Survei Penjualan Eceran (SPE) Agustus 2025 yang dirilis Bank Indonesia (BI) mengungkap tren melemahnya penjualan eceran. Ini perlu diantisipasi pengusaha ritel.
Responden survei ini memperkirakan, penjualan eceran pada tiga bulan ke depan (Oktober 2025) dan enam bulan ke depan (Januari 2026) akan menurun. Indeks Ekspektasi Penjualan (IEP) Oktober 2025 pada posisi 143,0; lebih rendah dibandingkan dengan September (146,1). Begitu pula IEP Januari 2026 ada pada level 157,5 – turun dari Desember 2025 yang sebesar 169,4.
Dalam siaran pers, Kamis (11/9/2025), Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso memaparkan, penurunan IEP Oktober dipicu oleh penurunan permintaan. Sementara, penurunan IEP Januari 2026 lantaran telah berakhirnya libur Natal dan tahun baru.
Kendati dalam posisi menurun, indeks di atas 100 mengindikasikan optimistis. Sementara, indeks di bawah 100 mengindikasikan pesimitis.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro, dalam kajian Tim Ekonom Bank Mandiri, Kamis (11/9/2025), menyebut, belanja masyarakat masih dalam tren menurun. Data Mandiri Spending Index (MSI) per minggu kelima Agustus tercatat sebesar 269,7; lebih rendah ketimbang minggu sebelumnya (273,9), atau turun -1,5% secara mingguan (week on week/WoW).
Data MSI sepanjang Agustus 2025 juga tercatat turun 4,8% secara bulanan dibandingkan dengan Juli 2025. Padahal, tahun lalu posisi MSI Agustus 2024 masih bertumbuh 2,2% ketimbang Juli 2024.
Secara spasial, seluruh wilayah mengalami penurunan. Wilayah Maluku-Papua mengalami penurunan terdalam (-2,7% WoW), diikuti Sulawesi (-2,0% WoW) dan Sumatra (-1,8% WoW). Sementara itu, penurunan di wilayah Jawa, Kalimantan, dan Balnusra relatif moderat, sama-sama turun sebesar -1,4% WoW.
Penurunan yang moderat di Jawa terutama ditopang oleh peningkatan belanja di Banten (+0,5% WoW) di tengah penurunan di provinsi-provinsi lainnya di Jawa.
Belanja masyarakat semakin dalam mode defensif. Berdasarkan kelompok belanja, penurunan terjadi di hampir seluruh kelompok, kecuali kelompok medical. Adapun penurunan terdalam terjadi pada kelompok belanja electronics (-6,2% WoW).
Menurut Andry Asmoro, belanja masyarakat semakin dalam mode defensif. Penurunan terjadi di hampir seluruh kelompok belanja.
Di sisi lain, perlambatan pada kelompok consumer goods relatif moderat (-1,6% WoW), terutama ditopang oleh belanja supermarkets yang masih meningkat (+0,5% WoW). Masih bagusnya belanja medical dan supermarkets menunjukkan masyarakat saat ini lebih defensif, atau lebih memprioritaskan pemenuhan kebutuhan esensial.
Andry Asmoro, yang kerap disapa Asmo, memperkirakan belanja masyarakat di kuartal III–2025 (3Q25) tumbuh melambat. Menggunakan data MSI kumulatif dua bulan pertama di 3Q25 (Juli dan Agustus 2025), belanja tercatat tumbuh 37,2% YoY – lebih rendah ketimbang pertumbuhan kumulatif Juli dan Agustus 2024 (42,7% YoY).
Trend ahead
Asmo mengatakan, dengan mempertimbangkan sisa bulan di triwulan ketiga 2025 yang minim momentum, pihaknya menaksir konsumsi rumah tangga nasional pada periode ini akan tumbuh 4,86% YoY, lebih rendah dibanding dengan pertumbuhan di triwulan ketiga 2024, yakni 4,91% secara YoY.
Menurut Asmo, prospek pasar barang fast moving consumer goods (FMCG) ke depan akan sangat bergantung pada kemampuan perusahaan merespons polarisasi daya beli konsumen.
“Pertumbuhan nilai pasar akan terus ditopang oleh segmen kelas atas yang permintaannya terhadap produk premium dan beragam terus meningkat,” ujarnya.
Namun, secara keseluruhan keberlanjutan volume pasar ditentukan oleh kemampuan produk untuk tetap terjangkau bagi segmen menengah ke bawah. Dengan demikian, prospek industri tetap kuat selama para pemain mampu menyeimbangkan inovasi produk dengan strategi harga yang tepat untuk kedua segmen tersebut.
Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanja (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, menilai potensi ritel Indonesia masih sangat besar.
“Sektor ritel modern di Indonesia baru sekitar 25%. Di negara maju, kekuatan ekonomi tercermin dari perkembangan ritelnya,” ujar Budihardjo.
Ia mengatakan, di tengah perlambatan ekonomi, pengusaha ritel mesti terus berinovasi menghadirkan pengalaman berbelanja yang menyenangkan sehingga menarik pengunjung. Ini bisa dilakukan dengan menciptakan dekorasi tematis maupun promo potongan harga tertentu.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Solihin menyatakan, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang perekonomian dalam negeri. Kendati melambat, sektor ritel masih akan bertahan. Sebab, barang konsumsi masih jadi kebutuhan primer yang terus dicari konsumen.