Sepanjang tahun ini, Bank Indonesia (BI) telah menurunkan BI Rate hingga total 100 basis poins. Penurunan suku bunga acuan ini semestinya menggeret turun bunga kredit perbankan agar bisa lebih rendah. Ini diperlukan dunia usaha untuk mendapatkan bunga kredit yang lebih murah sehingga bisa merangsang ekspansi bisnis.
Pada awal 2025, BI Rate pada posisi 6,00%, kini posisinya pada level 5,00%. Sepanjang tahun ini BI sudah empat kali menurunkan BI Rate, yakni pada Januari, Mei, Juli, dan Agustus 2025. Masing-masing penurunan sebesar 25 basis poin atau 0,25%.
Terakhir, saat menurunkan BI Rate pada Agustus lalu, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, keputusan itu menimbang kondisi inflasi yang masih terkendali sesuai target. Yakni, di rentang 1,5%–3,5%. Pada Agustus 2025, inflasi pada level 2,31%.
Dari sisi eksternal, bank sentral Amerika Serikat (AS) – The Federal Reserve (The Fed) – memberikan sinyal akan juga melaksanakan tren penurunan suku bunga acuan.
Dengan demikian, BI masih membuka ruang penurunan suku bunga di masa mendatang. “Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo pada saat jumpa pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, 20 Agustus lalu.
Dampak kebijakan moneter itu mulai terlihat pada suku bunga kredit perbankan. Data BI mencatat suku bunga dasar kredit (SBDK) Juni 2025 berada di 9,21%, turun tipis dari Januari 2025 yang sebesar 9,23%. Angka ini menggambarkan adanya penurunan meski tidak signifikan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga melaporkan adanya tren serupa. Pada Juli 2025, rata-rata bunga kredit rupiah turun 36 basis poin untuk kredit investasi dan 20 basis poin untuk kredit modal kerja. Perubahan itu menandai adanya penyesuaian bunga di sektor perbankan.
Begini respons perbankan
BCA menyampaikan apresiasi atas langkah BI menurunkan suku bunga acuan. “Pada prinsipnya, BCA akan sejalan dengan kebijakan suku bunga acuan BI,” ujar Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA.
Hera menjelaskan, penentuan kebijakan suku bunga BCA memperhatikan sejumlah faktor. Ini mencakup perkembangan BI Rate ke depan, parameter makroekonomi, dan kondisi likuiditas sektor perbankan. Selain itu, bank juga melihat kondisi pasar yang dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran.
Menurut Hera, suku bunga kredit BCA relatif tidak mengalami kenaikan. Kondisi ini terutama berlaku di segmen usaha kecil menengah dan ritel. Ia menyebut suku bunga kredit BCA termasuk salah satu yang kompetitif.
BCA juga menyampaikan kinerja penyaluran kredit hingga pertengahan tahun ini. Per Juni 2025, total kredit yang disalurkan tumbuh 12,9% secara tahunan. Nilainya mencapai Rp 959 triliun. “Lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan industri,” katanya.
Selain itu, Hera menekankan bahwa BCA selalu meninjau kebijakan bunga kredit secara berkala. Peninjauan dilakukan agar bunga kredit tetap berada pada level yang dapat diterima pasar. Bank milik Grup Djarum ini juga memperhatikan daya beli masyarakat dalam menetapkan kebijakan tersebut.
Ia menambahkan, BCA berkomitmen menyalurkan kredit ke berbagai segmen dan sektor secara pruden. Prinsip kehati-hatian menjadi bagian dari strategi penyaluran kredit. Penerapan manajemen risiko disiplin juga dijalankan untuk menjaga kualitas pembiayaan.
Prinsip kehati-hatian menjadi bagian dari strategi penyaluran kredit. Penerapan manajemen risiko disiplin juga dijalankan untuk menjaga kualitas pembiayaan.
“BCA akan terus berupaya menjaga keseimbangan pertumbuhan profitabilitas, likuiditas, serta kualitas ke depan,” kata Hera.
Corporate Secretary Bank Mandiri M. Ashidiq Iswara mengatakan, pihaknya memandang langkah Bank Indonesia menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,00% sebagai kebijakan moneter yang akomodatif dan selaras dengan kebutuhan menjaga stabilitas di tengah dinamika perekonomian global maupun domestik.
