Hendri Saparini: Make MBG a Hub for Government Programs (2)

Senior Economist Hendri Saparini underlines the Free Nutritious Meal Program (MBG) on three things. First, the target must be clear. Second, this program can become a "hub" for other government programs. Finally, the implementation is decentralized.

Hendri Saparini: Make MBG a Hub for Government Programs (2)
Dr. Hendri Saparini, ekonom senior pendiri Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia. (Foto-foto: SUAR/Ahmad Afandi)

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kini tengah disorot publik karena maraknya kasus keracunan setelah murid sekolah menyantap menu MBG. Kondisi yang mengarah pada Kejadian Luar Biasa ini menuntut evaluasi menyeluruh agar kasus tidak meluas atau berulang.

Pertengahan September lalu, berkenaan dengan Survei Semesta Dunia Usaha, tim SUAR mewawancarai ekonom senior sekaligus pendiri Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Hendri Saparini mengenai program MBG ini.

Berikut petikan wawancaranya.

"Apakah program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah berjalan sesuai yang diharapkan?"

Pelaksanaan program MBG harus jelas target yang disasar. Apakah untuk semua anak yang bersekolah atau kalau untuk perbaikan gizi apakah diberikan untuk anak sekolah yang kurang gizi. Kejelasan ini akan menentukan apakah pelaksanaan sudah tepat sasaran dan bagaimana penganggaranan dan evaluasinya.

Agar tepat sasaran dan penggunaan anggaran lebih efisien, di praktik banyak negara, program pemberian makan gratis seperti ini diperuntukkan bagi anak yang membutuhkan. Bagi anak yang tidak menjadi target karena tidak membutuhkan dapat mengikuti program dengan membayar.

Dalam kondisi Indonesia seperti sekarang yang mengalami keterbatasan fiskal, target program makan siang gratis sebaiknya ditujukan bagi anak yang membutuhkan agar tepat sasaran dalam memperbaiki status gizi.

Program MBG harus bisa menjadi ‘hub’ bagi program pemerintah yang lain. Mulai dari penyedia bahan makanan hingga penciptaan lapangan kerja.

"Dalam pelaksanaannya, apakah penyediaan makanan untuk program MBG ini sudah memberdayakan UMKM?"

Menilai MBG tidak bisa parsial. Yang juga penting dalam program MBG adalah memetakan siapa saja pihak yang terlibat/dilibatkan dalam pelaksanaan. Program MBG harus bisa menjadi ‘hub’ bagi program pemerintah yang lain. Mulai dari penyedia bahan makanan (terutama pangan lokal), hingga penciptaan lapangan kerja baik itu melalui pengembangan UMKM maupun koperasi, atau lainnya. Dengan demikian, program MBG memiliki dampak berganda (multiplier effect) yang sangat besar.

Hal itu karena program MBG tidak bisa dilihat secara parsial atau sepotong-sepotong. Soal pemberian makanan bergizi ini tidak semata menyangkut program kesehatan atau pendidikan. Tetapi juga terkait dengan program pangan (pertanian), pengolahan bahan makanan (industri) dengan pelaku baik usaha kecil dan menengah, maupun besar, hingga terkait penciptaan lapangan kerja.

"Apa yang menjadi kelebihan atau manfaat utama dari program MBG ini?"

Selain untuk memperbaiki kondisi gizi anak, penyediaan makanan gratis secara ekonomi akan meningkatkan permintaan dan pasokan. Dengan demikian, perekonomian akan bertumbuh mulai dari tingkat lokal hingga nasional.

Dengan banyaknya pelaku-pelaku yang dilibatkan dalam program MBG dan sebaran target yang sangat luas, program MBG ini sebaiknya dilakukan secara berjenjang (didesentralisasikan) untuk benar-benar dekat ke kelompok bawah atau dekat dengan anak-anak yang menjadi penerima manfaat. Pelaksanaannya sebaiknya sampai di unit terkecil, misalnya, hanya melayani 150-200 paket makanan per hari. Sehingga, kualitas gizi dan keamanan makanan tetap terjaga. Jika pengelola menghandle porsi yang sangat besar, risiko atau kesulitannya juga akan besar, selain ongkos produksi juga akan lebih besar.

"Faktor apa yang harus diperhatikan agar program ini bisa berjalan dengan baik?"

Dengan banyaknya kasus keamanan makanan seperti keracunan yang terjadi di banyak daerah, program MBG harus dievaluasi dan bertransformasi dengan menekankan pada pelayanan penyajian makanan yang bervariasi dan semakin dekat ke penerima manfaat. Dengan demikian risiko-risiko bisa ditekan.

Jika penyedia makanan (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi atau SPPG-red) sangat dekat dengan sekolah penerima manfaat, anak sekolah masih bisa menerima makanan yang segar. Buah potong, misalnya, jika distribusinya terlalu jauh, kondisi buah potong sudah sangat mengkhawatirkan, sudah tidak segar.  Begitu juga dengan makanan yang berkuah.

Dalam program ini, siapa saja atau pihak mana saja bisa ambil peran, termasuk swasta. Tak terkecuali orang tua dan guru di sekolah. Yang perlu digarisbawahi, dalam setiap rantai distribusi makanan gratis, siapa pun bisa membantu pelaksanaan program MBG.

Perlu pemetaan mana saja sekolah yang berhak menerima dan lokasinya di mana. Lalu ditawarkan baik ke swasta atau lembaga sosial lainnya siapa yang bisa membantu. Bisa saja itu adalah warung atau kantin yang berada di dekat sekolah. Dengan semakin dekat ke penerima manfaat, biaya atau ongkos produksi pun bisa dikurangi.

Author: Gianie

Author

Read more