PT Pertamina (Persero) resmi memproduksi bioavtur berbahan baku campuran used cooking oil (UCO) atau minyak jelantah. Inovasi produk Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF) yang dilakukan Pertamina ini bertujuan untuk mempercepat transisi energi bersih dan pengurangan emisi.
PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) memproduksi SAF dengan menerapkan standar tinggi. Pengiriman perdana Pertamina SAF pun dilakukan pada (12/8) setelah melalui rangkaian pengujian kualitas di Laboratorium KPI Unit Cilacap dan Lemigas.
Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan mengatakan, SAF merupakan salah satu produk energi hijau, sekaligus sebagai solusi untuk mengatasi masalah sampah minyak jelantah.
“Pertamina berhasil mengolah minyak jelantah menjadi bahan baku energi ramah lingkungan. Ini menjadi bukti nyata bahwa karya anak bangsa sangat luar biasa,” ujar dia di sela kegiatan lifting perdana SAF di Kilang Pertamina Cilacap (12/8).
Proses produksi dilakukan dengan Katalis Merah Putih yang merupakan hasil formulasi Pertamina bersama ITB. Produk SAF ini diklaim telah memenuhi standar internasional ASTM D1655 dan Defstan 91-091, menjadikan Pertamina SAF sebagai produk pertama di Asia Tenggara yang bersertifikat resmi.
Pertamina juga berhasil menginisiasi dan menjajaki seluruh ekosistem SAF yang telah tersertifikasi.

Sementara itu, Direktur Utama PT KPI Taufik Aditiyawarman mengatakan bahwa kandungan minyak fosil dalam bentuk produk SAF sekitar 97%, kapasitas produksi SAF di Kilang Cilacap mencapai sekitar 1.200 kiloliter per hari dengan campuran 3% minyak jelantah.
“Jadi kebutuhan minyak jelantah sementara sekitar 40 kiloliter per hari bisa memproduksi Pertamina SAF kurang lebih 1.200 kiloliter,” ujar dia.
Pengumpulan minyak jelantah dilakukan dengan dua metode. Yaitu, secara ritel melalui stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dan secara grosir melalui asosiasi pengumpul.
Kualitas minyak jelantah Indonesia terbaik
Ketua Asosiasi Pengumpul Jelantah untuk Energi Baru Terbarukan Indonesia (APJETI) Matias Tumanggor menuturkan, potensi jelantah Indonesia cukup besar dan memiliki kualitas terbaik nomor satu di dunia.
Ia mengapresiasi pemerintah yang sudah memanfaatkan potensi minyak jelantah sebagai bioavtur dan termasuk produk ramah lingkungan.
“Saat ini, penggunaan jelantah kebanyakan untuk bahan baku lilin. Sekarang sudah dimanfaatkan untuk bioavtur dan sudah ada kemajuan,” ujar dia kepada SUAR (14/8/2025).

Namun, pemanfaatan minyak jelantah dalam negeri masih dihadapkan pada tantangan, yaitu pelaku usaha yang ilegal.
Untuk mengatasi hal tersebut, pihaknya sedang menyiapkan strategi untuk melahirkan pelaku usaha yang teredukasi.
Peluang SAF cukup tinggi
Pengamat ekonomi Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan mengatakan, peluang dari pengembangan SAF, di antaranya, permintaan domestik dan pasar internasional yang tinggi, potensi dan alternatif bahan baku domestik yang tersedia, serta dukungan kebijakan pemerintah dan global untuk penggunaan SAF sebagai bahan bakar rendah karbon.
Oleh karena itu, ia mengharapkan ada langkah selanjutnya. Yakni, mengembangkan peta jalan bioavtur untuk penerbangan komersial dan mendorong produksi bioavtur dalam skala industri dengan harga keekonomian yang terjangkau.
“Sebagai upaya transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE), penggunaan bioavtur wajib diapresiasi. Ini kemajuan yang sangat menggembirakan. Konsumen juga tidak perlu khawatir, karena standar bioavtur sama dengan avtur konvensional, sama-sama berstandar internasional,” ujar dia.