ASEAN-DEFA Finalized Soon, ASEAN Digital Economy Could Reach USD2 Trillion by 2030

The ASEAN Digital Economic Framework Agreement (ASEAN-DEFA) will soon be finalized and has the potential to double the value of the ASEAN digital market to USD2 Trillion.

ASEAN-DEFA Finalized Soon, ASEAN Digital Economy Could Reach USD2 Trillion by 2030
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) bersama ASEAN DEFA Negotiating Committee Prewprae Chumrum (kiri), dan Director Market Integration ASEAN Secretariat Le Quang Lan (kanan) menyampaikan keterangan pers disela Pertemuan Komite Negosiasi ASEAN DEFA ke-14 di Jakarta, Selasa (7/10/2025). Foto: ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/nz

Pemerintah Indonesia beserta negara-negara di ASEAN tengah menyelesaikan perjanjian ASEAN Digital Economic Framework Agreement (ASEAN-DEFA). Hal ini diharapkan menjadi tonggak penting bagi perkembangan digital ekonomi Indonesia.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia siap memimpin pasar digital ASEAN yang pada 2024 mencapai nilai pasar sebesar USD 263 miliar dengan jumlah 680 juta penduduk. Dari jumlah tersebut, Indonesia berkontribusi dengan nilai pasar USD 90 miliar, dan ditargetkan mencapai USD 360 miliar pada tahun 2030.

"Kalau kita proyeksikan di tahun 2030, nilai pasar digital Asia Tenggara itu besarnya USD 1 triliun, tetapi dengan implementasi DEFA, besarnya bisa menjadi USD 2 triliun, meningkat dua kali lipat" ungkap Airlangga di hadapan awak media.

Guna mempercepat capaian target ambisius tersebut, Airlangga menyatakan terdapat sejumlah tantangan yang harus dihadapi negara-negara anggota ASEAN, mulai dari perbedaan regulasi antarnegara yang perlu diharmonisasi, hingga keterbatasan UMKM untuk melakukan perdagangan lintas batas negara.

Dia menambahkan, komite perunding DEFA telah menyepakati lima pasal utama yang penting untuk disesuaikan dalam finalisasi kerangka yang akan ditandatangani dan segera diimplementasikan tahun depan itu. Kelima pasal tersebut adalah layanan keuangan; bea masuk transmisi elektronik; perlakuan nondiskriminatif produk digital; kabel bawah laut; serta fleksibilitas pembayaran elektronik.

"Dalam pertemuan ASEAN Economic Minister sebelumnya, ditargetkan perundingan putaran ke-14 di Jakarta ini akan mendorong DEFA mencapai 70% kemajuan yang bisa dicapai, sehingga diharapkan dapat diimplementasi pada 2026," pungkasnya.

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edi Prio Pambudi mengatakan ASEAN- DEFA segera rampung dan dapat ditandatangani pada 26 Oktober 2025.

Bangun kerangka regulasi

Edi menambahkan, dengan DEFA, kerangka regulasi ekonomi diharapkan bisa dibangun.

DEFA juga diharapkan dapat menjadi terobosan bagi ASEAN dalam merespon tantangan global, dan penyelesaian DEFA akan menjadi penanda kesiapan kawasan dalam menyambut era kolaborasi ekonomi digital yang terbuka untuk semua pihak.

Inisiatif ini bukan sekadar dokumen, melainkan fondasi masa depan ASEAN sebagai kawasan terbuka dan adaptif terhadap transformasi digital.

“Perlu disadari bersama, saat ini dinamika kecerdasan buatan dan mobilitas data berkembang sangat cepat, ASEAN harus fleksibel dan memiliki semangat yang sama,Hal ini sangat esensial agar ASEAN dapat memanfaatkan peluang ekonomi digital yang sedang meningkat secara global, dan dunia saat ini memandang ASEAN,” ujar dia.

