Puluhan siswa di dalam kelas itu sedang memperhatikan seorang sensei, sebutan seorang guru dalam bahasa Jepang. Serempak, semua terlihat memakai seragam, kemeja putih, berdasi hitam, serta celana dan sepatu hitam.
Sembari menyimak penjelasan sensei, mereka mencatat poin-poin materi yang dianggap penting.
Di tengah kelas, terdapat sebuah kasur dan kursi roda. Jelang waktu pembelajaran yang akan selesai pada pukul 17:00, sensei Lili meminta siswanya melakukan jitsugi atau praktik. Lili meminta mereka mempraktikkan ijo kaijo, atau simulasi memindahkan lansia dari tempat tidur ke kursi roda.
Banyak siswa antusias dengan permintaan Lili. Mereka berlomba mengacungkan tangan secepat mungkin agar terpilih. Lili menunjuk dua orang. Satu berperan sebagai orang yang bertugas memindahkan lansia, satunya lagi sebagai lansia. Yang berperan sebagai lansia langsung mengambil posisi tidur di atas kasur.
Razka Maula terpilih jadi orang yang akan bertugas memindahkan lansia. Setelah mengucap salam dalam bahasa Jepang, Razka langsung bekerja dengan cekatan. Dia membangunkan lansia yang tidur itu, meminta izin dengan sopan, lalu segera menggendongnya ke atas kursi roda. Begitu lansia sudah berada di kursi roda, seisi kelas memberikan apresiasi dengan bertepuk tangan.
Itulah salah satu gambaran dari pekerjaan kaigo atau perawat untuk lansia di Jepang. Razka adalah seorang siswa yang mempelajari keterampilan itu di Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Fuji Academy yang berlokasi di Biomedical Campus, BSD City, Tangerang. LPK ini memiliki fokus melatih dan menyalurkan calon pekerja migran Indonesia (PMI) di sektor perawatan ke Jepang.
Fuji Academy BSD is a branch of Fuji Academy located in Denpasar, Bali. Established in February 2025, Fuji BSD has successfully trained and graduated 25 students in February and 40 students in June.
"In August there were 29 students who had passed. They have already found a company. We are just waiting for the administrative documents to be completed and they can leave immediately," said Thiki Adelina Permatasari, Principal of Fuji BSD.
Thiki menambahkan penghasilan tinggi menjadi salah satu motivasi para siswa bekerja di Jepang.
“Setelah dipotong sana-sini, kaigo kita di sana bisa dapat bersih Rp17 sampai Rp18 juta setiap bulan,” ujar Thiki.
Sementara itu, Razka mengatakan dirinya sudah memiliki impian bekerja di Jepang sejak kecil. Dia sudah akrab dengan budaya populer Jepang lewat anime yang dulu kerap ditayangkan di TV nasional. Setelah lulus dari jurusan Layanan Kesehatan SMK Telekomedika Bogor, Razka mantap menetapkan pilihan ingin menjadi kaigo.
“Waktu itu Fuji datang promosi ke sekolah saya. Di situ saya langsung mau lanjut belajar di Fuji supaya bisa berangkat ke Jepang,” kata perempuan berusia 18 tahun ini.
Setelah mendaftar dan belajar di Fuji, kegiatan sehari-hari Razka diisi dengan belajar bahasa Jepang dan berlatih keterampilan kaigo. Waktu belajar dimulai dari pukul 08:00 dan berakhir pada pukul 17:00. Namun, Razka tidak hanya belajar mengikuti jadwal. Setelah pulang ke asrama, Razka rajin membuka kembali buku catatan, mendalami materi yang dia anggap belum dikuasai.

Hal itu membuahkan hasil. Baru tiga bulan belajar di Fuji, Razka sudah mendapatkan sertifikat Japan Foundation Test (JFT) atau sertifikat kemampuan berbahasa Jepang sebagai salah satu syarat keberangkatan. Sebuah perusahaan di Fukushima juga telah meminang Razka sebagai karyawan. Di sisa dua bulan waktu belajarnya di Fuji, Razka fokus mengasah keterampilan teknis agar kelak siap bekerja sebagai kaigo.
Keadaan ekonomi turut menjadi motivasi Razka mengadu nasib ke Jepang. Anak pertama dari dua bersaudara ini berkeinginan membantu ekonomi keluarga.
“Ayah saya sales, tapi sudah cukup tua. Sementara ibu jualan dan situasinya lagi tidak baik. Jadi saya ingin bantu mereka,” ujarnya.
Gaji tinggi
Kaigo jobs in Japan do offer lucrative wages. Sensei Lili, a teacher at Fuji BSD says the figures far exceed similar jobs in the country.
"Definitely double digits," says the former kaigo who worked in Hyogo from 2014 to 2018.
Lili added that if a kaigo works well, the company will increase his salary regularly. Based on her experience, Lili's salary increases by Rp300,000 to Rp500,000 every year.
