Kenang Masa Kecil Lewat Komunitas Bermain

Bersama Komunitas Bermain, permainan masa kecil itu bukan hanya hidup kembali, tapi juga menjadi ruang refleksi, relasi, dan napas baru bagi mereka yang terbiasa menghabiskan akhir pekan dengan agenda-agenda penting.

Kenang Masa Kecil Lewat Komunitas Bermain
Komunitas bermain Tempoe Doeloe yang berkumpul di Gelora Bung Karno tiap Jumat malam (Kelsie Yordania / SUAR)
Table of Contents

Satu persatu mulai muncul. Ada yang berpakaian olahraga sampai pakaian kemeja kantoran. Setengah jam kemudian kawasan yang dikelilingi gedung pencakar langit di tengah kota itu menjadi ramai.

Di tengah lapangan parkir timur Senayan, mereka yang tergabung dalam 'Komunitas Bermain' mulai menjalankan aktivitasnya. Ya, setelah melepas penat di antara jadwal padat, notifikasi email dan deadline yang menunggu, siapa sangka ternyata masih ada waktu untuk sekedar 'bermain'.

Bukan permainan umum, melainkan permainan yang dulu kita mainkan di gang rumah atau halaman sekolah seperti lompat karet, bentengan dan petak umpet.

Salah satu yang datang itu adalah Raden Adi. Pria yang bekerja sebagai perusahaan swasta itu rela datang dari Cipete hanya untuk mengikuti permainan ini.

"Harus bisa disempetin. Karena udah overwork. Terus juga pengen main karet. Semua ini bisa merelease stress. Sensasinya seru, dan ketemu teman baru. Di sini bisa keluarin ekspersi dan emosi," kata Adi.

Tak lama berselang, rekan Adi lainnya mulai membentangkan untaian karet gelang warna warni yang disimpul memanjang untuk bermain lompat karet. Satu persatu kemudian ambil ancang-ancang dan "Eaaa.. eaaaaa...," demikian sorak sorai penyemangat ketika pemain mulai melompati tali tersebut satu per satu.

Bersama Komunitas Bermain, permainan masa kecil itu bukan hanya hidup kembali, tapi juga menjadi ruang refleksi, relasi, dan napas baru bagi mereka yang terbiasa menghabiskan akhir pekan dengan agenda-agenda penting.

"Saya ingin mengenang masa kecil. Selain itu karena permainannya banyak berlari jadi sepadan dengan olahraga beneran," ujar Rani Tri, 30 tahun, asal Jakarta Utara.

Selain karet, mereka juga bermain bentengan, monopoli, ular naga dan deprok gunung. Beberapa penelitian menunjukkan bermain bisa menurunkan tingkat stress.

Komunitas bermain (Kelsie dan Oman/ SUAR)

Dari Iseng jadi kangen

Semuanya bermula pada 4 Agustus 2024, kala itu di satu sore santai di Gelora Bung Karno (GBK). Akiko Akira, 30, founder Komunitas Bermain, bersama tiga rekannya: Iqbal, Moyi, dan Ezy, ingin melepas lelah setelah pekan kerja yang melelahkan dengan bermain lompat karet.

Tak disangka, beberapa pejalan kaki berhenti, tersenyum, lalu bertanya: Boleh ikutan?”

Kegiatan spontan empat orang ini kemudian berkembang menjadi komunitas dengan lebih dari 6000 anggota di Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, hingga Surabaya. Anggotanya pun beragam: mahasiswa, pekerja kantoran, pengusaha, hingga mereka yang sudah menjadi orang tua. Tak ada syarat khusus: cukup datang dan siap bermain.

"Karena nostalgia berpengaruh ke mental kita. Banyak yang mau ikut merasakan kembali momen nostalgia permainan lawas dan ingin kembali merasakan bermain bersama teman-teman dengan permainan ini," kata Akiko menjelaskan.

Tidak ada biaya, tidak ada kartu anggota. Cukup membawa air minum sendiri untuk mengurangi sampah, memakai pakaian nyaman, dan yang terpenting: niat untuk bersenang-senang.

"Ada dokter, hakim di pengadilan jakarta. Founder startup di sektor konstruksi, content influencer, pejabat politik. Mereka di sini ya bermain menanggalkan profesinya masing-masing," kata dia.

Di antara kesibukan rapat dan jadwal padat, mungkin yang kita butuhkan bukan lagi kafe baru atau lapangan golf, tapi ruang untuk menjadi diri sendiri: tertawa, berlari, jatuh, dan bangkit, persis seperti masa kecil.

Dian Amalia, Kelsie Yordania, dan Roman Wibowo turut berkontribusi dalam artikel ini