Penyesuaian suku bunga acuan ini diharapkan dapat mendukung momentum pertumbuhan ekonomi nasional dengan tetap memperhatikan kondisi inflasi yang terkendali dan nilai tukar yang relatif stabil.
Sejalan dengan hal tersebut, Bank Mandiri akan terus menjaga peran intermediasi secara sehat dan selektif, khususnya dalam mendukung sektor-sektor produktif yang berorientasi pada penguatan ekonomi kerakyatan.
"Penyesuaian suku bunga kredit dan simpanan akan kami lakukan secara prudent dengan mempertimbangkan kondisi likuiditas internal, dinamika pasar, serta arah kebijakan moneter yang berlaku," ujar Ashidiq.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan, penurunan BI Rate telah diikuti oleh penurunan suku bunga perbankan. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, rerata suku bunga kredit rupiah pada Juli 2025 tercatat turun 36 bps untuk kredit investasi dan turun 20 bps untuk kredit modal kerja.
"Umumnya, penurunan BI Rate akan diikuti penurunan suku bunga kredit dengan jeda waktu beberapa periode. Oleh karena itu, suku bunga kredit diperkirakan masih akan menurun sebagai respons dari penurunan BI Rate pada 2025," ujar Dian.
"Penurunan BI Rate akan diikuti penurunan suku bunga kredit dengan jeda waktu beberapa periode," ujar Dian Ediana Rae.
Ditambah lagi dengan ekspektasi penurunan suku bunga global pada triwulan IV–2025, OJK melihat bahwa masih terdapat ruang untuk penurunan suku bunga lebih lanjut.
Namun, penurunan suku bunga pada masing-masing bank akan tergantung pada strategi dan struktur biaya masing-masing bank, terutama terkait dengan biaya dana atau cost of fund (CoF). Bank perlu mengelola strategi pendanaan mereka, khususnya untuk meningkatkan porsi dana murah, untuk menciptakan ruang penurunan suku bunga kredit.
OJK senantiasa mengimbau bank secara bertahap menyesuaikan tingkat suku bunganya, agar tetap sejalan dengan kondisi pasar, rasio keuangan yang sehat dan tidak menciptakan persaingan bunga yang kurang sehat. Selanjutnya, perbankan juga diminta untuk tetap menjaga transparansi dan perlindungan konsumen dalam menyampaikan informasi terkait produk perbankan.
Rangsangan bagi pelaku usaha
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai penurunan bunga kredit sekecil apa pun berarti bagi pelaku usaha karena menurunkan biaya operasional. Ia menyebut sektor yang paling terdampak adalah properti dan otomotif.
“Dua sektor itu sensitif terhadap suku bunga. Dengan turunnya suku bunga, maka ada harapan naiknya penjualan properti dan otomotif,” ujarnya.
Menurut Trioksa, dampak penurunan bunga berbeda antara korporasi besar dan UMKM. Korporasi mengandalkan corporate finance dan manajemen keuangan yang kompleks, sedangkan UMKM masih sederhana, sehingga respons mereka tidak sama. Ia juga menjelaskan, bank harus menjaga likuiditas karena sekitar 90% aset perbankan berasal dari dana pihak ketiga, sehingga transmisi penurunan BI Rate ke bunga kredit berlangsung lambat.
Trioksa menambahkan, kebijakan tambahan seperti penurunan giro wajib minimum (GWM) atau penempatan dana pemerintah di bank umum dapat memperlonggar likuiditas. “Bila likuiditas semakin longgar, maka bank punya kesempatan untuk ekspansi kredit, namun perlu didukung juga dengan iklim ekonomi dan investasi yang mendukung,” katanya.
Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menyambut baik keputusan BI menurunkan suku bunga acuan. Pemangkasan suku bunga acuan akan mendorong likuiditas lebih banyak berputar dan daya beli masyarakat akan terjaga dengan baik.
Pemangkasan suku bunga acuan akan mendorong likuiditas lebih banyak berputar dan daya beli masyarakat akan terjaga dengan baik.
"Harapannya, sektor konsumsi mengalami penguatan dan menjadi momentum untuk menjaga pertumbuhan ekonomi mencapai 5% pada kuartal ketiga 2025 ini," ujar Ajib.