survei PMI manufaktur Indonesia pada bulan kesembilan, para pelaku industri tetap meningkatkan pembelian input dan stok inventaris sebagai bentuk antisipasi atas potensi kenaikan produksi ke depan.

Indikator lain yang menggembirakan adalah tingkat ketenagakerjaan di sektor manufaktur, yang berada di level tertinggi dalam empat bulan terakhir. Kepercayaan bisnis juga meningkat ke posisi tertinggi sejak Mei 2025, seiring dengan ekspektasi bahwa kondisi permintaan akan terus membaik.

Kemenperin mencermati bahwa peningkatan penyerapan tenaga kerja adalah sinyal positif. Ini menandakan pelaku industri bersiap menghadapi prospek permintaan yang lebih baik, sekaligus memperkuat kontribusi sektor industri terhadap penciptaan lapangan kerja.

Guna menjaga kondisi kinerja industri manufaktur dalam negeri, Kemenperin bertekad untuk terus melakukan koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk menjaga stabilitas harga bahan baku, serta mendorong efisiensi rantai pasok. 

Kemenperin berkomitmen untuk semakin memperkuat strategi hilirisasi, pengendalian impor bahan baku, serta mendorong diversifikasi pasar ekspor untuk mengimbangi tekanan dari menurunnya permintaan global.

PMI Manufaktur Indonesia pada bulan September 2025 mampu melampaui PMI manufaktur Jepang (48,5), Prancis (48,1), Jerman (48,5), Inggris (46,2), Taiwan (46,8), Malaysia (49,8), dan Filipina (49,9).

Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang juga Vice CEO PT Pan Brothers Tbk Anne Patricia Sutanto mengatakan indeks bulanan yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian maupun S&P global tidak menjadi tolak ukur bagi keberlangsungan dunia usaha.

Menurut Anne, indeks manufaktur Indonesia harus dibandingkan dengan negara lain apakah indeks Indonesia lebih baik atau lebih buruk.Indeks manufaktur Indonesia masih berada di posisi aman yaitu 50, tidak pernah dibawah 50, artinya aktivitas manufaktur Indonesia masih beroperasi dan tidak ada dunia usaha yang benar-benar bangkrut.

“ Untuk melihat akar permasalahan manufaktur, perlu dilihat kebijakan pemerintah yang tidak sinkron dengan dunia usaha, jika ditemukan yang tidak sinkron maka sebaiknya dihapus,” ujar Anne kepada SUAR di Jakarta (1/10).

Apindo sudah sering meminta kepada pemerintah agar melakukan proses sistematis kinerja (benchmarking) Indonesia dengan negara Asean, mana yang lebih baik indeks manufakturnya.

Sejauh ini, posisi Indonesia masih on track, dunia usaha masih bisa beradaptasi dengan kebijakan pemerintah.

Subsektor Ekspansi dan Kontraksi

Dari dalam negeri, Indonesia juga memiliki indeks kinerja manufaktur sendiri yaitu Indeks Keyakinan Industri (IKI). Pada September IKI pada posisi mencapai 53,02 atau masih berada dalam zona ekspansi. Meskipun mengalami perlambatan tipis sebesar 0,53 poin dibandingkan Agustus 2025 yang berada di angka 53,55, namun capaian IKI September 2025 lebih tinggi 0,54 poin dibandingkan IKI September 2024 sebesar 52,48.

“Dari seluruh sektor yang kami analisis, yakni 23 subsektor industri, bahwa pada bulan Agustus lalu untuk indeks variabel produksi sebagian besar subsektor industri mengalami kontraksi, dengan rincian 19 subsektor yang kontraksi dan 4 subsektor yang ekspansi,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief di Jakarta, Selasa (30/9/2025).

Terdapat 12 subsektor industri yang mengalami ekspansi, sedangkan yang kontraksi hanya 11 subsektor yang berada di posisi kontraksi.

“Ini artinya, aktivitas produksi meningkat, karena juga adanya demand yang tinggi. Produksi yang membaik ini juga didukung karena faktor ketersediaan bahan baku dan teknologi,” tuturnya.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan indeks manufaktur akan membaik jika pemerintah menerima masukan dari dunia usaha, kebijakan apa yang perlu diperbaiki untuk mendukung keberlangsungan dunia usaha.

It is the business world that runs manufacturing and needs support from the government in the form of policies.

“Untuk meningkatkan indeks manufaktur ke depan perlu masukan dari dunia usaha, jadi sama-sama berkolaborasi,” ujar dia kepada SUAR di Jakarta (1/10/2025).