Peningkatan usaha dan fleksibilitas negara anggota dan badan sektoral ASEAN dalam perundingan DEFA disepakati sebagai salah satu rekomendasi strategis yang akan disampaikan kepada para Menteri Ekonomi ASEAN, sehingga DEFA dapat diselesaikan secara substansial pada tahun ini sesuai dengan target.

Through DEFA, Capitalize on Digital Opportunities in the ASEAN Region
ASEAN is preparing to step into a new chapter that has the potential to change the face of the region's economy. Through the Digital Economy Framework Agreement (DEFA), member states are designing the first comprehensive framework that unifies digital policies across borders.

Selain DEFA, Indonesia juga berpartisipasi dalam inisiatif ASEAN Power Grid, yang merupakan bagian penting dari strategi ASEAN untuk menghubungkan jaringan antarnegara melalui pemanfaatan energi terbarukan.

Saat ini, ASEAN menghadapi tantangan besar di balik pertumbuhan ekonominya yang pesat. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi lintas negara, di mana Indonesia berperan aktif mendorong kerja sama yang inklusif dan berkelanjutan.

Dalam konteks global, Indonesia terus memperkuat posisi ASEAN di forum internasional, termasuk melalui Presidensi G20 tahun 2022 yang berhasil menyatukan suara negara berkembang dan menjaga relevansi forum di tengah ketegangan geopolitik.

Sebagai satu-satunya anggota ASEAN di G20 dan peserta aktif APEC, Indonesia yang mewakili negara berkembang terus memastikan agar prioritas ASEAN seperti rantai pasok yang tangguh, transformasi digital, ketahanan pangan dan energi, serta pertumbuhan inklusif tetap menjadi perhatian utama dalam agenda global.

Edi juga menyoroti capaian Indonesia dalam bidang perdagangan internasional. Indonesia baru saja menuntaskan perjanjian dagang dengan Uni Eropa dan Eurasia, serta berhasil menurunkan tarif resiprokal dengan Amerika Serikat (AS). Saat ini, pembahasan dengan AS masih berlanjut untuk sejumlah komoditas strategis.

Tingkatkan daya saing

Direktur Sectoral Development ASEAN Economic Community Kachana Wanichkorn mengatakan DEFA bisa meningkatkan daya saing dan konektivitas,menciptakan ekonomi digital regional yang lebih kompetitif, terbuka, dan adaptif terhadap transformasi digital. 

“Memfasilitasi pembayaran lintas batas yang lebih mudah dan efisien, seperti yang sudah diinisiasi melalui penggunaan QRIS antar negara anggota,” ujar dia.

DEFA juga bisa mengatasi berbagai risiko dan tantangan dalam ekonomi digital, termasuk fraud, pencucian uang, dan pendanaan terorisme melalui kerja sama kawasan.

Menurut Dandy Rafitrandi, peneliti ekonomi di CSIS, digital Economy Framework Agreement (DEFA) bukan sekadar perjanjian lintas negara, melainkan juga menjadi mekanisme kolektif untuk memitigasi risiko seperti penipuan digital, pencucian uang, hingga pendanaan terorisme—yang semakin kompleks seiring berkembangnya lintas batas transaksi digital.

Ia menggarisbawahi pentingnya membangun kepercayaan publik dalam ekosistem pembayaran digital. Menurutnya, literasi finansial masih menjadi pekerjaan rumah besar.

Dandy pun menyoroti perlunya pendekatan kebijakan yang lebih berani dan berpihak pada pelaku usaha kecil.

“Alih-alih membebani mereka dengan biaya administrasi, pemerintah seharusnya memberi insentif bagi UMKM yang mengadopsi pembayaran QR. Mengingat 60 persen merchant kita adalah UMKM, efisiensi transaksi digital bisa berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar dia.

Author

Chris Wibisana
Chris Wibisana

Macroeconomics, Energy, Environment, Finance, Labor and International Reporters

Read more