According to a report by Japan's Ministry of Health, Labor and Welfare (MHLW) for fiscal year 2024 released in 2025, the average monthly salary of a caregiver in Japan is 338,200 yen or equivalent to IDR 37.1 million per month. If you only count the basic salary and fixed allowances, the average is 253,810 yen or around Rp27.8 million.
On the other hand, demand for kaigo in Japan is also relatively high. The Cherry Blossom country is experiencing an aging population. The number of elderly people who need care is increasing, while there are fewer young and local caregivers.

MHLW memperkirakan kebutuhan tenaga perawatan lansia di Jepang terus meningkat hingga mencapai sekitar 2,43 juta orang pada 2025. Angka ini naik sekitar 320 ribu dibandingkan 2019. Pemerintah Jepang juga memproyeksikan kebutuhan sekitar 2,40 juta tenaga kerja perawatan pada 2026.
“Peluangnya relatif besar. Tinggal bagaimana melatih mereka agar kompetensinya sesuai dengan standar sehingga bisa bekerja dengan maksimal,” ujar sensei Lili.
Kendala Biaya
Kendati begitu, pelatihan kaigo di Indonesia masih mematok tarif yang cukup mahal. Di Fuji BSD, tarif yang dikenakan mencapai Rp35 juta selama 6 bulan. Tarif itu mencakup pelatihan bahasa dan keterampilan, tempat tinggal di asrama, serta kebutuhan makan sehari-hari.
“Saya sering berkunjung ke sekolah perawatan dan kampus di berbagai daerah. Di situ saya perhatikan antusiasme mereka jadi kaigo cukup tinggi. Tapi kendalanya satu, biaya,” ujar Kepala Sekolah Fuji BSD, Thiki Adelina.
Untuk itu, Fuji BSD menerapkan mekanisme pembayaran yang lebih ringan. Selama enam bulan masa pelatihan, siswa diperbolehkan mencicil sebesar Rp2,5 juta per bulan. Sisa biaya dapat dilunasi setelah siswa berhasil mendapatkan pekerjaan di Jepang. Kata Thiki, skema ini dibuat agar peserta dari keluarga kurang mampu tetap memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja di luar negeri.
Meskipun demikian, Thiki mengakui skema cicilan itu belum dapat menyelesaikan kendala biaya siswa. Dia mengatakan masih banyak siswa yang belum bisa melunasi biaya cicilan sebesar Rp2,5 juta setiap bulannya.
Potensi Beasiswa
Pemerintah tengah menyiapkan skema pembiayaan baru untuk membantu lembaga pelatihan seperti Fuji Academy mencetak lebih banyak tenaga kerja terampil. Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, mengatakan Presiden berkomitmen menyediakan dua bentuk dukungan bagi calon pekerja migran, yaitu pinjaman tanpa bunga dan beasiswa keterampilan.
“Kebijakan ini diharapkan menghapus hambatan biaya pelatihan bagi calon pekerja yang ingin mempersiapkan diri secara profesional sebelum berangkat ke luar negeri,” ujarnya saat jadi pembicara pada acara Suar Roundtable Decision: Kekuatan Ekonomi Pekerja Migran Indonesia, di Jakarta Selatan, Kamis (18/09/2025).
Cak Imin, sapaan akrabnya, menjelaskan langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah memperbesar porsi pekerja migran terampil. Karena itu, lembaga pelatihan kerja dan sekolah kejuruan akan didorong menjalin kemitraan dengan perguruan tinggi dan pusat migran agar pelatihan lebih efisien dan tepat sasaran.
Skema pembiayaan itu menjadi bagian dari reformasi kelembagaan di bawah Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) yang kini mengoordinasikan pembiayaan, pelatihan, dan penempatan tenaga kerja. Cak Imin mengatakan pemerintah berharap kebijakan ini nantinya dapat membuka akses lebih luas bagi calon pekerja migran, termasuk calon kaigo, untuk menempuh pelatihan tanpa terkendala biaya.
Menanggapi wacana kebijakan ini, Razka tampak antusias. Siswa yang mendapat skema talangan penuh karena berprestasi di Fuji BSD itu menilai bantuan seperti ini akan sangat berarti bagi calon pekerja migran yang terkendala biaya.
“Itu akan sangat membantu banget, terutama bagi yang punya kemampuan tapi tidak punya uang untuk belajar,” katanya.
Kepala Sekolah Fuji BSD, Thiki Adelina, sependapat. Thiki menilai kebijakan itu dapat memperluas kesempatan bagi calon PMI. Jika terealisasi, Thiki berharap kebijakan ini mampu membantu mengatasi keterbatasan serapan tenaga kerja di dalam negeri dengan memberi jalan bagi lebih banyak calon pekerja untuk terserap di luar negeri.