Jumlah populasi India dan Indonesia mewakili seperlima penduduk bumi. Bila kedua negara ini bisa bekerjasama, tentu akan punya prospek yang menjanjikan.
Sebetulnya, hubungan bilateral Indonesia dan India berpotensi strategis. Banyak kesamaan yang mampu menghubungkan kedua negara daripada perbedaan yang menjauhkan.
Namun, kurangnya perhatian dan rasa saling pengertian di antar dua negara ini membuat banyak peluang tertutup. Kini, menghadapi turbulensi geopolitik, Indonesia dan India dapat memanfaatkan situasi untuk menjajaki pengembangan kemitraan dengan memanfaatkan dasar yang kokoh.
Guna mendorong penggalian potensi tersebut, Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia bekerjasama dengan Gateway House India menyelenggarakan seminar Navigating India-Indonesia Bilateral in a Changing Global Order di Auditorium CSIS, Jakarta, Senin (15/9/2025). Seminar tersebut merupakan bagian kedua dari rangkaian track 1.5 diplomacy Indonesia-India yang mulai dilaksanakan pada tahun ini.
Dalam sambutan pembuka, diplomat senior India dan distinguished fellow Gateway House Rajiv Bhatia menyatakan, rekam jejak historis hubungan Indonesia dan India sangat panjang sejak sebelum kemerdekaan. Tepatnya, saat penyair India Rabindranath Tagore mengunjungi Jawa dan Bali pada 1927.
Hubungan itu berlanjut dengan kerjasama kedua bangsa di awal kemerdekaan RI. Yakni, mulai dari persahabatan Perdana Menteri pertama India Jawaharlal Nehru dan Wakil Presiden pertama Indonesia Mohammad Hatta, pengiriman bantuan beras dari Indonesia ke India pada 1946, hingga partisipasi India dalam mempersiapkan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955.
"Sejak awal kemerdekaan, dasar hubungan Indonesia dan India sangat kuat, dengan mengedepankan kesetaraan, saling menghormati, dan saling mendukung. Tidak hanya sebatas kenangan masa lalu, tetapi dengan inilah kita harus memandang masa depan kedua negara," ujar Bhatia.
Sepandangan dengan Bhatia, Menteri Luar Negeri India Pabitra Margherita yang memberikan sambutan dalam bentuk rekaman menyatakan, dengan komitmen memelihara Semangat Bandung 1955, Indonesia dan India dapat meniti masa depan bersama dengan bahu-membahu mengatasi masalah ketidaksetaraan serta kesenjangan taraf pembangunan.
"Dengan mengusung Semangat Bandung, Indonesia dan India mempersiapkan diri mengarungi situasi krisis saat ini untuk mewujudkan dunia multipolar yang inklusif, setara, dan tangguh di masa depan," tegas Margherita.
Tiga jalur strategis
Duta Besar Indonesia untuk India Ina Hagniningtyas Krisnamurthi menyatakan, terdapat enam jalur kerjasama yang potensial untuk mengembangkan relasi yang produktif dengan India. Ina menyingkatnya dengan rumus 6C, yang terbagi dalam tiga sektor: compact and connect, cooperate and collaborate, dan coherence and convergence.
Ina memaparkan, dalam sektor pertama, fokus kerjasama adalah membangun people-to-people relations melalui pariwisata. Ini termasuk mengadakan rute penerbangan langsung (direct flight) Jakarta dan New Delhi, serta Bali dan New Delhi.
"Kontak ini mewujudkan kesalingpengertian, dan meningkatnya kebutuhan penerbangan langsung menunjukkan bahwa rute ini memiliki potensi profit," jelas Ina yang bergabung secara daring dari New Delhi.
Sektor kedua, cooperate and collaborate, dapat dilakukan dengan memfokuskan kerja sama di bidang spesifik, yaitu kesehatan dan digitalisasi. Ina mengambil contoh, saat pandemi Covid-19 pecah pada 2020, India mengirimkan paket oksigen hanya tiga bulan sesudah menerima paket bantuan yang sama dari Indonesia. Tak hanya itu, Indonesia dan India juga melakukan pertukaran tenaga kesehatan untuk praktik maupun belajar.
Tahun depan, lanjut Ina Indonesia dan India akan sama-sama mengadakan survei sosial-ekonomi untuk pemetaan digital dan laporan statistik terbaru kondisi negaranya.
