PR Menyalurkan Rp 200 Triliun di Saat Kredit Produktif Lamban

Dana senilai Rp 200 trilliun yang ditempatkan pemerintah di lima bank negara diharapkan dapat mendorong penyaluran kredit, terutama kredit produktif. Sepanjang tahun ini, penyaluran kredit baru tumbuh 2,7%. Bagi kalangan dunia usaha, kebijakan ini memberi peluang untuk ekspansi.

PR Menyalurkan Rp 200 Triliun di Saat Kredit Produktif Lamban

Pasca-pandemi, tren penyaluran kredit cenderung menurun. Begitu halnya sepanjang tahun ini, penyaluran kredit baru tumbuh 2,7%. Kini, pemerintah berharap dana senilai Rp 200 trilliun yang ditempatkan di lima bank negara dapat mendorong penyaluran kredit untuk menggairahkan perekonomian.

Penempatan dana Rp 200 triliun itu tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 276 Tahun 2025 tentang Penempatan Uang Negara dalam Rangka Pengelolaan Kelebihan dan Kekurangan Kas untuk Mendukung Pelaksanaan Program Pemerintah dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi.

Maka, penyaluran dana tersebut menjadi PR bagi manajemen lima bank milik pemerintah. Perinciannya, BRI mendapat senilai Rp 55 triliun, BNI senilai Rp 55 triliun, Bank Mandiri senilai Rp 55 triliun, BTN senilai Rp 25 triliun, dan BSI senilai Rp 10 triliun.

Bank penerima dana bisa menyalurkannya ke sektor riil sehingga perekonomian bergerak. Dana tersebut tidak diperbolehkan digunakan untuk membeli surat berharga negara  (SBN) atau sekuritas rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Injeksi dana kas negara ini menjadi darah segar bagi roda perekonomian. Berdasarkan data Bank Indonesia, nominal kredit yang disalurkan oleh bank umum dan BPR memang meningkat dari waktu ke waktu. Namun, pertumbuhannya cenderung menyusut.

Hal itu terutama terlihat pasca-pandemi. Tahun 2022, total kredit yang disalurkan mencapai Rp 6.388,5 triliun atau tumbuh sebesar 11% ketimbang tahun sebelumnya. Namun, total kredit di tahun berikutnya, 2023, mencapai Rp 7.046,2 triliun hanya tumbuh sebesar 10,3%.

Pertumbuhan kredit di tahun 2024 juga menurun dengan angka 9,7%. Penurunan tampaknya masih akan berlanjut hingga akhir 2025 ini. Pasalnya, dalam periode Januari–Juli, total penyaluran kredit yang mencapai Rp 7.937 triliun hanya tumbuh 2,7%, sangat rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Penyaluran kredit modal kerja hingga Juli 2025 bahkan turun 0,1%.

Jika diperinci berdasarkan penggunaan, porsi terbesar kredit disalurkan untuk kegiatan produktif – sebagai kredit investasi dan kredit modal usaha. Yaitu, berkisar 70%–71% dari total kredit. Porsi ini stabil selama lima tahun terakhir.

Porsi terbesar kredit disalurkan untuk kegiatan produktif – sebagai kredit investasi dan kredit modal usaha. Yaitu, berkisar 70%–71% dari total kredit.

Selama tujuh bulan pertama tahun 2025 ini, meski pertumbuhan kredit masih kecil, porsi kredit produktif sekitar 71,3%. Detailnya, kredit modal kerja menguasai 43,3% dari total kredit, kredit investasi 28%, dan kredit konsumsi sebanyak 28,7%.

Terobosan kebijakan moneter yang dilakukan Menteri Keuangan Purbaya untuk menggerakkan sektor rill ini belum sepenuhnya diyakini publik, bahkan pengamat ekonomi. Masih terbayang kekhawatiran dana besar itu digunakan bank bukan untuk menyalurkan kredit.

Perlu pengawasan ketat agar tujuan pemerintah mendorong ekonomi lewat penyaluran kredit ke sektor riil ini dapat berjalan sesuai dengan target. Sementara, bagi dunia usaha, ini kesempatan mendapatkan dana tambahan untuk ekspansi.

Author