Strengthening the Quality of SOE Governance Without Closing the Space for Private Enterprise

The Ministry of State-Owned Enterprises (SOEs) will officially change its face. In a meeting of the House of Representatives' Working Committee with the government on Friday (26/9/2025), it was agreed that the nomenclature of the Ministry of SOEs would be changed to the SOE Regulatory Agency (BP).

Strengthening the Quality of SOE Governance Without Closing the Space for Private Enterprise
Pegawai berjalan melintasi dekorasi HUT RI di Wisma Danantara Indonesia, Jakarta, Senin (8/9/2025). Foto: Antara/Dhemas Reviyanto/bar

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan berubah wajah. Dalam rapat Panitia Kerja (Panja) DPR RI bersama pemerintah, Jumat (26/9/2025), disepakati bahwa nomenklatur Kementerian BUMN diganti menjadi Badan Pengaturan (BP) BUMN.

Ketua Panja Revisi Undang-Undang (UU) BUMN Andre Rosiade menyampaikan poin ini di urutan pertama dalam revisi BUMN. “Pengaturan terkait lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN dengan nomenklatur Badan Pengaturan BUMN yang selanjutnya disebut BP BUMN,” ujar Andre di Kompleks Parlemen, Jumat (26/9/2025).

Perubahan ini bukan sekadar pergantian nama. BP BUMN nantinya memegang fungsi pengaturan dan pengawasan BUMN, sementara pengelolaan investasi tetap ditangani oleh Daya Anagata Nusantara (Danantara) – lembaga pengelola investasi strategis yang dibentuk awal tahun ini oleh Presiden Prabowo Subianto.

Kabar perubahan status Kementerian BUMN sebenarnya sudah lama beredar. Setelah Erick Thohir bergeser menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga pada 17 September lalu, Presiden Prabowo tidak langsung menunjuk penggantinya. Wakil Menteri BUMN Dony Oskaria kemudian ditunjuk sebagai pelaksana tugas sekaligus menjabat sebagai COO Danantara.

Situasi itu memunculkan spekulasi bahwa Kementerian BUMN akan dilebur ke Danantara. Namun, DPR dan pemerintah akhirnya memilih opsi lain: membentuk BP BUMN.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjelaskan alasan di balik langkah ini. “Transformasi kelembagaan dilakukan untuk mengoptimalkan pengelolaan BUMN. Meski berubah, tugas dan fungsi BP BUMN hampir sama dengan Kementerian sebelumnya,” katanya.

Politikus Partai Gerindra itu menekankan BP BUMN tidak sama dengan BP Danantara. “BP BUMN tetap memegang fungsi sebagai regulator, sedangkan Danantara akan menjadi operator,tandasnya.

Poin ini merupakan bagian hasil revisi keempat Undang-Undang BUMN yang dibawa Komisi VI DPR ke rapat paripurna yang disepakati untuk dibawa ke pembahasan selanjutnya.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas (ketiga kiri) didampingi Menteri PAN RB Rini Widyantini (kiri), Wakil Menteri Sekretariat Negara Bambang Eko Suhariyanto (kedua kiri) menyerahkan pendapat akhir kepada Ketua Komisi VI DPR Anggia Erma Rini (kedua kanan), Wakil Ketua Komisi VI DPR Andre Rosiade (ketiga kanan), dan Nurdin Halid (kanan) saat rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (26/9/2025). Dalam rapat tersebut DPR dan Pemerintah menyetujui hasil laporan Panja pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan keempat atas Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada pembicaraan tingkat I dan selanjutnya akan dilaporkan pada Rapat Paripurna untuk pengambilan keputusan pada pembicaraan tingkat II untuk disetujui menjadi Undang-Undang. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/bar

Melansir Metro TV, anggota Komisi VI DPR RI Gede Sumarjaya Linggih menyebut langkah ini diperlukan untuk menata ulang kelembagaan BUMN yang selama ini dinilai tumpang tindih.

"Revisi ini bukanlah mempercantik kelembagaan, melainkan strategi besar untuk memperkokoh kedaulatan ekonomi nasional. BP BUMN harus menjadi otoritas strategis yang dapat mengarahkan BUMN untuk meningkatkan dividen, membuka lapangan kerja baru, dan memperluas peran Indonesia di kancah global," ujarnya.

Harapannya, BP BUMN bisa lebih fokus pada fungsi pengawasan, tata kelola, dan strategi besar. Sementara, manajemen BUMN bisa lebih leluasa mengurus bisnis.

Selain perubahan nomenklatur, revisi UU juga mengatur:

  • Larangan rangkap jabatan bagi menteri/wamen di jajaran direksi atau komisaris BUMN.
  • Penekanan kesetaraan gender di jajaran manajerial BUMN.
  • Penguatan peran BP BUMN dalam dividen seri A dwiwarna, pajak, dan hubungan antarholding.

Efisiensi atau konsentrasi kekuasaan?

Perubahan ini disebut sebagai upaya memperbaiki tata kelola sekaligus mengurangi beban birokrasi yang selama ini membelit perusahaan negara. Namun, tetap hadir pertanyaan besar: apakah perubahan ini benar-benar soal efisiensi, atau justru menandai konsentrasi kekuasaan baru atas aset negara?