"Keduanya menjadi penting karena hubungan bilateral yang berkualitas ditandai pertukaran informasi berbasis akurasi data yang andal dan relevan, selain pengertian satu sama lain," ucapnya.
"Hubungan bilateral yang berkualitas ditandai pertukaran informasi berbasis akurasi data yang andal dan relevan, selain pengertian satu sama lain," ujar Ina.
Pada sektor ketiga, coherence and convergence, Indonesia dan India sebagai negara maritim dan ekonomi bertumbuh semakin mendapatkan kepercayaan untuk menjadi ketua forum strategis, mulai dari ASEAN, G-20, dan BRICS. Tahun depan, India berkesempatan untuk mengetuai KTT BRICS, dan Indonesia diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih bermakna di dalamnya.
Menurut Ina, kunjungan Perdana Menteri Narendra Modi ke Indonesia saat KTT G-20 dan kunjungan kenegaraan Presiden Prabowo Subianto bulan Januari lalu menjadi sinyal penting untuk menegaskan keterbukaan dan stabilitas anggota BRICS di tengah ketidakpastian.
"Ini harus didukung dengan evaluasi struktur kerjasama yang kita miliki untuk menjadikannya lebih efektif dan berkelanjutan," ucap Ina.
Jajal semua peluang
Nilai strategis kerja samadengan Indonesia juga dicatat Duta Besar India untuk Indonesia Sandeep Chakravorty. Dia menggarisbawahi, India adalah sumber wisatawan terbesar kedua Indonesia, di samping mitra dagang terbesar kelima. Namun, karena kurangnya perhatian, potensi kerja sama lebih luas justru tidak tergarap dengan baik.
"Defisit perdagangan Indonesia dan India memiliki nilai hampir sama dengan defisit perdagangan Indonesia dan Amerika Serikat. Tapi Indonesia sepertinya lebih memperhatikan yang kedua," kritik Chakravorty.
Namun, dia pun mengakui bahwa India kurang responsif dalam menanggapi gestur diplomatik Indonesia. Ini ditandai ketiadaan kunjungan pejabat India ke Indonesia, bahkan sesudah kepala negara dan 2 menteri Indonesia mengadakan kunjungan ke negeri Anak Benua itu.
Chakravorty mencatat, dalam menghadapi situasi ketidakpastian, Indonesia dan India perlu menjajaki kerjasama trilateral dan kerjasama pertahanan sebagai dua platform yang efektif untuk menggali potensi bilateral Indonesia dan India.
Dia mencontohkan, kerjasama trilateral India-Jepang-Indonesia dalam pengembangan transportasi umum sangat prospektif untuk ditindaklanjuti. Begitu pula kerjasama di bidang maritim dengan menciptakan rute kapal dagang langsung dari Indonesia ke India, tanpa harus transit di Singapura atau Malaka.
Kepada para pengusaha India yang ingin berinvestasi di Indonesia, lanjut Chakravorty, ia berpesan untuk tidak sekadar memperhatikan angka dan volume, tetapi juga harus berkontribusi. Pabrik sepeda motor TVS merupakan salah satu kisah sukses.
Menurutnya, mereka paham bahwa mencari pasar saja tidak cukup. Dengan membawa transfer teknologi, mereka mengembangkan kapasitas know-how dan menciptakan lapangan kerja. Kini, produk mereka menembus pasar Asia Tenggara dengan cemerlang, karena menggerakkan perekonomian setempat.
Duta Besar Ina mengamini penilaian Chakravorty itu. Di sektor perekonomian digital, Indonesia dan India telah menandatangani perjanjian transaksi dengan mata uang lokal (local currency transaction agreement) pada Maret 2024. Dengan perjanjian itu, salah satu bank umum asal Indonesia kini telah beroperasi di India dengan leluasa.
Dalam waktu dekat, menurut Ina, penggunaan QRIS di India akan segera ikut dalam kerangka perjanjian ini. "Proses penyesuaian teknis switch saat ini sedang berjalan. Tapi, efektivitas mekanisme pembayaran ini hanya akan terbukti jika semakin banyak orang Indonesia datang ke India untuk belajar dan berwisata, selain juga berbisnis," ujar Ina.