“Ini bukan sekadar soal nama lembaga, tapi reposisi besar terhadap peran Kementerian BUMN,” ujar Muhamad Saleh, Peneliti bidang Hukum dan Regulasi Celios, kepada SUAR dalam keterangan tertulis, Minggu (28/9/2025).

Read also:

Whether the Ministry of SOEs is merged into Danantara or not, its main task: Asset Optimization
Sejumlah kalangan menilai kekosongan posisi Menteri di Kementerian BUMN itu mempertegas Danantara memang dirancang membawahi seluruh pelat merah secara langsung.

“Dengan saham strategis dialihkan ke Danantara, Kementerian BUMN berisiko tinggal jadi simbol tanpa fungsi substantif. Implikasinya serius, karena tata kelola BUMN kini terkonsentrasi pada satu entitas baru. Jadi, ini bukan hanya restrukturisasi ekonomi, tapi juga ujian bagi mekanisme checks and balances dalam pengelolaan aset negara,” tukas Saleh.

Menurutnya, dari perspektif ekonomi makro, langkah ini bak pisau bermata dua. Ia menilai konsolidasi BUMN lewat Danantara bisa membuka peluang efisiensi dan sinergi dengan swasta, tetapi juga menyimpan ancaman.

“Kalau Danantara benar-benar profesional dan transparan, konsolidasi BUMN bisa mendorong efisiensi,” katanya. “Tapi tanpa pengawasan yang ketat, ada risiko BUMN makin dominan dan menekan ruang gerak swasta.”

Menurut Saleh, ini soal keseimbangan ekosistem usaha. “Intinya, desain regulasi harus memastikan keseimbangan: BUMN kuat tapi tidak mematikan swasta,” ujarnya.

Bagi pemerintah, Danantara diproyeksikan sebagai jalan keluar dari persoalan klasik BUMN yakni birokrasi lambat, intervensi politik, dan buruknya praktik tata kelola.

Pengamat BUMN sekaligus Managing Director Lembaga Manajemen FEB UI Toto Pranoto mengamini, amendemen UU ini didorong oleh semangat efisiensi.

Dengan lahirnya UU No. 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang diundangkan 24 Februari 2025, fungsi Kementerian BUMN semakin terbatas sehingga keberadaan organisasi sebesar kementerian tidak lagi diperlukan. Sebagai gantinya, pemerintah membentuk BP BUMN

Langkah ini, menurut Toto, punya tujuan ganda. Yaitu, memperkuat kualitas tata kelola BUMN sekaligus menghapus stigma lama yang melekat pada kementerian.

“Proses debirokratisasi dan depolitisasi BUMN mungkin sedang dilakukan, karena citra Kementerian BUMN selama ini kerap dihubungkan dengan birokrasi berbelit, lambat mengambil keputusan, intervensi politik, atau praktik buruk tata kelola,” jelasnya.

Namun, Toto mengingatkan bahwa keberhasilan badan baru itu sepenuhnya akan bergantung pada kredibilitasnya sebagai regulator sekaligus pemegang saham seri A. Fungsi-fungsi vital seperti pengaturan public service obligation (PSO), privatisasi, pembubaran BUMN, hingga regulasi tata kelola perusahaan (GCG) harus dirumuskan dengan formula yang tepat. Termasuk, kata Toto, peran BP BUMN dalam menelaah dan menyetujui rencana kerja atau business plan Danantara lewat mekanisme RUPS.

“Badan ini perlu diisi dengan figur yang berintegritas dan kredibel, yang benar-benar memahami arah bisnis BUMN masa depan,” tegasnya.

Saleh juga menggarisbawahi persoalan krusial lain: akuntabilitas. Menurutnya, UU baru justru membuka celah hukum yang berbahaya.

“Sekarang ada celah hukum yang melemahkan pengawasan. Misalnya, kerugian Danantara tidak dihitung sebagai kerugian negara dan pejabatnya tidak berstatus penyelenggara negara,” tegasnya. “Kalau begitu, siapa yang bisa memastikan mereka benar-benar akuntabel?”

Ia menekankan perlunya redefinisi kewenangan jika Badan BUMN tetap dipertahankan. “Fokusnya harus pada pengawasan independen yang kuat setara otoritas. Tanpa itu, konsentrasi kekuasaan di Danantara bisa berujung pada monopoli dan minim kontrol publik,” tambah Saleh.

Danantara Spokesperson Kania Sutisnawinata did not have much to say when asked for an explanation of the merger discourse. Kania only mentioned that Danantara's current position is in line with Minister of State Secretary Prasetyo Hadi's statement, which is still at the study stage.

Menurut Kania, belum saatnya pihaknya membeberkan sikap resmi ataupun detail atas langkah yang akan diambil. “Saya belum bisa kasih statement. Nanti kalau sudah ada perkembangan berikutnya,” ucap mantan jurnalis Metro TV ini ketika dihubungi pada Selasa (23/09/2025).